Realitas demokrasi Indonesia mengalami banyak perubahan danperalihan Pasca reformasi. Bukan sesuatu yang mudah bagi bangsa Indonesiamelewati transisi demokrasi hingga kemudian memperlihatkan kemajuan.Langkah-langkah besar dan mendasar yang telah dilakukan untuk menjadikandemokrasi sebagai arah tujuan negara yaitu dengan melakukan amandemenUndang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
Amandemen UUD NRI1945 mengubah sistem politik Indonesia secara substansial, di antaranya, (1)pemilihan umum (Pemilu): (2) pembatasan periode masa jabatan presiden (dua kalimasa jabatan); (3) perubahan pemilihan presiden dari sistem perwakilan olehMajelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menjadi pemilihan langsung oleh rakyat;(4) Pemilu diselenggarakan oleh lembaga khusus secara nasional dan independen.
Pemilu meskipun tidak sama dengan demokrasi, tetapi Pemiluadalah konsep dan sekaligus wujud nyata dari demokrasi prosedural. Karena tidakpernah ada satu pun negara demokratis yang sepenuhnya dijalankan langsung olehsemua rakyat dan sepenuhnya untuk seluruh rakyat. Sehingga Pemilu merupakancara yang paling kuat bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam demokrasiperwakilan modern (representative government). Keikutsertaan rakyat merupakankunci utama dalam menjalankan sistem pemerintahan yang demokratis (Budiardjo:2006).
Pemilu Berintegritas merupakan salah satu output yangdiharapkan dari pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan umum di negara-negara dunia,termasuk di Indonesia. Berbagai pembahasan, isu dan wacana tentang pemilu yangberintegritas telah digaungkan dan dikampanyekan oleh banyak pihak.
Pemilihan Umum atau yang sering disebut dengan pemilu adalahsarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum,bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesiaberdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 (UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu).
Sementara, Para ahli banyak memberikan pengertian terhadap integritas (Integrity) salah satunya adalah pendapat Butler (dalam Wasesa: 2011)mengkonsepsikan “integritas sebagai sebuah reputasi, dalam konteks organisasiseseorang dapat dipercaya karena kejujurannya.” Integritas berasal dari katalatin “integrate” yang artinya memberi tempat dalam suatu keseluruhan.Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Integritas berarti mutu, sifatatau keaadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dankemampuan memancarkan kewibawaan dan kejujuran.
Secara defisini makna pemilu berintegritas memiliki banyakpenjelasakan, seperti halnya menurut Pusdiklat Bawaslu yang menjelaskan makna pemiluberintegritas sebagai “pemilu yang mampu menjaga daulat rakyat secara genuineberdasarkan prinsip kesetaraan hak pilih (equal suffrage) dan kepastian hukum (legalcertainty)”.
Genuine dimaknai sebagai kemurnian suara rakyat (pemilu jujur danadil dalam arti tidak terdapat manipulasi, kecurangan dan kekeliruanadministrasi), sementara Equal Suffrage dimaknai sebagai kesetaraan hak pilih(hak memilih dan hak dipilih), serta Legal Certainty dimaknai sebagai kepastianhukum (kerangka hukum yang menjamin keadilan dan kepastian; penegakan hukumtepat waktu). Pemilu berintegritas mencakup integritas proses dan integritashasil.
Kofi Annan Foundation di tahun 2012 menjelaskan (secaraumum) pemilu berintegritas dapat dimaknai sebagai “any election that is basedon the democratic principles of universal suffrage and political equality asreflected in international standards and agreements, and is professional,impartial, and transparent in its preparation and administration throughout theelectoral cycle.”
Sistem keadilan pemilu dan integritas pemilu
Internasional IDEA memperkenalkan konsepsi sistem keadilanPemilu (electoral justice system) yang merupakan instrumen penting untukmenegakan hukum dan menjamin sepenuhnya penerapan prinsip demokrasi melaluipelaksanaan pemilu yang bebas, adil, dan jujur.
Integritas pemilu diperlukan agar keseluruhanpenyelenggaraan pemilu baik proses pemilu maupun hasil pemilu dapat dipastikanberlangsung dalam suasana yang penuh dengan keadilan dan kejujuran.
Sedangkankeadilan pemilu merupakan instrumen penting untuk memastikan terciptanyaintegritas pemilu baik dalam bentuk sarana pencegahan maupun penindakan melaluipenerapan hukuman ataupun koreksi (pemulihan) maupun mekanisme alternatif yangberbasis pada kesepakatan para pihak yang terlibat dalam perselisihan atausengketa kepemiluan.
Gambaran dan tantangan pemilu dan pilkada 2024
Pemilu dan Pilkada akan diselenggarakan secara serentak padatahun 2024 mendatang yang meliputi Pemilu Nasional pada 14 Februari 2024 (Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD), dan Pemilu Lokal/Pilkada pada 27 November 2024 (Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di seluruh Provinsi, dan Pemilihan Bupati/Walikota dan WakilBupati/Walikota di seluruh Kabupaten/Kota). Ini akan menjadi pemilihan pertamayang terbesar di Indonesia, sebab pemilu dan pilkada belum pernah dilaksanakansecara serentak se-Indonesia di tahun yang sama.
Di samping gambaran tersebut, tentunya terdapat tantanganumum Pemilu-Pilkada serentak tahun 2024, diantaranya: (1) menggunakan dua rezimUU yang berbeda (UU Pemilu dan UU Pilkada); (2) Problem yuridis pengaturansistem penegakan hukum pemilu dan pilkada; (3) terdapat irisan tahapan pemiludan pilkada (membutuhkan fokus yang tinggi dari penyelenggara); dan (4) Bebankerja yang besar bagi penyelenggara pemilu-pilkada.
Beberapa tantangan lain dalam rangka mewujudkanPemilu-Pilkada berintegritas, diantaranya: 1) Politik Uang (Pasal 93 huruf e,Pasal 95 huruf c UU No 7 th 2017); 2) Netralitas ASN (Pasal 93 huruf f UU No 7th 2017); 3) Politisasi SARA (Pasal 280 ayat 1 huruf c UU No 7 th 2017); serta4) Akurasi Daftar Pemilih.
Peluang mewujudkan pemilu berintegritas
Pemilu merupakan bagian integral dari proses berdemokrasidengan melibatkan masyarakat untuk memilih pemimpin yang mampumerepresentasikan jati diri dari bangsa Indonesia. Dengan adanya pemilu, makarakyat turut serta menentukan arah kebijakan pemerintahan di masa yang akandatang. Seiring dengan perkembangannya, standar pemilu demokratis tidak hanyaberhenti pada pemilu yang bebas dan adil saja, namun pemilu yang berintegritas (electoralintegrity).
Untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas, diperlukan syarat-syaratyang harus dipenuhi. Menurut Prof. Muhammad (Guru Besar Ilmu Politik UnhasMakassar), terdapat lima syarat yang harus dipenuhi untuk mewujudkan Pemiluyang berintegritas. Kelima syarat tersebut adalah regulasi yang jelas, pesertapemilu yang kompeten, pemilih yang cerdas, birokrasi yang netral, danpenyelenggara pemilu yang kompeten dan berintegritas.
Pertama adalah regulasi yang jelas. Dalam hal ini, KomisiPemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus dapat membuat aturanmain yang jelas dan tegas. Dibutuhkan sebuah pedoman bagi penyelenggara pemiludalam melaksanakan tugasnya. Dengan adanya aturan tersebut, harapannya regulasidapat diterapkan secara adil sehingga dapat mengantisipasi praktik kecurangandalam Pemilu, baik dilakukan oleh peserta, penyelenggara maupun masyarakat.
Kedua adalah peserta pemilu yang kompeten. Dalam hal ini,peserta pemilu adalah partai politik yang memiliki peran penting dalammewujudkan Pemilu yang berintegritas. Partai politik memiliki peran untuk melakukankaderisasi kepemimpinan sekaligus mendidik publik agar dapat berkontestasisecara sehat.
Ketiga adalah pemilih yang cerdas. Dalam Pemilu, kesadaranpolitik warga negara merupakan pilar penting. Apalagi, kesadaran politik iniberkaitan dengan hak pilih, yang mempengaruhi tingkat partisipasi warga negaradalam Pemilu. Semakin tinggi tingkat partisipasi warga dalam menggunakan hakpilihnya, maka akan semakin kuat legitimasi hasil Pemilu.
Keempat adalah birokrasi yang netral. Tujuan utamanetralitas birokrasi ini adalah pelayanan publik tetap berjalan profesional dantanpa diskriminasi. Keterlibatan perangkat birokrasi dalam politik praktis akanmemperburuk kinerja pelayanan publik.
Kelima adalah penyelenggara pemilu yang kompeten danberintegritas. Terdapat kode etik yang menjadi yang mengatur penyelenggaraPemilu dalam menyelenggarakan Pemilu.
Sementara M. Najib Husain (Dosen Fisip UHO Kendari)mengatakan, dari 10 prinsip dalam penyelenggaraan pemilu, integritas menempatiposisi yang sangat penting untuk dijunjung tinggi oleh penyelenggara demisuksesnya acara dan sukses administrasi. Menurutnya, integritas tersebut tidaksaja tertuju pada penyelenggara, tetapi peserta pemilu sebagai kontestasi,partai politik sebagai pengusung dan masyarakat sebagai pemilih.
Senada dengan Najib, menurut Titi Anggraeni (dalam bukuDilema Badan Penyelenggara Pemilu: 2020), terdapat tiga standar utama yangperlu dipenuhi dalam menghadirkan pemilu yang berintegritas diantaranya: Pertama,adanya standar perilaku etik dari penyelenggara pemilu, peserta pemilu, danpemilih. Setiap aktor yangterlibat dalam pemilu harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undanganyang ada. Sebagai contoh, penyelenggara pemilu harus memegang teguhindependensi.
Kedua, keadilan dan imparsialitas. Setiap pihak dan pesertapemilu harus dilayani secara adil atau setara di setiap tahapan pemilu. Untukitu profesionalitas dan imparsialitas penyelenggara pemilu sangat penting untukmenjamin adanya tata kelola dan pelayanan pemilu yang membuka ruang kesempatanyang sama kepada setiap partisipan termasuk pemilih. Ketiga, tranparansi danakuntablitas dalam setiap tata kelola tahapan penyelenggara pemilu.
Standar-standar pemilu demokratik termasuk pemiluberintegritas ini berlaku untuk setiap aktor yang terlibat dalam pemilu. Meskidemikian, sebagai institusi yang memiliki otoritas utama untuk menjalankanpemilu, penyelenggara pemilu memiliki peran utama untuk memenuhi standar pemiludemokratik yang bebas, adil, dan berintegritas. Setiap tahapan pemilu yangdiselenggarakan oleh penyelenggara pemilu harus memenuhi tiga standar pemiludemokratik tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H