Mohon tunggu...
Irmada Ikhsania
Irmada Ikhsania Mohon Tunggu... Mahasiswa - pendidikan bahasa indonesia Universitas Muhammadiyah Malang

Mahasisawa pendidikan bahasa indonesia Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menghadapi Tekanan Perfeksionisme di Kalangan Mahasiswa

10 Juli 2023   19:28 Diperbarui: 10 Juli 2023   19:45 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam dunia pendidikan tinggi, banyak mahasiswa yang merasa tidak pernah cukup. Mereka terjebak dalam spiral perfeksionisme yang tanpa henti, selalu mengejar ekspektasi yang tidak realistis dan membandingkan diri mereka dengan orang lain. Akibatnya, mereka terjebak dalam siklus kekecewaan, stres, dan merasa tidak berharga. 

Tekanan perfeksionisme di kalangan mahasiswa dapat mengakar dari berbagai faktor, termasuk tuntutan akademik yang tinggi, persaingan yang ketat, dan harapan yang tinggi dari diri sendiri maupun orang-orang di sekitarnya (Ramadhani, Z. 2022). Mahasiswa perfeksionis sering kali mengejar kesempurnaan dalam segala hal, mulai dari penampilan fisik, prestasi akademik, hingga kehidupan sosial. 

Namun, penting untuk diingat bahwa perfeksionisme adalah paradigma yang tidak realistis dan tidak sehat. Ketika seseorang selalu mengejar kesempurnaan, mereka tidak dapat menghargai diri sendiri dan pencapaian yang sudah mereka raih. Sebaliknya, mereka cenderung terjebak dalam siklus kekecewaan dan merasa tidak puas.

Menghadapi tekanan perfeksionisme, mahasiswa perlu menyadari bahwa mereka sudah cukup dan berharga apa adanya. Menerima diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan adalah langkah penting untuk membebaskan diri dari tekanan yang tidak sehat. Memahami bahwa kesalahan adalah bagian alami dari proses belajar dan pertumbuhan akan membantu mengurangi beban perfeksionisme. 

Selain itu, penting untuk mengubah perspektif terhadap kegagalan. Melihat kegagalan sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh adalah sikap yang lebih produktif daripada merasa hancur dan tidak berharga. Mahasiswa perlu mengenali bahwa kegagalan adalah bagian penting dari perjalanan menuju kesuksesan, dan tidak ada yang dapat mencapai kesempurnaan tanpa melewati rintangan dan hambatan. 

Selanjutnya, penting untuk mengelola harapan dan mengenali batasan diri. Menetapkan tujuan yang realistis, mengatur waktu dengan baik, dan menghargai diri sendiri dalam proses belajar adalah kunci untuk mengurangi tekanan perfeksionis. Menghargai dan merayakan setiap pencapaian, sekecil apa pun, juga merupakan langkah penting dalam membangun rasa percaya diri. 

Terakhir, mahasiswa perlu mengingat bahwa kesehatan fisik dan mental adalah prioritas utama. Mengelola stres, menjaga keseimbangan antara studi dan kehidupan pribadi, serta mencari dukungan sosial adalah langkah penting dalam mengatasi tekanan perfeksionisme. Penting untuk membangun budaya yang mempromosikan penerimaan diri, keberanian untuk berbuat kesalahan, dan kebahagiaan yang seimbang di kalangan mahasiswa.

Dalam era kompetisi yang semakin ketat, banyak mahasiswa merasa tertekan untuk menjadi sempurna dalam segala hal. Tekanan perfeksionisme sering kali menghantui kehidupan mahasiswa, menimbulkan kecemasan, stres, dan bahkan masalah kesehatan mental. 

Perfeksionisme merupakan dorongan yang kuat untuk mencapai standar yang sangat tinggi dan menghindari kesalahan. Mahasiswa perfeksionis sering kali menempatkan beban berat pada diri mereka sendiri, berusaha untuk mencapai nilai sempurna, mendapatkan pujian dari dosen, dan merasa takut akan kegagalan. 

Namun, menghadapi tekanan perfeksionisme ini bisa menjadi kontraproduktif. Alih-alih menginspirasi dan memotivasi, perfeksionisme yang berlebihan justru dapat menghambat pertumbuhan pribadi, menyebabkan stres yang berlebihan, dan mengurangi kebahagiaan mahasiswa. Penting bagi mahasiswa untuk memahami bahwa kesalahan adalah bagian alami dari proses pembelajaran. 

Menyadari bahwa setiap orang memiliki batasan dan tidak mungkin mencapai kesempurnaan adalah langkah penting untuk mengurangi tekanan perfeksionisme.

Merangkul kegagalan sebagai peluang untuk belajar dan berkembang adalah sikap yang lebih sehat. Selain itu, penting bagi mahasiswa untuk mengembangkan pola pikir yang seimbang dan realistis. Menetapkan tujuan yang realistis, mengatur waktu dengan baik, dan mengelola harapan sendiri dapat membantu mengurangi tekanan perfeksionisme. 

Fokuslah pada proses belajar dan pertumbuhan pribadi, bukan hanya pada hasil akhir. Tak kalah pentingnya, mahasiswa perlu menyadari pentingnya kesehatan fisik dan mental. Menjaga keseimbangan antara studi, pekerjaan, dan kehidupan pribadi sangat penting untuk mengurangi tekanan perfeksionisme. 

Mencari dukungan dari teman, keluarga, atau sumber daya kampus juga bisa membantu dalam mengatasi tekanan ini. Dalam menghadapi tekanan perfeksionisme di kalangan mahasiswa, penting untuk mengubah paradigma dan memprioritaskan kesehatan dan kebahagiaan. Mengenali dan menerima diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan adalah langkah awal menuju kebebasan dari tekanan perfeksionisme yang berlebihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun