Kemarahan publik dunia terhadap genosida rakyat Gaza yang dilakukan Israel sebagai buntut dari serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 telah mencapai fase yang paling buruk. Beberapa pengamat sejarah bahkan menyebutnya sebagai pengulangan tragedi Nakba tahun 1948. Serangan Israel kali ini benar-benar membabi buta, masif dan memiliki daya rusak yang luar biasa. Melalui krisis perang dan kemanusiaan ini juga semakin terlihat nyata siapa saja yang masih memiliki dan menjunjung tinggi etika moral kemanusiaan dan siapa saja pendukung kebijakan bias yang justru menjustifikasi aksi brutal Israel karena agenda (geo)politik dan kepentingan ekonomi kelompoknya.
Warga dunia, aktivis kemanusiaan dan banyak pemimpin negara berteriak, berdemonstrasi dan mengecam genosida yang dilancarkan Israel terhadap rakyat Gaza karena sangat diluar nalar dan proporsi; Tentara Israel membumihanguskan rumah-rumah warga sipil, mem-bom fasilitas umum seperti: rumah sakit, sekolah, rumah ibadah dan shelter pengungsian bahkan milik PBB sekalipun. Gelombang protes terhadap Israel kali ini bisa kita rasakan sangat masif dilakukan oleh berbagai kalangan. Namun kita juga disuguhi oleh kenyataan absurd dukungan Amerika Serikat dan negara-negara besar di Eropa lainnya, termasuk dukungan dari banyak public figure dan influencer dunia bagi si penjahat kemanusiaan. Sebuah ironi kemanusiaan dan kemunafikan yang dipertontonkan secara telanjang didepan mata dunia.
Ilan Pappe, sejarawan dan professor dari Fakultas Ilmu Sosial dan Kajian International di Universitas Exeter sekaligus penulis buku The Ethnic Cleansing of Palestine menyebut konflik Palestina-Israel sebagai bentuk kolonisasi yang sangat buruk dan diluar batas kemanusiaan. Kolonisasi laten yang dilanggengkan oleh Israel terhadap rakyat & wilayah Palestina melalui operasi pencaplokan wilayah yang keji dan telah berlangsung selama 75 tahun. Menurut Pappe, kolonisasi ini telah memakan banyak korban jiwa di pihak rakyat Palestina khususnya di wilayah Gaza dan Tepi Barat; peristiwa perundungan dan penghilangan nyawa terhadap rakyat Palestina berlangsung hampir setiap hari. Sehingga sungguh sangat naif apabila kita beranggapan bahwa peningkatan eskalasi krisis Palestina-Israel tersebut (satu-satunya) karena dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober yang lalu. Pada akhirnya, reaksi apapun yang muncul dari para pejuang dan rakyat Palestina tidak lain merupakan bentuk dan kebutuhan dasar mereka untuk bertahan hidup dan membela martabat dirinya.
Saat ini akses informasi real-time tentang krisis kemanusiaan di Gaza Palestina dengan mudah kita peroleh melalui kanal-kanal informasi khususnya dari media sosial dan dengan sangat cepat juga menyulut beragam reaksi kebingungan, kecaman bahkan fanatisme buta dari kubu yang pro maupun kontra. Dari krisis ini, kita tidak hanya disuguhi bentuk blockade dan serangan darat yang dilakukan oleh Israel terhadap Gaza, tetapi juga information war yang berlangsung di ranah maya di kanal-kanal media sosial mainstream seperti: TikTok, X, Facebook & YouTube. Terindikasi banyak bersliweran misinformasi, hoax dan konten fabrikasi yang dilancarkan oleh para pendukung aggressor secara terstuktur dan masif sebagai bentuk pembenaran atas agresi & genosida yang sedang berlangsung. Warga dunia yang sedang kalut, terutama mereka yang minim literasi secara emosional ikut menyebarkan misinformasi atau termakan hoax yang sengaja diumpankan oleh pihak oppresor.
Informasi dan pemberitaan tentang krisis tsb datang bertubi-tubi ke gawai, akun media sosial dan ruang-ruang privat kita. Dan kita menyadari psikologis kemanusiaan kita yang ingin segera membantu pihak-pihak yang kita anggap tertindas dan terdzolimi dengan sumber daya apapun yang kita mampu kapitalisasi saat ini. Tidak sedikit orang yang merasa dirinya tidak berguna jika hanya berpangku tangan. Sebagai pihak yang ingin menolong dan berkontribusi pada kemanusiaan tetapi berada sangat jauh dari ground zeroes, apa sajakah sebenarnya yang kita bisa lakukan?
Menurut Yaqeen Institute for Islamic Research, sebuah lembaga non-profit yang berbasis di Texas-Amerika Serikat, terdapat beberapa action items yang kita bisa lakukan dalam upaya membantu dan meredakan krisis kemanusiaan di Palestina.
Yang pertama, memanjatkan doa tulus bagi para penyintas dan frontliner kemanusiaan di ground zeroes. Tidak sedikit yang meremehkan kekuatan doa karena reward dan dampaknya yang tidak selalu instan / mewujud seketika serta tangible (kasat mata). Muslim menyakini bahwa timing pengabulan dan bentuk pengabulan doa sepenuhnya merupakan hak ALLAH SWT karena ALLAH Maha Mengetahui yang ghaib dan Maha Mengaturnya bagi kemaslahatan umat manusia. Sebuah hadis sahih mengingatkan kita: "Sesungguhnya seorang hamba terhalangi dari rizkinya karena dosa yang dilakukannya. Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat. Dan sesungguhnya perbuatan baik (kepada orang tua) itu memperpanjang umur." (HR. Ahmad no. 22438, Ibnu Majah no. 22438).
Yang kedua, mengambil bagian dalam menyuarakan ketidakadilan sesuai kapasitas masing-masing. Di belahan bumi manapun kita berada saat ini, setiap muslim tetap bisa ikut melantangkan pembebasan Palestina atau urgensi genjatan senjata di wilayah konflik. Hal itu bisa kita lakukan melalui media sosial, blog, menulis di media massa dan/ atau mengikuti forum-forum kajian secara daring dan luring.Â
Yang ketiga, tidak berhenti mengedukasi diri. Kita hidup di era post-truth dimana kecermatan dan ketajaman dalam menyaring dan memilah informasi sehingga sampai pada data/ fakta yang (lebih) kredibel sangatlah penting. Kita tidak bisa ikut dalam sebuah forum perdebatan mengenai suatu isu jika kita tidak pernah membaca sumber-sumber berita, buku dan/ atau laporan riset yang kredibel berkenaan dengan topik tersebut. Atau jika ternyata kita tidak memiliki cukup waktu untuk menguyah semua informasi kredibel yang dibutuhkan tersebut, setidaknya kita bisa mengikuti (mem-follow) individu, public figure, akademisi & negarawan yang telah teruji integritas, pandangan, kecakapan dan kepakarannya berkenaan dengan topik / isu yang ingin kita dalami.
Satu hal lagi yang mungkin bisa kita lakukan adalah memberikan donasi untuk Palestinian Cause/ Perjuangan Palestina. Kita bisa terlebih dahulu melakukan riset kecil-kecilan untuk mencari tahu daftar organisasi filatropi atau LAZIS (di dalam atau luar negeri) yang telah mendapatkan pengakuan dan memiliki track record akuntabel dalam mengelola sumbangan kemanusiaan.
Krisis kemanusiaan di Gaza Palestina kali ini terasa amat mengaduk-aduk emosi dan mengacaukan persepsi. Tentu kita berharap konflik ini tidak berkepanjangan dan meminta lebih banyak korban. Sebagai sebuah kontribusi yang bersifat personal, empat action items diatas tampaknya kecil dan remeh, namun ke-empatnya sangat jelas menunjukkan keberpihakan kita pada kemanusiaan, dan sejatinya tidak ada suatu kebaikan pun yang sia-sia di sisi ALLAH SWT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H