Mohon tunggu...
Irhamni Rofiun
Irhamni Rofiun Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Moderat, Pecinta Alquran, Suka Menulis dan Berbagi Informasi, juga Blogger mania: http://irhamnirofiun.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nabi Suka Bercanda dan Berbohong (?!)

10 Juni 2015   15:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:08 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Kultsum binti 'Uqbah bin Abi Mu'ayith, ada tiga hal yang boleh kita berbohong, “Peperangan, mendamaikan yang berselisih, dan perkataan suami pada istri atau istri pada suami (dengan tujuan untuk membawa kebaikan rumah tangga).”

Akan tetapi dalam sepanjang hayatnya Rasul saw itu tidak pernah berbohong. Baik dalam keadaan bercanda ataupun dalam keadaan terpaksa. Dua hal ini yang mungkin kita sering berbohong, dalam kondisi terpaksa dan bercanda. Beda dengan yang dilakukan oleh Nabi saw.

Dikisahkan dalam suatu riwayat ada seorang nenek datang menghampiri Rasul saw seraya menyebutkan amalan-amalan kebaikannya. Tapi Rasul saw mengatakan kepadanya, "Al 'ajuz la yadkhulul jannah" (Orang yang lemah 'nenek' itu tidak masuk Surga), nenek ini pun menangis tersedu-sedu. Padahal dia sudah melakukan amalan banyak tapi di skak-mat tidak akan masuk Surga. Nabi bercanda tapi tidak berbohong, karena di Surga nanti tidak ada nenek-nenek, semua dijadikan muda kembali oleh Allah swt.

Pada kisah yang lain diceritakan ada seorang laki-laki berlari dengan cepat melintasi Rasul saw, tidak lama kemudian ada seorang laki-laki lain sambil membawa pedang yang terhunus seperti ingin membunuh seseorang yang ingin diburunya, begitu dia berhadapan dengan Rasul saw ia pun berkata, "Wahai Muhammad, apakah anda selama berdiri di sini pernah melihat orang lewat," bisa dibayangkan dalam kondisi seperti ini nabi dihadapkan oleh dua pilihan, pertama dia berbohong untuk menyelamatkan seseorang yang kabur hendak dibunuh, atau dia jujur memberitahukan keberadaan lelaki itu, jika ia jujur maka terjadilah pembunuhan yang belum tentu keliru.

Untuk itu dalam kondisi seperti ini, Rasul saw bisa langsung mempunyai solusi dengan cara yang jitu, bahwa dikisahkan beliau berdiri di tempat awal kemudian ia bergeser dari tempat berdirinya, kemudian mengatakan, "Wallahi, demi Allah. Selama saya berdiri di sini, saya tidak pernah melihat seorang pun lewat kecuali anda." Benar beliau berpindah, ia sudah menyelamatkan seseorang dan tidak bercanda. Jadi terpaksa dan bercanda sekalipun Rasul saw tidak pernah berbohong.

Al Amin, jujur dan dapat dipercaya, itulah julukan Rasul saw. Al Amin ini bukan hanya sifat Rasul saw tetapi menjadi sifat para nabi sebelumnya, ingatkah kisah nabi Yusuf as, di antara penyebab dia diangkat menjadi bendahara Mesir waktu itu karena dia memiliki sifat Al Amin, "Innakal yauma ladaynaa makiinun amiin" (Sesungguhnya kamu -mulai- hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercayai) QS. Yusuf [12] : 54.

Nabi Musa as ketika beliau menolong dua orang wanita (QS. Al Qashash [28]: 23-26), dikabarkan dua putri itu adalah putri nabi Syu'aib as, walaupun dalam ayat tersebut tidak disebutkan nabi Syu'aibnya, melainkan "Syaikhun kabiir", tapi sebagian mufassir mengatakan yang dimaksud adalah nabi Syu'aib as.

Putri nabi Syu'aib ini mengatakan, "Yaa abati, wahai ayahku, ista`jirhu inna khaira man ista`jartal qawiyyul amiin", angkatlah orang ini (Musa as), yang telah menolong kami, karena telah membawa air dari sumur yang saling berdesakan dengan orang lain, ambil dia sebagai karyawan, karena orang ini kuat lagi gagah perawakannya, -dikisahkan ketika nabi Musa as berada di Mesir sedang melakukan peleraian dua orang yang berkelahi, yang satu malah ngotot kemudian 'ditonjok' oleh nabi Musa as lalu mati. Setelah itu ia pun pergi ke negeri Madyan.- dan al amin, dapat dipercaya, jadi jujur merupakan sifat para nabi.

Bagaimana mungkin nabi tidak jujur ketika membawa wahyu, kalau tidak jujur maka ditambah-tambahkan ayatnya atau dikurangi. Maka hal itu tidak mungkin terjadi.

Jujur merupakan sifat orang yang pemberani lagi bertanggungjawab meskipun berbagai resiko akan dihadapinya, sebaliknya berbohong adalah sifat orang yang pengecut yang ingin mengambil kenikmatan dengan jalan pintas yang tidak dibenarkan.

Sudah selayaknya sifat jujur ini diterapkan oleh kamu sebagai seorang mukmin, mulailah dari diri sendiri. Karena orang yang suka berbohong pertanda ia tak beriman, QS. An Nahl [16]: 105.

Bagaimana masih juga ingin melakukan kebohongan? *sambilnunjukdiri.‪#‎kontemplasi‬

Wallahu a'lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun