Felix Siauw, penceramah muda yang akrab dipanggil Ustadz Felix.Buat saya terlalu mudah di negara ini memanggil seseorang dengan panggilan ustadz, sehingga kita kadung memanggil ustadz pada siapapun yang tidak hanya mengajarkan agama, tapi pada semua orang yang bersorban putih atau berjanggut. Masih ingat dukun palsu Guntur bumi, yang tidak pernah mengajarkan agama , tapi dipanggil Ustadz??
Walaupun salah satu arti harafiahnya memang pengajar, tapi pengajar disini adalah orang yang benar-benarahli dalam suatu bidang, bukan yang masih meraba-raba ilmunya.
Saya tidak akan memanggil Felix Siauw dengan panggilan Ustadz, karena Felix belum sampai di tahap itu, walaupun tentu saja, Felix sendiri mungkin juga tidak mau dipanggil Ustadz. Baiklah, saya akan panggil Felix sebagai penceramah.
Felix, saya hormati sebagai saudara sesama muslim, sebagai orang yang mau mendalami agama dan mencari pengetahuan serta kebenaran didalamnya.Senang tentu, ada Felix di kalangan penceramah muda. Dengan status dan kegiatannya sekarang tentu harusnya Felix juga sadar diri bahwa apa yang disuarakannya akan didengarkan banyak orang.Oleh karena itu Felix, saya akan mengkritisi anda karena rasa sayang sebagai saudara seiman.
Kelemahan Felix adalah seringkali menyampaikan hal-hal yang tidak diketahuinya secara pasti, dengan Bahasa yang konfrontatif, cenderung fait accompli dan menghakimi.
Salah satunya adalah tentang Selfie. Selfie yang menurutnya dapat berujung pada sikap takabur dan riya yang merupakan penyakit hati.
Sungguh nasihat yang baik, akan tetapi karena disampaikan dengan bahasa yang fait accompli di media sosial, menjadikan kicauannya menghakimi orang lain. Kenapa? Karena Felix membicarakan tindakan yang didasarkan oleh niat dan niat seseorang tidak dapat di generalisasi.
Tidak pelak lagi, di zaman sekarang, dengan teknologi kamera di perangkat telekomunikasi, membuat orang menjadi semakin mudah untuk mengambil gambar dirinya sendiri, ya yang dikenal dengan sebutan selfie itu.
Selfie kadang bisa berbahaya, tidak hanya takabur dan riya, apalagi kalau tanpa sadar tidak memperhatikan kondisi sekitar. Ada beberapa kejadian yang berujung kematian, karena tidak memperhatikan tempat, dan tergelincir ketika akan mengambil moment selfie.Selfie dapat berbahaya kalau penggunanya memang memiliki kelainan jiwa, dan selfie hanyalah pemicunya, bukan penyebabnya.Dan iya, selfie memang bisa menjadi ajang riya dan takabur menampilkan apa yang mereka punya, tapi takabur dan riya bukandominasi selfie saja. Semua tindakan yang memang didasari rasa takabur dan riya, dengan selife atau tidak adalah takabur dan riya.
Bagi banyak orang, selfie hanyalah kesempatan untuk mengenang momen moment indah dalam hidupnya, perjalanan dengan teman-teman atau kerabat, kadang memberikan informasi penting tentang suatu tempat ketika komunikasi terjalin akibat melihat selfie, itu saja.Tanyakan pada mayoritas orang yang selfie, saya kira tidak ada yang berlebihan disana.
Felix tidak perlu menjelaskan kicauannya benar dan berdasar karena sudah ada penelitian tentang selfie dan gangguan jiwa yang beredar di media.
Penelitian yang menunjukkan selfie adalah tanda-tanda orang memiliki gejala gangguan mental, yang disebut Body Dysmorphic Disorder (BDD) atau ketidakpuasan ekstrem terhadap penampilan atau Histrionikyang selalu ingin menjadi pusat perhatian, adalah benar, kalau orang tersebut memang sudah memiliki gangguan mental dari awalnya. Orang yang terlihat normal dan menjadi gila karena selfie, bisa jadi memang didalam jiwanya sudah terpendamnya potensi kelainan mental.
Bukan selfie yang menjadi penyebab gangguan mental. Tidak hanya selfie, segala sesuatu yang dilakukan berlebihan tidak baik bagi siapapun.
Felix tidak perlu meralat ucapannya, tapi lain kali tolonglah lebih dewasa dalam berujar, karena kamu adalah penceramah, Felix.Kamu tidak bisa menilai hati orang dan menggeneralisasinya dengan menyatakan bahwa yang mereka lakukan adalah penyakit hati.
Tidak perlu menyebutkan bahwa orang-orang yang lebih liberal tidak akan mau mendengar nasihat dan kebenaran. Pertama, ucapan kamu sudah menempatkan dirimu sendiri sebagai orang yang tidak liberal dan mengkategorisasi diri sendiri dalam golongan tertentu. Lalu kamu masuk golongan apa?
Memang sikap dan pandangan setiap individu berbeda tergantung tingkat pemahaman terhadap agama. Kelemahan kita adalah mendoakan tapi sambil mencela, jangan diteruskan, karena kamu adalah penceramah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H