Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Menjadi Relawan Saat Tsunami Aceh 2004

3 Februari 2022   12:58 Diperbarui: 3 Februari 2022   13:22 1982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memasuki jalan ke arah kota Banda Aceh. Ia mulai mencium bau amis dan lumpur bersatu. Saya sendiri masih sangat ingat bagaimana bau amis pasca bencana tsunami kala itu. 

Memasuki jalanan kota yang ia lihat hanyalah kota mati dengan sampah berserakan dimana-mana. Mobil yang hancur, bekas puing-puing bangunan, mayat yang berserakan. Benar-benar seperti kota mati yang tak berpenghuni. 

Kala itu padahal saya tinggal di pusat kota namun, beruntungnya gelombang tak sampai ke daerah kami. Saya masih melihat dengan jelas mayat yang bercampur lumpur dan tangisan pilu kehilangan. 

Di samping kiri kanan jalan yang tidak beraspal dan dibuat oleh para relawan agar mobil bantuan bisa melewatu, A melihat dengan jelas kantung jenazah yang belum sempat diangkut. Saat bencana tersebut jalanan beraspal tidak ada di kota Banda Aceh karena habis tergerus ombak. 

Saat malam tiba keadaan kota benar-benar sunyi. Saya masih ingat ketika malam tiba lolongan anjing dan suara minta tolong dari manusia jelas terdengar. Hal yang sama pun dikatakan oleh A . 

Saat malam hari tak ada cahaya karena listrik mati total. Saat menjadi relawan ia sering menangis melihat mayat anak-anak. Ia juga sering didatangi di dalam mimpi oleh mereka yang berterima kasih karena mayatnya telah diangkut. 

Terlepas dari banyaknya mayat, ia pun pernah melihat mayat seorang ibu yang tetap utuh padahal sudah berhari-hari di dalam air. Hal-hal tak logis pun sering ia dengarkan saat bencana tersebut. Mereka yang menyelamatkan diri di dalam mesjid padahal mesjid berada tak jauh dari ujung pantai. 

Kuasa Allah memang mesjid tersebut masih berdiri kokoh sedangkan bangunan lain tak ada lagi. A hanya mengabdi selama sebulan di Aceh sebagai relawan. Saat ia meninggalkan Aceh, Aceh pun masih hancur total meskipun sudah mulai bangkit sedikit demi sedikit. 

17 tahun sudah bencana tersebut berlalu. Bencana terbesar dengan korban jiwa 200 ribu jiwa dan banyaknya korban hilang yang tidak ditemukan sampai sekarang. Saking banyaknya korban saat itu, di tahun 2018 ditemukan kembali belasan mayat korban tsunami saat pekerja bangunan sedang menggali tanah untuk ditanam pondasi. 

Bencana tsunami bisa saja terjadi lagi, sudahkah negeri ini mempersiapkan mitigasi bencana layaknya Jepang? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun