Sedungu-dungunya seekor keledai, ia tidak akan terperosok di lubang yang sama untuk kedua kalinya. Apalagi mahkluk semulia manusia yang dibekali akal budi dan logika. Manusia tentu bisa belajar, bahkan untuk tidak pernah terperosok lubang sekalipun.Â
Misalnya pada tahun ini, pemerintah meminta Perum Bulog untuk memaksimalkan penyerapan jagung petani pada musim panen Februari, Maret, dan April nanti. Langkah itu dilakukan untuk menghindari potensi impor pada musim paceklik. Keputusan itu berdasarkan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Meski baru sebatas pembahasan awal dan belum menentukan target volume jagung yang akan diserap petani, tapi antisipasi ini sangat penting agar kita tidak perlu impor jagung seperti yang terjadi di tahun 2018 kemarin.
Di 2018 kemarin, Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim terjadi surplus produksi jagung. Menurut catatan mereka, produksi jagung tahun lalu mencapai 30,05 juta ton, dengan angka kebutuhan mencapai 15,58 juta ton. Sementara itu, produksi tertinggi tercatat pada Februari dan Maret dengan capaian 4,2 juta ton dan 3,3 juta ton. Pada bulan lain, produksi hanya berkisar antara 1,8 juta ton sampai 2,2 juta ton per bulan.
Namun dengan klaim surplus sebanyak itu, ternyata kita masih harus impor jagung. Karena harga jagung di pasaran melebihi patokan yang sudah ditetapkan pemerintah. Sehingga para peternak berteriak, lantaran ongkos produksi mereka ikutan naik seiring melonjaknya harga bahan pakan.
Tapi kita semua masih tetap harus waspada. Karena selain ada rencana penyerapan jagung oleh Bulog, ada juga rencana Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman untuk mengekspor jagung ke luar negeri. Langkah itu tentu akan menggerus ketersediaan stok jagung dalam negeri. malah kita bisa terjebak pada sebuah fenomena yang sia-sia. Di satu sisi Bulog menyerap produksi dalam negeri, tapi di sisi lain ada Mentan Amran Sulaiman yang menghambur-hamburkan jagung ke luar negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H