Istana Majapahit mempunyai gerbang berbentuk pura. Negarakertagama (Pupuh 8 bait ke-1 dan bait ke-2) menyebutkan ada 2 gerbang utama Istana Majapahit. Kedua gerbang itu terletak di sebelah barat dan disebelah utara dari Istana Majapahit.Â
Gerbang barat bernama Pura Waktra, yang menghadap ke lapangan luas, bersabuk parit. Di utara Istana Majapahit (Wilwatika), berdiri gerbang atau gapura yang memiliki pintu besi penuh dengan ukiran. Gerbang atau gapura utara Istana Majapahit, bernama Gapura Bajangratu. Secara rinci, Gapura Bajangratu terletak di Dukuh Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Gapura Bajangratu didirikan abad ke-13 dan awal abad ke-14 Masehi. Gapura ini didirikan untuk memperingati hari wafatnya raja Jayanegara (Raja kedua Kerajaan Majapahit). Nama Bajang Ratu sendiri berasal dari susunan kata Bajang (Anom atau Muda) dan Ratu (Raja), yang merujuk pada raja Jayanegara yang naik tahta di usia yang muda (Sri 1992).
Jayanegara merupakan anak laki-laki satu-satunya yang dimiliki oleh Wijaya, dari pernikahannya dengan seorang wanita Melayu. Jayanegara meninggal tahun 1328 Masehi. Menurut informasi yang beredar atau banyak diketahui, Jayanegara dibunuh dengan cara ditusuk oleh tabibnya, Ra Tanca. Pada awalnya Jayanegara, meminta Ra Tanca untuk mengobati penyakit bisulnya. Alasan dirinya membunuh Jayanegara, karena Ra Tanca memiliki dendam pribadi kepada Jayanegara (Prasetya 2021).
Ditubuh Gapura Bajangratu terdapat banyak relif-relif, sesuai dengan apa yang ada di dalam Negarakertagama. Di pintu depan, terdapat relief  Kala yang biasa ada di candi-candi atau tempat suci masyarakat Jawa masa Majapahit. Kala adalah salah satu binatang dalam mitologi Hindu yang digambarkan sangat menakutkan, mata melotot, mulut menyeringai, dengan taring tajam. Fungsi dari relief Kala ditaruh di Gapura Bajangratu, berfungsi sebagai penjaga bangunan dari gangguan mahluk halus dan juga manusia yang akan merusak bangunan tersebut. Pada masanya Kala sangat dihormati dan ditakuti (Istari 2015).
Gapura Bajangratu, dikanan dan kirinya terdapat semacam kelir atau sayap yang menempel pada bangunan gapura. Salah satu dari kelir, terpahat relief Sri Tanjung dan kisah Ramayana. Hiasan dibagian atas relief masih utuh namun dibagian tubuh gapura sudah banyak yang aus karena termakan oleh waktu (Istari 2015). Â Kisah Sri Tanjung, merupakan sebuah kisah yang menceritakan perginya Sidapaksa ke Kahyangan (tempat para dewa), bertemu dengan para dewa serta ditolong dewa Indra dan kembali ke alam manusia. Sementara itu, roh Sri Tanjung sempat terlunta-lunta di alam kematian, ditolak oleh Yama (Dewa Akhirat), tetapi dihidupkan kembali oleh Ra Nini (Munandar 2008).
Kedua gerbang Istana Majapahit; Gerbang Bajangratu dan Gerbang Putra Waktra, memiliki atas berbentuk meru, mirip limas bersusun, dengan puncak datar. Motif atas meru pada kedua gerbang, sama dengan motif pada candi-candi yang dibangun diera Majapahit, seperti candi Brahu. Atap Meru merupakan bangunan bertingkat yang sangat suci dan sakral, sehingga peletakannya harus dibagian paling utama dalam suatu pura, biasanya dibagian atas. Tingkatan pada Meru selalu memiliki jumlah ganjil dimulai dari 3 sampai 11 tingkat (William 2017). Pintu besi gerbang Majapahit yang dikabarkan di dalam Negarakertagama, hari ini berada di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Sumber:
Istari, T M Rita. 2015. Ragam Hias Candi-Candi Di Jawa: Motif Dan Maknanya.
Mpu Prapanca. 2013. Negarakertagama. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Munandar, Agus Aris. 2008. IBUKOTA MAJAPAHIT, MASA JAYA DAN PENCAPAJAN. Jakarta: Komunitas Bambu.
Prasetya. 2021. Jejak Peradaban Kerajaan Hindu Jawa (1042-1527 M). Edited by Putra Adi Pati. I. Yogyakarta: Araska.
Sri, Sugiyanti. 1992. Pemugaran Candi Kidal Dan Gapura Bajangratu. Jakarta Pusat: DIREKTORA T PERUN DUNGAN DAN PEMBINAAN PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA DITJENBUD, DEPDIKBUD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H