Untuk urusan selera humor, sepertinya Direktur Utama (DIrut) Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULog) layak diacungi jempol. Budi -Buwas- Waseso yang memimpin Badan Usaha MIlik Negara ini, memang pandai membuat lelucon, yang mungkin dialamatkan untuk meledek lawannya.
Beberapa hari lalu, Buwas mengutarakan mimpinya bisa mengekspor beras pada masa panen raya di bulan Maret mendatang. Tolok ukurnya adalah, ekspor bakal dilakukan jika gudang beras milik Bulog tak cukup menyerap beras hasil panen raya.
Menurut hitungan kasar sang Direktur Utama Bulog, Budi -Buwas- Waseso, saat ini gudang Bulog sudah terisi 2,1 juta ton beras. Dengan kondisi tersebut, pihaknya hanya mampu menyerap 1,8 juta ton beras dari hasil panen raya. Hanya sebanyak itu, dan tidak bisa menyerap lebih banyak lagi.
Atas dasar itu lah, Buwas berasumsi bisa menjual hasil produksi panen beras petani ke beberapa negara karena mungkin mereka butuh dari Indonesia. Bahkan ia dengan percaya dirinya mengaku sudah melakukan beberapa pembicaraan dengan negara sahabat untuk menjajal wacana ekspor beras.
Ia juga menjadikan petani sebagai alasan dari rencana ekspor tadi. Menurutnya ekspor ini juga ditujukan agar harga gabah yang diterima petani tak anjlok. Sebab, sesuai hukum permintaan dan penawaran, lonjakan suplai akan bikin harga beras turun jika permintaan dianggap tetap.
Tapi belum sampai seminggu, mimpi itu seperti direvisi oleh Buwas sendiri. Kepada wartawan yang menemuinya di Istana, Jumat siang, BUwas mengaku sedang mengkaji opsi impor beras. Ini jauh bertolak belakang denga keinginannya beberapa hari lalu untuk mengekspor beras.
Opsi impor beras itu, menurut Buwas hanya dikhususkan ke provnisi Sulawesi Selatan. Alasannya, provinsi tersebut sedang terkena musibah banjir, sehingga ada potensi gagal panen yang harusnya terjadi di bulan Februari dan Maret 2019 nanti.
Sebelum opsi itu diputuskan, Buwas dan Kementerian teknis (dalam hal ini Kementerian PErtanian dan Kementerian PErdagangan) akan mengkaji terlebih dahulu dampak dari banjir Sulsel.
Kekuatiran akan terjadinya gagal panen itu wajar. Karena mengacu pada Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tercatat setidaknya ada 11.433 hektare sawah yang terendam banjir.
Mendatangkan beras impor ke kampung halaman AMran, ibarat menyerang langsung ke jantung pertahanan. Karena selama ini, Mentan Amran Sulaiman kerap menggembar-gemborkan surplus produksi padi dalam negeri.
Amran juga yang mengajukan impor beras di RApat Koordinasi Terbatas (Rakortas), dan ia juga yang menentang impor itu ketika dicegat wartawan seusai rapat.
Kelakuan Buwas menyindir Amran itu mungkin ada hubungannya dengan perlakuan Amran kepada  Buwas terlebih dahulu.
Berbekal data dari Kementerian PErtanian, BUlog yang dipimpin Buwas sempat ikut menolak impor beras. Belakangan, data produksi beras dikoreksi Badan Pusat Statistik (BPS). Untung saja, Buwas tidak pasang badan harga mati mendukung Amran. Karena bila itu terjadi, entah sudah melonjak setinggi apa harga beras di dalam negeri.
Berikutnya, Buwas mungkin juga kesal dengan data produksi jagung dalam negeri versi Kementan. Katanya, produksi jagung kita surplus hingga 13 juta ton. Tapi kenyataan di lapangan, harga jagung tetap tinggi. Bahkan KEmentan sendiri yang mengajukan impor jagung, dan membuat BUlog ketempuan kerja tambahan. Â Tidak berhenti sampai di situ, Mentan AMran Sulaiman juga menyalahkan factor logistic sebagai penyebab harga jagung yang mahal di dalam negeri.
Untung saja Buwas masih melancarkan pembalasan yang elegan untuk Arman. Kini ia menyindir bahwa Indonesia memang bisa ekspor beras. Tapi khusus untuk Sulawesi Selatan, kampung halaman Amran, memerlukan bantuan beras dari luar negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H