Mohon tunggu...
Iriany Hasan
Iriany Hasan Mohon Tunggu... Guru - Guru Kimia SMAN 2 Kota Ternate juga Duta Rumah Belajar Kemdikbud

kimia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan dan Kantong Teh

28 Januari 2018   21:16 Diperbarui: 29 Januari 2018   07:49 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita semua pasti senang minum teh. Minum teh di pagi hari maupun di sore hari akan membuat kita menjadi rileks dan bersemangat kembali. Namun ada kalanya kebiasaan minum teh dilakukan bersama-sama dan hal ini dijadikan anak-anak muda untuk menunjukkan rasa hormat maupun penyesalan kepada orang lain atau pun orang yang lebih tua.

Minum teh bagi setiap orang merupakan bagian dari kebudayaan dan status sosial. Setiap negara memiliki tradisi minum teh yang unik. Ritual minum teh ini bukan hanya dapat membangun keakraban keluarga tetapi mencerminkan kepribadian, dan pengetahuan tuan rumah yang mencakup tujuan hidup, cara berpikir, agama, ekspresi maupun apresiasi.

Masyarakat Eropa menyebut teh sebagai "tay" atau yang berasal dari bahasa Canton lalu orang Inggris menyebut teh sebagai " Tea" sedangkan orang Belanda menyebutkan "tee" Selanjutnya orang Indonesia menyebutnya "teh".

Tanaman teh pertama kali diperkenalkan tahun 1686 oleh Dr. Andreas Cleyer berkebangsaan Belanda yang membawa teh ini sebagai tanaman hias ke Indonesia.  Lalu abad ke -17 Pemerintah Belanda mendatangkan teh dari Cina untuk ditanam di Indonesia. Sejak saat itu budaya minum teh untuk menjamu tamu untuk penghormatan  di lakukan di Indonesia.

Pada zaman dulu orang menyajikan teh dengan cara-cara yang sederhana dan diagungkan. Misalnya di Rusia; mereka menyajikan teh menggunakan ketel samovar untuk teh musim panas dan teh musim dingin.

Jika air telah mendidih maka teh disajikan dengan zavarka (poci teh). Lain lagi di Jepang. Budaya minum teh di Jepang sangat disakralkan. Minum teh Matcha ini diperkenalkan sejak abad ke 16 oleh Sen No Rkyu. Sejak itu orang Jepang mempunyai budaya minum teh selama 4 jam. Bagaimana dengan Indonesia?

Orang Indonesia juga memiliki tradisi minum teh yang khas. Kita mengenal teh Poci di Tegal; teh Nasgitel di Solo; teh telur di Padang, teh Tarik di Riau dan lain-lain. Profesi membuat teh ini juga sangat spesial. Di Solo profesi membuat teh disebut "Jayeng".

Di Zaman "Now" minum teh dapat dilakukan di mana saja. Teh dengan berbagai aroma, sajian teh dengan tambahan susu atau perasan jeruk atau essens lainnya, semua itu dapat diperoleh dengan cara praktis karena telah tersedia dalam bentuk kantung-kantung teh. Lalu apa yang menarik dari kantung teh ini?

Kantung teh diibaratkan seperti perempuan. Seperti yang dapat kita saksikan  dalam serial film China, simbol  teh selalu dilekatkan pada perempuan. Mengapa harus perempuan? Perempuan memiliki energi atau kekuatan yang tersembunyi dibalik kelembutan tutur katanya. Lihatlah kemampuan yang terjadi saat kantung teh direndam dengan air panas. Kantung yang kecil tadi dapat menghasilkan warna teh dan rasa yang berbeda sehingga dapat dinikmati  oleh penikmat teh.

Di tangan seorang perempuan hebat akan lahir generasi hebat. Perempuan memiliki peluang yang sama dengan laki-laki dalam peran, fungsi, kedudukan serta posisi. Perempuan adalah makhluk yang khas dan tak tergantikan.

Perempuan Indonesia di zaman kini telah mengalami banyak kemajuan. Mereka memiliki mimpi yang berani mereka wujudkan. Banyak perempuan telah memilih profesi yang dulunya hanya dimiliki oleh kaum laki-laki. Ada yang telah menjadi insinyur, ada yang telah menjadi astronot, techpreneur ada yang menjabat sebagai direktur perusahaan maupun seorang ahli bio teknologi. Semua yang dulu mustahil dicapai oleh  perempuan kini menjadi sesuatu yang mungkin.

Perempuan dan teknologi merupakan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Di zaman kini, perempuan telah berani mengambil peran untuk ikut berpartispasi dalam pembangunan. Mereka juga sadar bahwa penguasaan teknologi merupakan keterampilan yang dibutuhkan di era disruptionini.

Kasus tidak responsif gender dapat dilakukan dengan memberdayakan pengarusutamaan gender pada semua lini kehidupan. Perempuan Indonesia harus sadar dengan jumlah mereka yang lebih banyak, merupakan potensi untuk memperjuangkan hak serta posisi mereka dalam aspek kehidupan. Perempuan tidak boleh mengalami kasus termarginalkan, menangung beban kerja ganda dengan upah minim , mengalami  kekerasan maupun menjadi stereotype. Perempuan harus merubah cara berpikirnya bahwa mereka harus memiliki kompetensi diri yang lebih baik tanpa meninggalkan kodratnya. Keterampilan-keterampilan abad 21 harus dimiliki oleh perempuan abad ini agar mereka tidak tertinggal secara pendidikan, ekonomi,sipil, politik, tenaga kerja kesehatan, dan lain-lain.

 Dengan membangun kekuatan keluarga maka perempuan harus menjadi ujung tombak perubahan revolusi mental dan kemajuan generasi bangsa . Perempuan Indonesia juga perlu melibatkan diri dalam kelompok-kelompok atau komunitas IOT (Internet Of Thinking) serta mampu mengembangkan cara berpikir Blended of Think. Jayalah perempuan Indonesia.

 

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun