PERKEMBANGAN Â PR DI MESIRÂ
Praktek yang mengarah pada Public Relations di Mesir sebenarnya sudah di mulai sejak zaman dahulu kala, kurang lebih 4000 tahun lalu. Setelah itu, Mesir mulai terpengaruh cara berpikir Napoleon Bonaparte. Namun kemudian setelah PD II, Inggris mulai memasuki Mesir, dan mengajarkan beberapa ajaran dari Inggris, salah satunya adalah teknik PR, tentara Inggris mengajarkan teknik PR pada rakyat Mesir.
Pemerintahan yang di anut oleh Mesir Adalah demokratis. Namun dengan adanya Nasser sebagai presiden pertama, pemerintahan di Mesir justru terkesan tangan besi atau sentralisasi. Segala informasi diatur dan dikontrol oleh pemerintah, hal ini membuat adanya keterbatasan informasi dan pesan. Dan dengan adanya hal tersebut, maka hal tersebut juga menjadi salah satu hambatan untuk para praktisi PR mengembangkan PR di Mesir.
Kemudian muncullah Anwar Sadat sebagai pengganti Nasser sebagai presiden. Pada awal masa pemerintahan Sadat, rakyat mesir sedikit bisa bernafas lega karena Sadat membuka kesempatan penanaman modal asing di Mesir, namun ternyata tak berlangsung baik kedepannya karena pada masa pemerintahan Sadat terjadi inflasi besar-besaran yang menyebabkan ekonomi negara Mesir kolaps. Selain itu, Sadat menandatangani surat perjanjian damai dengan Israel.Â
Dengan penandatanganan surat itu, Sadat dianggap sebagai penghianat  negara dan akhirnya Mesir di keluarkan dari perserikatan bangsa di Timur Tengah. Hal ini membuat masyarakat dan aktivis memberontak karena hal itu pemerintah membatasi kebebasan untuk berpendapat dan aktivitas yang dianggap membahayakan pemerintahan. Hal ini berpengaruh pada profesi PR. Dapat dikatakan pada masa kepemimpinan Sadat, segala sesuatunya dianggap menjanjikan namun akhirnya tidak berbeda jauh dengan kepemimpinan Nasser.
Kemudian setelah Sadat lengser, maka digantikan oleh pengganti yang baru yaitu Hosni Mubarak. Hosni Mubarak juga mnjalankan pemerintahan seperti Nasser. Dia mengembalikan kepercayaan negara-negara arab yang awalnya telah luntur akibat perjanjian damai dengan Israel. Pada masa pemerintahan Mubarak yang menyerupai Nasser, profesi PR harus tunduk pada penguasa.
Setelah kita mengetahui sejarah singkat tentang pemerintahan Mesir, maka sekarang kita masuk pada sejarah perkembangan PR itu sendiri di Mesir.
Di Mesir, profesi PR sering disalah artikan sebagai hospitality atau hanya sekedar pekerjaan yang membutuhkan keramahan untuk menjamu orang lain. Di Mesir, PR, periklanan dan marketing kerap disama artikan. Banyak pihak di Mesir yang tak memahami dengan baik bagaimana seharusnya PR itu bekerja, bahkan hanya 10% dari praktisi PR yang menjalankan sebagaimana seharusnya PR bekerja, sisanya takl lebih dari sekedar salesman.
Dalam hubungan dengan media, PR di Mesir juga tak bisa diharapkan. Karena PR di Mesir kurang memiliki pendidikan PR yang baik, yang kemudian membuat awak media justru enggan berhubungan dengan para praktisi PR disana. PR dianggap tidak efektif, dan tidak dihargai karena praktisi PR tidak memiliki kekuatan dalam menentukan strategi dan taktik di organisasi.Â
Praktisi PR dianggap bukan sebagai sumber informasi yang baik karena mereka tidak punya kekuatan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan dan harus menghubungi atasan mereka untuk menjawab pertanyaan tersebut dan biasanya memerlukan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk mendapatkan jawaban.Â
Karena hal itu Jurnalis di Mesir menganggap bahwa jawaban dari PR tidak berguna. Spesialisasi PR lain seperti relasi investor, perancangan sponsorship, manajemen event, manajemen krisis, dan hubungan pemerintah jarang ditemukan di antara organisasi di Mesir karena organisasi di Mesir masih memandang PR sebagai bagian yang tidak penting dalam perusahaan.