Mohon tunggu...
irma dewi
irma dewi Mohon Tunggu... Editor - ASN

Praktisi komunikasi dan kehumasan pemerintah

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Artikel Utama

Presidensi G20 Indonesia dan Komitmen Atasi Perubahan Iklim

8 Oktober 2022   17:06 Diperbarui: 10 Oktober 2022   08:58 2663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meskipun dampaknya masih terasa, saat ini pandemi Covid-19 sudah mulai bisa kita kendalikan. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa dunia memiliki tantangan yang tak kalah besar, yakni perubahan iklim dalam jangka panjang.

Pengaruh Perubahan Iklim

Penggerak utama perubahan iklim adalah efek rumah kaca yang disebabkan oleh konsentrasi gas karbon dioksida dan gas polutan lainnya di atmosfer.

Perubahan ini dipicu oleh berbagai kegiatan manusia yang menggunakan bahan bakar fosil, perubahan fungsi lahan, dan meningkatnya gas buang sejumlah industri.

Dampak perubahan iklim global sudah terlihat nyata. Hal ini terlihat dari munculnya cuaca ekstrim, meningkatnya banjir di berbagai belahan dunia, perubahan hasil panen, serta kekeringan yang lebih lama dan intens sehinga mengancam tanaman pangan, satwa liar, dan pasokan air tawar.

Sumber: pixabay.com
Sumber: pixabay.com

Kenaikan suhu global juga telah mengganggu jalannya sistem alam, seperti mencairnya es di kutub, naiknya suhu lautan, hingga pemutihan terumbu karang yang mengancam ekosistem, rantai makanan dan keanekaragaman kehidupan di bumi.

Manusia mungkin dapat beradaptasi dengan perubahan ini sampai batas-batas tertentu. Namun, jika hal ini tidak segera kita atasi, kenaikan suhu global akan menimbulkan bencana kesehatan manusia, ketahanan pangan, hingga ketersediaan tempat tinggal yang aman.

Tanggung Jawab G20

Penghangatan suhu bumi ini mempengaruhi semua umat manusia di seluruh dunia tanpa pandang bulu. Kaya atau miskin, semua akan ikut menderita.

Menghadapi perubahan iklim dan kerusakan lingkungan harus dilakukan dengan kolaborasi internasional dalam tindakan nyata dan ambisius. Masing-masing negara perlu berkomitmen untuk menurunkan emisi gas buang.

Sumber: pixabay.com
Sumber: pixabay.com

Sebab itulah, salah satu prioritas Presidensi G20 Indonesia adalah membahas mengenai perubahan iklim, transisi energi bersih, dan kesadaran lingkungan.

Indonesia ingin G20 menjadi contoh. Negara-negara G20 yang memiliki kekuatan ekonomi terbesar di dunia harus memimpin dalam penanganan perubahan iklim dan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan.

Caranya adalah dengan menyiapkan sejumlah perangkat kebijakan untuk menangangi masalah ini secara efektif.

Namun, kontribusi setiap negara dalam perubahan iklim akan berbeda. Sebab, kapasitas setiap negara juga berbeda tergantung lokasi, pendapatan, dan tingkat pembangunannya.

Suksesnya tujuan bersama ini akan sangat bergantung pada desain transformasi ekonomi hijau yang adil dan terjangkau. Transformasi ini membutuhkan investasi dana yang sangat besar.

Sumber: pixabay.com
Sumber: pixabay.com

Oleh karenanya, akses terhadap teknologi dan keuangan untuk penanganan perubahan iklim menjadi sangat penting.

Beberapa hal yang menjadi diskusi G20 adalah aspek pembiayaan, manajemen carbon pricing, pemberdayaan negara-negara berkembang untuk menjalani transisi energi, dan mendorong inovasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan.

Dalam hal ini Indonesia juga memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang yang masih perlu membangun negaranya tanpa memperburuk perubahan iklim.

Bagaimanapun juga transisi ke energi baru dan terbarukan hanya bisa terlaksana dengan baik jika dilakukan sejalan dengan prinsip ketahanan energi, aksesibilitas, dan keterjangkauan.

Sumber: pixabay.com
Sumber: pixabay.com

Sumbangsih Indonesia

Posisi Indonesia sendiri sangat strategis dalam penanganan perubahan iklim.

Deforestasi di Indonesia dapat ditekan hingga titik terendah dalam 20 tahun terakhir. Indonesia telah merehabilitasi 3 juta hektar lahan kritis selama periode 2010-2019.

Indonesia juga telah menargetkan "carbon net sink" untuk lahan dan hutan pada tahun 2030 dan "net zero" pada tahun 2060 atau bahkan lebih cepat.

Artinya, emisi yang diserap oleh hutan akan sama atau lebih besar dari emisi yang dilepaskan oleh aktivitas manusia, sehingga terjadi keseimbangan.

Pengembangan kawasan net zero sudah dimulai, termasuk pembangunan Green Industrial Park di Kalimantan Utara seluas 13.200 hektar yang menggunakan energi baru dan terbarukan serta menghasilkan produk hijau.

Dari sisi kebijakan fiskal, pemerintah Indonesia telah menyiapkan anggaran dan fasilitas perpajakan bagi industri hijau, serta menurunkan pajak untuk kendaraan ramah lingkungan seperti mobil listrik dan hybrid.

Tidak hanya itu, Indonesia juga menjadi negara pertama yang menerbitkan obligasi hijau dan green sukuk yang berbasis syariah.

Kedua surat berharga tersebut mengharuskan pemerintah melaporkan kepada investor bahwa penggunaan uang tersebut didedikasikan untuk kegiatan ekonomi hijau.

Dalam jangka panjang, fondasi penerapan ekonomi hijau tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan sosial dengan tetap menjaga kualitas lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun