Saya harus memastikan jika bahan yang digunakan aman dan memiliki manfaat untuk kulit. Berkat internet, saya bisa mengakses jurnal penelitian dari berbagai belahan dunia. Jurnal-jurnal ini memudahkan saya dalam menentukan apakah bahan ini bisa digunakan sebagai zat aktif atau tidak, kandungan yang dimliki, dan pernah diformulasikan dalam sediaan apa saja.
2. Mencari eksipien yang tepat
Tahap selanjutnya setelah melakukan riset zat aktif adalah mencari eksipien yang tepat. Eksipien adalah bahan selain zat aktif yang ditambahkan ke dalam formulasi dengan fungsi dan tujuan tertentu. Contoh zat eksipien adalah air, pengawet, pewangi, emulsifier, dan lain sebagainya. Â
Perlu proses panjang untuk menemukan eksipien yang cocok dengan zat aktif . Saya memanfaatkan internet untuk menemukan eksipien yang tepat. Sebagai contoh, salah satu sediaan yang telah selesai diformulasi adalah sabun kopi. Â Eksipien pada sabun ini didapat dari memanfaatkan media digital. Â
Produk sabun terbentuk dari reaksi antara minyak dengan Natrium hidroksida (NaOH). Tentunya saya harus memastikan minyak yang digunakan bisa membersihkan dan melembutkan kulit.
Perpaduan antara minyak dan NaOH ini juga memerlukan perhitungan yang harus pas. Perhitungan ini akan sulit dan kurang tepat, jika saya lakukan secara manual. Oleh karena itu, saya menggunakan website khusus perhitungan sabun yaitu Bramble Berry.
Website ini memudahkan saya dalam mengindentifikasi jenis minyak yang cocok dan kandungan apa saja yang dimiliki. Selain itu, Bramble Berry juga memiliki kalkulator sabun yang lebih akurat dan cepat. Untuk produk sabun kopi, saya menemukan pewangi yang tepat melalui situs ini. Â
Internet memiliki peranan yang besar dalam membantu saya menemukan distributor zat eksipien yang tepat. Selain itu, pengurusan dan pengiriman dokumen terkait zat eksipien juga lebih mudah.
3. Mencari akar masalah dalam kegagalan formulasi
Sebagai seorang formulator kosmetik, gagal adalah teman. Walaupun saya telah melakukan riset zat aktif maupun eksipien yang sekiranya tepat dan sesuai dengan teori, nyatanya formulasi yang dirancang masih berpeluang besar untuk gagal.
Ada kalanya zat aktif ternyata tidak cocok dengan salah satu eksipien, atau pengawet yang digunakan tidak mampu melindungi sediaan dari mikroba, dan permasalahan lainnya yang menyebabkan kegagalan formulasi.