Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Kesehatan Mental Remaja di Media Sosial

28 November 2017   12:41 Diperbarui: 30 November 2017   20:11 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.koko-nata.net/

Sebagai remaja yang hidup di tahun 2017, siapa yang tak tahu Awkarin? Seorang pemudi cantik berdarah Betawi campuran Sunda yang hijrah dari kepulauan Riau menuju ibukota Jakarta untuk menimba ilmu di masa SMA nya.

Remaja yang memiliki nama Awkarin di media sosial ini memiliki nama asli Karin Novilda. Yang membuat ia terkenal adalah karena dia merupakan peraih nilai UN tertinggi di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Lalu apakah hanya itu saja yang membuat ia terkenal sehingga saya perlu menuliskan tentang Karin di sini?

Tentu saja tidak. Karin mulai terkenal di Indonesia (khususnya para pengguna media sosial) karena ia sering memposting apa saja yang dilakukannya termasuk beberapa postingan yang kurang pantas seperti merokok dan berciuman dengan pacarnya. Selain foto, Karin dikenal luas karena ia membuat vlog (video blog) dala vlog tersebut, bahasa Karin kasar terdengar sangat kasar dalam segala situasi dan kondisi. Ketika dia lagi senang maupun sedih, atau bahkan marah, dalam bahasa Indonesia maupun Inggris, sumpah serapahnya selalu berhamburan.

Tidak hanya kasar dalam berbicara, Karin juga kasar dalam bercanda. Snapchat dan vlog-nya pun kadang berisi jokes seputar seks.

Lalu apakah hanya itu yang membuat saya mengangkat kasus Karin ini? Tentu saja tidak. Beberapa waktu lalu, pengguna platform media sosial dihebohkan dengan pengakuan Karin lewat video yang kemudian di unggahnya di channel Youtube-nya. Apakah isi videp tersebut? video tersebut berisi tentang luapan rasa kekecewaan Karin yang baru saja diputus cinta oleh sang kekasih yang diketahui bernama Gaga Muhammad. Yang membuat saya terkejut adalah, ternyata Gaga ini masih berusia 16 tahun, usia yang menurut saya masih terlalu muda untuk gaya hidup Gaga yang diperlihatkan di media sosial.

Minum, clubbing, pacaran dengan gaya yang lumayan vulgar, belanja ini itu dengan harga yang tidak sedikit padahal umurnya masih 16 tahun. Sekali lagi saya tekankan masih 16 tahun. Dalam video tersebut, Karin yang sekarang berusia 19 tahun mengakui bahwa ia sangat kecewa atas tindakan yang dilakukan oleh mantan pacarnya tersebut. ia merasa dipermainkan dan ditipu oleh sang pacar.

Kemudian yang membuat para penonton terkejut lagi adalah dia berkata bahwa dia menggunakan kunci jawaban untuk mengerjakan Ujian Nasionalnya. Jujur saya sebagai salah satu penonton yang menonton video blog tersebut dibuat lumayan kaget, pasalnya Karin ini terkenal dengan slogannya yang ia populerkan sendiri yaitu "nakal boleh, bego jangan". Dengan tindakannya menggunakan kunci jawaban justru malah seakan menunjukkan bahwa Karin tidak bisa menjaga dan konsisten dengan omongannya sendiri.

Selain itu di dalam vlog yang ia buat, ia berkata bahwa ia sudah melepas impiannya berkuliah di Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia hanya supaya bisa menemani sang pacar lebih lama dan lebih sering lagi. Bagi saya  ini sudah cukup "menyedihkan". Bahwa ternyata masih ada orang yang se-naif itu melepaskan cita-cita hanya untuk pacaran yang menurut saya masih belum bisa jelas dipastikan akan dibawa kemana, karena jika dilihat dari segi umur saya rasa mereka berdua masih berada di dalam masa pacaran remaja yang labil.

Selain itu dalam vlog yang berdurasi lumayan panjang tersebut Karin mengungkapkan kekecewaannya terhadap orang-orang yang selalu memberikan komentar negatif akan dirinya di media sosial. Dia bahkan ternyata sempat ingin bunuh diri dengan menenggak aseton yang merupakan cairan pembersih kutek karena ia banyak dibully di media sosial. Padahal jika kita melihat ke belakang, ia di bully juga karena kelakuannya sendiri.

Miris yang saya rasakan tidak hanya berhenti disitu saja. Pengikut media sosial Karin mayoritas adalah anak di bawah umur, sekitar umur 11 hingga 18 tahun. Bayangkan bagaimana kehidupan sehari-hari Karin yang ia ekspos di media sosial bisa dilihat dan bahkan ditiru oleh banyak orang termasuk adek-adek di bawah umur.

Yang membuat ini lebih menyedihkan lagi adalah ternyata adik-adik di bawah umur tersebut justru melihat dan memandang Karin sebagai panutan dan orang yang sangat berpengaruh di dalam hidup mereka. Mereka menganggap gaya pacaran Karin yang seperti itu adalah sebuah gaya pacaran idaman dan impian setiap insan. Mereka selalu meninggalkan komentar seperti : "Waaaaah, so sweetbanget, aku juga mau punya pacar kaya gitu"; "Kapan ya aku bisa pacaran kaya gitu?"; dll.

Hal yang ditakutkan pun muncul, seperti bagaimana jika mereka para penonton vlog Karin yang notabene banyak yang masih dibawah umur melakukan persis sama dengan apa yang dilakukan oleh Karin? Pacaran vulgar, mabuk-mabukan dengan bebas, menyontek untuk Ujian Nasional. Saya rasa usaha RA Kartini menjadi percuma ketika kita melihat kehidupan si Karin ini. Selain itu, kabarnya dia juga tinggal  terpisah dengan orang tuanya. Karin hidup di rumah yang ia miliki dari jerih payahnya sendiri. Ia mendapatkan uang yang kabarnya 32 juta per bulan. Ternyata akun youtube dan askfm-nya dimonetized. Setiap orang yang subscribe atau nonton videonya akan dihitung sama youtube dan doi dibayar. Dia juga buka open endorse untuk segala jenis barang.

Memang betul jika kita hidup di era oversharing, gara-gara social media. Sebagai manusia modern, ada satu rasa gatal dari diri kita untuk membagikan sedikit dari siapa kita pada orang lain sebagai wujud pembuktian diri identitas -- lewat gambar, tulisan, suara, yang dengan mudahnya tersebar ke siapapun.

Para youtuber atau selebgram yang berani posting segala macam adalah orang yang (harusnya) berprinsip, tau batasnya sharing dan show off, tahu kapan harus stop, dan tahu bagaimana caranya menutup mata dan mulut. Ketika mereka jadi sosok yang dilihat semua orang, setiap orang boleh berkomentar apapun tentang mereka, karena mereka telah dengan gamblangnya membagikan kehidupan pribadi di ranah sosial.

Cukup membicarakan tentang Karin, maka disini saya akan mencoba mengaitkan perilaku Karin dengan Pancasila, saya rasa cukup penting untuk mengaitkan kehidupannya dengan Pancasila. Karena :

  1. Karin merupakan warga sipil Indonesia
  2. Karin masih menggunakan Bahasa Indonesia dalam kehidupannya
  3. Saya yakin Karin juga tahu tentang Pancasila dan bagaimana seharusnya  menerapkan Pancasila dalam kehidupannya.

Dimulai dari sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam ajaran agama, saya rasa agama apapun yang ada di Indonesia ini, Tuhan selalu mengajarkan bahwa hidup di dunia ini seharusnya tidak boleh sombong, memamerkan harta duniawi. Di dalam agama Katolik sendiri kita di ajarkan untuk selalu mengejar kekayaan surgawi bukanlah duniawi. Namun di sini Karin justru memamerkan semua yang ia miliki, selain itu ia juga sering berkata kasar dan melakukan hal yang tidak senonoh di dalam vlognya.

Kemudian yang saya angkat disini adalah sila ketiga. Persatuan Indonesia. Dari sini kita bisa melihat, Karin menyumbang peran dalam degradasi bangsa. Ia membantu merusak moral anak bangsa lewat apa yang ia posting di ranah sosial. Selain itu, Karin menimbulkan kesenjangan sosial dalam kehidupannya. Kita bisa melihat pertemanan Karin berada di level atas. Dia berteman dengan orang-orang yang kaya saja. Masalah tidak muncul pada Karin, namun muncul pada pengikut Karin yang mengikuti gaya hidupnya.

Akan muncul gap disini. Kesenjangan antara orang yang mampu dan orang yang tidak mampu. Selain itu, "perpecahan" sederhana mulai terlihat dari terbentuknya kubu pendukung Karin (#TeamKarin) dan pendukung Gaga (#TeamGaga) yang saling berperang adu mulut di media sosial. Tak main-main, para pendukung setia Karin bahkan membuat akun khusus dan benar-benar membela Karin yang notabene bukan siapa-siapa ini (bahkan menyumbang peran untuk negarapun tidak).

Lalu yang terakhir adalah sila kelima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Tentu saja keadilan sosial tidak terlihat disini. Dimana Karin dan teman-temannya terlihat dengan mudahnya menggelontorkan sekian banyak uang untuk bersenang senang, sedangkan masih banyak orang selain mereka yang sangat membutuhkan uang hanya untuk makan sehari-hari. Kesenjangan terlihat juga disini.

Dan jika dikaitkan dengan materi Pancasila yang sudah kita pelajari, maka Karin merupakan produk globalisasi dan perkembangan IPTEK yang gagal. Disini Karin mencoba untuk mengikuti globalisasi dan mencoba mengikuti arus barat, namun dia lupa memperhatikan norma-norma yang ada di masyarakat Indonesia. Selain itu, ia juga salah dalam menggunakan perkembangan IPTEK. Dia menggunakan media sosial sebagai tempat ia mencurahkan segalanya dan juga berbisnis, sebenarnya apa yang ia lakukan tidaklah salah. Namun apa yang ia katakan dan lontarkan tersebutlah yang salah. Kata-kata yang tidak dipilah dan difilter menimbulkan banyak pro dan kontra.

Setiap permasalahan pasti ada solusinya, begitu pula dengan yang satu ini. Dalam permasalahan kali ini, bisa saja Karin mengaktifkan fitur khusus penonton dewasa di dalam video yang diunggahnya di Youtube, dengan begitu maka anak-anak di bawah umur tidak akan menonton dengan mudahnya, dan selain itu, ia tidak akan di cerca lagi separah sekarang dengan cara tersebut. selain itu, perlu ditekankan dan digaris bawahi bahwa Karin bukanlah seorang sosok yang perlu di anut. Ambil saja sisi positifnya bahwa dia sudah bisa menghasilkan uang yang banyak di usianya yang masih belia. Tapi untuk urusan gaya hidup dan pacaran, saya rasa masih banyak orang lain yang lebih tepat untuk dijadikan role model atau panutan.

 

Gambar 1 : Karin sebelum pindah ke Jakarta


Sumber: www.dandelionstuff.com
Sumber: www.dandelionstuff.com

Gambar 2 : Karin yang gemar memposting foto merokok tanpa di sensor kerap menuai kritikan pedas dari netizen, namun tetap diidolakan remaja di bawah umur.

Sumber: pontianak.tribunnews.com
Sumber: pontianak.tribunnews.com
Gambar 3 : Karin dengan gaya yang stylish dan pose yang keren, maka tak heran banyak yang mengidolakannya.
Sumber: https://www.youthmanual.com/
Sumber: https://www.youthmanual.com/
Gambar 4 : Gaya berpacaran Karin yang menimbulkan pro dan kontra, namun tetap menjadi panutan para remaja di bawah umur.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun