Mohon tunggu...
Irham Al-Muntasiqie
Irham Al-Muntasiqie Mohon Tunggu... -

Aneuk Aceh ingin menaklukkan jagat maya...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Islam dan Demokrasi (Fenomena kemenangan partai islam dalam revolusi Arab)

27 Juni 2012   18:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:28 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fenomena kemenangan partai-partai islam dalam pemilu timur tengah telah membangkitkan kembali harapan kejayaan islam dimasa kekhalifahan. Kemenangan ini juga gambaran bahwa islam tidak pernah lemah dan menyerah walau terus ditekan oleh paham komunis, kapitalis, liberalis diseluruh dunia. Musim semi arab telah membangkitkan kembali kelompok2 islam yang selama ini kegiatannya dibatasi dan ada sebagiannya malah dilarang sama sekali seperti gerakan ikhwanul muslimin di mesir. Tapi umat islam tidak boleh euforia dengan hasil yang diperoleh dari perjuangan bertahun-tahun para pendakwah islam di akhir jaman seperti ustad Hasan Al-Banna yang telah meletakkan kembali nilai2 islam yang telah luntur di masyarakat islam terutama di mesir yang kemudian hasil dakwahnya menjalar keseluruh dunia islam termasuk Indonesia. Jalan masih panjang untuk membuktikan kepada dunia bahwa nilai2 islam adalah solusi terhadap masalah yang dihadapi dunia hari ini. Kemenangan partai2 islam merupakan langkah awal meletakkan kembali fondasi kekhalifahan dalam dunia islam sesuai dengan format dunia saat ini.

Kita tidak bisa menafikan bahwa sistem demokrasi saat ini merupakan kekuatan besar dalam tatanan politik dunia yang mau tidak mau harus diadopsi oleh umat islam untuk mencapai cita-cita mengembalikan kejayaan islam. Umat islam harus mengambil sistem demokrasi dan menyesuaiakannya dengan nilai2 yang ada dalam islam dan bukan sebaliknya menyesuaikan nilai2 islam dengan demokrasi, karena demokrasi bagi umat islam hanyalah alat untuk mencapai tujuan.

Ada pendapat dari sebagian umat islam yang menyatakan bahwa nilai2 demokrasi tidak akan pernah bisa menyatu dengan islam, mungkin mereka harus berpikir ulang mengenai hal ini karena sebenarnya demokrasi bukanlah disatukan dengan islam tetapi demokrasi diharapkan bisa berjalan beriringan dengan islam. Jika kita melihat kebelakang ke era kejayaan islam di abad pertengahan, saat itu islam bisa terus berkembang walaupun saat itu berlaku sistem monarchistik absolut, dimana kekuasaan negara dan pemerintahan hanya dipegang dan dijalankan oleh sultan atau khalifah, jika khalifah itu baik maka baiklah negeri itu tetapi sebaliknya ketika tiba saatnya khalifah2 yang tidak baik memerintah maka hancurlah negeri itu. Pada saat itu umat islam sangat bergantung pada satu atau beberapa figur kepemimpinan yang kuat dan baik (saleh) untuk membawa umat islam ke arah yang lebih baik, tetapi ketika figur2 ini wafat umat islam kehilangan pegangannya dan timbullah kelemahan2 dalam dunia islam yang berakibat hancurnya peradaban islam. Ini merupakan salah satu kelemahan yang nyata dari sistem monarchistik absolutyangberlaku pada masa itu. Jika kita mau jujur sebenarnya sistem demokrasi lebih banyak kelebihannya dibandingkan sistem monarchistik absolut yang dijalankan dihampir sebagian besar kesultanan dan kekhalifahan islam pada masa kejayaan islam walaupun kita tak dapat mengatakan bahwa sistem monarchistik absolut itu tak ada kelebihannya atau sistem demokrasi itu tak punya kelemahan. Masing-masing punya kelebihan dan kelemahan, tetapi kita harus melihat mana yang punya kemanfaatan lebih baik dan cocok dengan situasi dunia saat ini.

sistem monarchistik absolut jelas tidak sesuai lagi dengan sistem pemerintahan dan penyelenggaraan negara saat ini dimana arus globalisasi dan informasi membuat rakyat suatu negara menjadi semakin cerdas dan semakin bisa melihat kelemahan2 dari sistem ini, walaupun saat ini masih ada negara yang menjadikan monarchi sebagai bentuk pemerintahan tetapi hampir sebagian besarnya menganut sistem demokrasi dalam perpolitikannya, sehingga kepala pemerintahan dijalankan oleh figur2 yang dipilih langsung oleh rakyat atau hasil kompromi dari partai-partai politik pemenang pemilu sedangkan raja atau sultan hanya sebertindak sebagai kepala negara. Dari gambaran diatas terlihat bahwa saat ini rakyat sudah punya kekuatan dan bisa memilih untuk menentukan ke arah manakah negara mereka hendak dibawa, apakah yang mereka inginkan dari para pemimpin mereka, bagaimanakah sistem pemerintahan yang mereka inginkan untuk membawa kesejahteraan bagi mereka. Timbulnya kekuatan rakyat seperti ini tidak terlepas dari lahirnya sistem demokrasi dengan segala perangkatnya,sistem demokrasi juga lebih memungkinkan rakyat memilih pemimpin yang lebih baik, karena rakyat terlibat langsung dalam proses pemilihan sehingga mereka punya lebih banyak pilihan untuk menentukan arah kebijakan negara di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun