Bila para peternak mendengar pemaparan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman di Parlemen, awal pekan kemarin, mungkin mereka akan tersayat-sayat hatinya.
Di hadapan para wakil rakyat, Mentan Amran Sulaiman mengatakan akan mengekspor jagung saat masa panen pada bulan Maret-April ke depan. Padahal di dalam negeri, para peternak masih kesulitan memperoleh jagung untuk bahan pakan ternaknya. (Sumber)
Ibarat kata, peternak terjepit dari dua arah.
Kondisi seperti itu memaksa mereka untuk menggelar serangkaian aksi. Dan akhirnya, pemerintah memutuskan untuk mengimpor jagung. Karena sebelumnya, Mentan Amran Sulaiman pernah melarang impor jagung untuk pakan. Alasannya, produksi jagung dalam negeri sudah mencukupi.
Data yang dibeberkan Mentan itu, kalah oleh fakta di lapangan. Akhir tahun, Mentan mengajukan impor jagung sebanyak 100 ribu ton. Dan awal tahun ini, Mentan kembali mengajukan impor sebesar 30 ribu ton.
Tapi ternyata, kucuran jagung yang didatangkan pemerintah itu juga belum bisa dijangkau oleh peternak. Karena jagung impor yang sedianya didatangkan untuk peternak rakyat, ditengarai dibeli oleh orang lain.
Para peternak yang tergabung dalam Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) mengungkapkan bahwa pasokan jagung impor habis di pasaran, dan banyak dari peternak mandiri yang tak kedapatan. Mereka pun terpaksa membeli jagung dengan harga tinggi. Saat ini jagung dipatok di kisaran Rp 6.300 hingga Rp 6.700 per kilogram (kg).
Harga jagung yang terus meningkat membuat peternak ayam terus merugi. Akibat hal itu, peternak pun mengurangi jumlah ternaknya dan berakibat pada berkurangnya volume produksi. ongkos produksi untuk telur dan daging ayam berada di kisaran Rp 18.000. Namun harga jual justru di angka Rp 19.000 hingga Rp 20.000. Akibatnya, peternak mesti menanggung kerugian hingga Rp 1.000 per produksi telur atau ayam.
Di pihak lain, Badan Urusan Logistik (Bulog) yang bertindak sebagai pengimpor dan distributor jagung impor menyangkal bahwa mereka menjual jagung kepada non peternak rakyat.Â
Direktur Utama Perum Bulog, Budi -Buwas- Waseso mengatakan bahwa impor di akhir 2018 sebanyak 100 ribu ton dilakukan berdasarkan perhitungan kebutuhan. Sehingga saat masuk Indonesia, jagung akan langsung dijual sesuai dengan catatan peternak yang membutuhkan.