Mohon tunggu...
IRHAN PELTU SAPUTRA
IRHAN PELTU SAPUTRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS PAMULANG

MAHASISWA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbandingan Hukum Waris Adat Minangkabau dan Hukum Perdata

29 Maret 2024   03:20 Diperbarui: 29 Maret 2024   03:38 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sistem kewarisan Minangkabau dan kewarisan hukum perdata yang ada dalam dua sistem kewarisan berbeda. Dalam adat Minangkabau sistem harta waris diturunkan secara kolektif. Harta waris adat Minangkabau dibagikan secara turun temurun berdasarkan sistem matrilineal garis keturunan ibu. Sedangkan di hukum waris perdata terdapat beberapa golongan ahli waris. Ketika golongan terdahulu sudah terpenuhi maka tertutuplah golongan lainnya, dan Jika semua golongan tidak terpenuhi maka harta peninggalannya jatuh ke negara.

Di Indonesia terdapat tiga cara pembagian waris yaitu berdasarkan adat,hukum islam,dan hukum perdata. Di Minangkabau sendiri ada dua jenis klasifikasi harta yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi adalah harta pusaka yang didapat secara turun temurun menurut garis keturunan ibu. Sedangkan harta pusaka rendah adalah harta yang berasal dari hasil usaha sendiri. 

Pewarisan harta pusaka tinggi sesuai dengan ketentuan adat Minangkabau yaitu diwariskan secara kolektif menurut garis keturunan ibu. Harta pusaka tinggi ini tidak boleh diperjual belikan ataupun digadai untuk kepentingan pribadi. Sedangkan harta pusaka rendah adalah harta yang di dapatkan dari hasil usaha pekerjaan sendiri, termasuk harta pencaharian suami istri.

Pada dasarnya harta pusaka tinggi berasal dari harta pusaka rendah yang dimanfaatkan secara turun-temurun . Sekali diwariskan secara adat maka harta tersebut menjaadi harta pusaka tinggi. Pada konsepnya harta pusaka rendah bisa menjadi harta pusaka tinggi, sedangkan harta pusaka tinggi tidak dapat menjadi harta pusaka rendah, Kecuali adat sudah tidak berdiri lagi. Karena harta pusaka tinggi tidak dapat di bagi-bagi tetapi diwariskan secara turun temurun menurut garis keturunan ibu. Harta pusaka rendah yang merupakan hasil pencaharian suami istri diwariskan kepada anak sesuai dengan ketentuan syarak, yaitu hukum faraaidh.

Dalam hukum waris perdata tidak dibedakan jenis kelamin seperti hukum waris adat Minangkabau. Seseorang menjadi ahli waris karena perkawinan dan hubungan sedarah. orang yang mimiliki hubungan darah terdekatlah yang berhak untuk mewarisi (Pasal 852 KUHPer). Dalam KUHPerdata terdapat empat golongan ahli waris yang bergiliran berhak atas harta warisan, dengan pengertian bahwa apabila ada golongan yang lain tidak berhak mendapatkan harta waris dan apabila golongan ke-1 tidak ada maka golongan ke-2 saja yang berhak mendapatkan harta warisan begitu seterusnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun