Tidak usah heran dengan tindakan Partai Demokrat yang meninggalkan sidang Paripurna UU Pilkada karena memang itu sudah direncanakan dengan seksama.
Pada awalnya UU Pilkada itu diusulkan oleh pemerintah yang notabene adalah pemerintahan SBY. Kenapa pemerintah SBY mengusulkan hal tersebut? Apakah karena melihat meraja lelanya politik uang seperti yang digembar-gemborkan Koalisi Mulut Prabowo? Tentu bukan.
Setelah dihantam badai korupsi anggota-anggota partainya, SBY dan Demokratsadar bahwa partainya mulai kehilangan kepercayaan rakyat. Terlebih muncul pemimpin-pemimpin alternatif di daerah yang berasal dari partai politik lain. Tentu SBY yang ingin mempertahankan trah baru Cikeas dalam kancah politik nasional hendak mengamankan kendaraan politiknya, yakni Partai Demokrat.
Harapan SBY adalah Partai Demokrat pada pemili 2014, tidak terlalu jeblok perolehan suaranya sehingga masih mampu mencalonkan presiden sendiri, atau paling tidak berkoalisi dengan satu Partai Besar lainnya.Dengan asumsi masih menguasai parlemen di pusat maupun daerah, UU Pilkada ini menjadi penting, karena akan mengamankan posisi kepala daerah bagi kader Demokrat. Tanpa disangka, perolehan suara terjun bebas, bukan hanya tidak mampu mencalonkan presiden, semua rencana politik buyar, karena tidak ada partai yang mau mengusung calon dari Demokrat.Hal ini memaksa SBY merubah strategi politiknya.
Bergabung dengan PDIP adalah tidak mungkin karena resistensi dari partai tersebut, tapi SBY memang cerdik dan tetap ingin memposisikan diri dan partainya sebagai penentu.Paling tidak ketika Parlemen ini masih belum bubar, dia masih bisa memainkan perannya.
Hal ini lah yang dimainkan pada UU Pilkada ini. Sebenarnya mudah saja apabila SBY memang dari awal berniat sungguh-sungguh mendukung Pilkada langsung. Cukup dengan menarik Rencana UU tersebut, maka DPR tidak dapat melanjutkan sidang tersebut. Tapi kan nyatanya hal itu tidak dilakukan.
SBY yang paling tidak tahan apabila citra dirinya diusik, merasakan tekanan masyarakat yang menginginkan Pilkada Langsung,dan inilah yang kemudian merubah sikapnya menjadimendukung Pilkada Langsung. Di lain pihak, SBY menginginkan diakuinya partai dan dirinya sebagai kekuatan politik yang masih diperhitungkan. Dengan merubah sikapnya ini, dia menginginkanadanya sambutan dari Koalisi Jokowi – JK, dengan mengajak dan lebih mendekatkan SBY dengan koalisi tersebut. Akan tetapi, hal ini ternyata disambut dingin saja oleh Koalisi Jokowi – JK.
Hal inilah yang kemudian merubah kembali sikap SBY menjadi mendukung Pilkada Tidak Langsung.Akan tetapi, tentu SBY tidak ingin citra dirinya hancur lebih di mata masyarakat. Oleh karena itu, sepertibiasanya, ketika kejadian penting akan terjadi, SBY biasanya ada di luar negeri, dan ini tepat waktunya dengan kunjungan luar negeri Presiden. Rekayasa politik dibuat agar SBY tidak dipersalahkan karena tidak berada di dalam negeri ketika pada akhirnya Partai Demokrat melakukan walk out.Apakah tindakan walk out itu berjalan dengan sendirinya? Tentu tidak, mengingat partai ini sangat menjunjung pimpinannya, tentu tidak aka nada anggota yang berani walk out apabila tidak ada perintah dari atasannya, yakni SBY.
Ketika akhirnya UU Pilkada disahkan, tentu rakyat marah, dan kemarahan rakyat terutama kelas menengah yang diwakili oleh Netizen tercermin dengan bertenggernya hashtag #ShameOnYOUSBY selama 1 hari penuh ini, sebagai hukuman sosial mereka untuk presidennya yang penuh rekayasa dan drama.
Apakah hukuman sosial ini berpengaruh? Bagi SBY yang sangat mementingkan citra dirinya, tentu dia akan merasa tertekan, apalagi menjadi trending topic di dunia.Tentu hukuman sosial ini harus dilanjutkan menjadi hukuman yang bersifat positif yakni diwujudkan dengan gugatan ke MK untuk membatalkan UU Pilkada ini dan menghukum partai politik yang mengesahkan UU Pilkada ini 5 tahun mendatang, habisi suara mereka.
Ketika SBY mengeluarkan drama menyesal dan hendak menggugat, ini sudah jelas akhir dari drama yang buruk. Bagaimana mungkin rakyat dapat percaya, ketika sebenarnya dia sudah punya 2x kesempatan untuk membatakkan UU Pilkada ini. Pertama dengan menarik Rancangan UU, dan kedua dengan tidak melakukan walk out
Jadi rasakan hukuman dari rakyatmu SBY. Mereka akan mengenangmu sebagai Bapak Penghancur Demokrasi Indonesia dan kami akan menceritakan pada anak cucu kami nanti, pada satu masa lalu ada seorang presiden yang paling buruk dalam sejarahIndonesia dan itu adalah ANDA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H