Mohon tunggu...
Irham WP
Irham WP Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

(“Keep your dreams alive. Understand to achieve anything requires faith and belief in yourself, vision, hard work, determination, and dedication. Remember all things are possible for those who believe,” : Gail Devers) This is a moderated blog. Any comment contributing to a serious discussion is welcome. Some people may not agree with the content of some posts, but please refrain from abusive, profane, or offensive language in your comments - they will automatically be deleted, as will all comments that have no bearing whatsoever on the subject and/or only serve to slight or even insult the author.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Analisa Debat: Dari "Negoisasi' ala Jokowi Hingga Prabowo yang Retorik

24 Juni 2014   01:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:27 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Debat ke-3 (tiga) pada minggu malam 22 Juni 2014 sudah sedikit menunjukkan peningkatan konten dari argumen yang dilontarkan 2 (dua) Capres Prabowo dan Jokowi. Meski demikian Prabowo dan Jokowi masih dirasa kurang memuaskan pemirsa debat, khususnya dari kalangan keluarga kelas menengah dan kaum intelektual yang masih belum bisa menentukan pilihannya (swing voters) apaah akan ke Prabowo atau ke Jokowi di hari-H pemilihan tangal 9 Juli 2014 nanti. Mengapa kurang memuaskan ?

***

Jawaban umumnya adalah keduanya tidak menyatakan hal-hal baru (inovative ideas) yang bagi kelas menengah dan terpelajar merupakan daya tarik utama (main magnitute) dalam menentukan dan memilih Presidennya. Opini yang dikeluarkan dari kedua capres hanya pendapat rata-rata dan sudah menjadi pengetahuan umum (general knowledge) saja.

Prabowo yang sebenaranya mampu mengekplorasi gagasan-gagasannya hanya berputar-putar di domain "kesejahteraa" anthitesa  dari "kemiskinan", nasionalisme, kebocoran sumberdaya alam, nilai tambah, dan sejenisnya, yang bisa dikatakan merupakan gagasan retorik yang dibawakan dengan mendayu-dayu yang sangat kurang perlu, redundensi dalam kemasan personifikasi tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Sayangnya tim sukses Prabowo tidak mampu lebih jauh mengarahkan ide-ide Prabowo agar lebih tajam (fokus), dan details, dan inovative. Sisi Positifnya; tampilan Prabowo sangat spontan, alami, dan sedikit menarik serta retorikanya dapat dikatakan "lumayan" sebagai calon negarawan. Pribahasa : "1000 teman terlalu sedikit, dan 1 musuh terlalu banyak ", telah membuat simpatik banyak calon pemilih swing voters. Ada baiknya peribahas ini selalu diulang-ulang guna menarik simpati publik.

Sedangkan Jokowi yang berusaha tampil penuh percaya diri malam tadi dan terkesan dipersiapkan dengan terlalu banyak materi (overloaded information yang telah menjadi asimetris information) oleh timses-nya, dalam penyampaiannya masih saja "terpotong-potong", banyak kalimat-kalimat yang tidak lancar mengalir dari mulutnya. Barangkali di otaknya sudah ingin sekali melontarkan kalimat-kalimat jawaban , namun terhambat di mulutnya yang kurang singkron dengan otaknya.

Penggunaan catatan kecil (notes) juga sangat disayangkan banyak pihak mengingat publik Indonesia sangat ingin penampilan Jokowi yang terkesan spontan. Lihat saja jawaban Jokowi saat menjawab masalah penjualan saham Indosat ke perusahaan Singapore, ia begitu lancar dan jelas menjelaskan hinga sampai ke detil-detilnya hingga klausul "buy-back" yang belum banyak diketahui publik disampaikannya dengan sangat runtut dan ditail. Tentu berbanding terbalik dengan tampilan Jokowi yang disaat awal selalu membaca "small notes" nya.

Kelas menengah dan terpelajar kita sangat menyukai istilah asing, dan tatkala Prabowo melontarkan istilah : "core of national interest" atau "good neighbour policy" telah menjustified bagi kelas menengah dan kaum terpelajar bahwa secara penguasaan materi Prabowo dianggap mampu menerapkan kebijakan luar negeri secara rasional.

***

"Negoisasi"  ala Jokowi

Di sisi lain apabila kita perhatikan dari debat I (tema : Hukum dan HAM), debat II (tema : ekonomi), dialog Capres-Cawapres dengan KADIN, serta debat III (tema : politik internasional dan ketahanan nasional), capres Jokowi telah melakukan kesalahan fatal apabila tidak bisa disebut mendasar. Jokowi telah keliru mengucapkan kata negoisasi dari asal kata negotiate, yang seharusnya diucapkan sebagai negosiasi. Setelah kita melakukan pemutaran rekaman debat-debat yang tersebut diatas memang kata "negoisasi" sering diucapkan Jokowi. Mengapa ini bisa terjadi ? karena tidak ada yang telah memberitahunya apabila beliau " tounge slip" sehingga terkesan tidak cerdas dan bisa berpotensi menjadi bahan ketawaan serta olok-olokan masyarakat,  karena rakyat ingin memiliki Presiden yang cerdas tidak blo'on.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun