Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dunning-Kruger Effect, Ketika Orang Selalu Merasa Paling Benar

23 Mei 2021   20:10 Diperbarui: 23 Mei 2021   20:20 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Berdebat, Foto oleh Yan Krukov dari Pexels

Kemarin saya menonton video di akun youtube Gita Savitri, salah satu anak muda Indonesia yang inspiratif. Dalam video tersebut, Gita menjelaskan akan perlakuan-perlakuan buruk yang ia terima di media sosial. Perlakuan tersebut berimbas pada kesehatan mentalnya yang berujung pada keinginan bunuh diri. Tentu saja dengan pengakuan Gita ini saya terkejut. Saya pun mulai mencari tahu kenapa ya orang bisa berbuat seperti itu? 

Kronologi kasus Gita Savitri Devi 

Saya mengenal Gita Savitri Devi sudah sejak lama. Video-video di youtubenya bagi saya sangat menginspirasi terutama opininya tentang perempuan. Selain itu, ia juga menulis buku dan saya sudah membaca salah satu bukunya. 

Ketika kasus konflik Palestina dan Israel booming di media sosial. Para pengikutnya di media sosial ramai-ramai menanyakan mengapa ia tak menyerukan konflik Palestina dan Israel ini di media sosial. Gita pun memilih diam dan tidak menggubris permintaan para pengikutnya. Menurut saya, Gita tidak bersuara karena merasa bahwa ia tidak memiliki kapasitas untuk berbicara mengenai konflik ini.

Imbasnya banyak orang mengira Gita tidak peduli dan parahnya mempertanyakan agama yang ia anut. Tak hanya itu, banyak DM dan juga komentar-komentar negatif yang ia peroleh. 

Perkataan buruk yang diterima berpengaruh terhadap kesehatan mentalnya. Parahnya lagi keinginan untuk bunuh diri selalu datang dan membuat dia harus melakukan terapi ke psikiater. Di balik ia tak bersuara ternyata Gita berdonasi dan menyurati beberapa pejabat di Hamburg. Saya terkadang tidak habis pikir dengan netizen yang selalu merasa paling baik dan benar. 

Lantas apa hubungannya kasus Gita dengan Dunning-Kruger Effect? 

Dunning-Kruger Effect adalah fenomena psikologis dimana orang-orang yang merasa memiliki pengetahuan terbatas melebih -lebihkan pengetahuan yang dimilikinya dan menganggap orang lain tidak sepintar dirinya. Singkatnya merasa diri paling pintar, paling baik, dan juga paling benar. 

Istilah ini diperkenalkan oleh dua orang psikolog asal Cornell University, yaitu David Dunning dan Justin Kruger pada tahun 1999. Orang-orang yang terkena Dunning-Kruger Effect cenderung merasa diri pintar dan tidak bisa menerima kritik dari orang lain. 

Fenomena Dunning-Kruger Effect ini menurut saya terjadi banyak sekali di netizen Indonesia. Contoh nyatanya adalah saat pemilihan presiden pada tahun 2019 silam, dimana masyarakat terpecah menjadi dua kelompok. Antar kelompok tersebut merasa dirinya paling benar dan menganggap calon yang didukung tidak ada kekurangannya sama sekali. 

Kenyataannya setahun kemudian Sandiaga Uno resmi bergabung dengan pemerintahan Jokowi. Sebelumnya Prabowo Subianto juga telah dulu bergabung dengan pemerintahan Jokowi. Seharusnya ini dapat membuka mata banyak orang bahwa tidak ada teman atau musuh yang abadi dalam dunia politik. Teman saya yang berasal dari jurusan politik berhati-hati sekali mengemukakan opini terkait politik. Kebalikannya dengan banyak orang yang tak mengerti politik malah berkomentar seakan-akan paham dunia politik. 

Sama halnya dengan kasus Gita, ada banyak sekali orang yang merasa paling benar karena telah menyuarakan konflik Palestina-Israel. Sedangkan, orang-orang yang dianggapnya tidak menyuarakan malah dihujat habis-habisan. Padahal Gita menyuarakannya lewat donasi dan secara diplomatis. Bukankah yang paling dibutuhkan dari korban perang adalah bantuan kemanusiaan? 

Ilustrasi Berdebat, Foto oleh Yan Krukov dari Pexels
Ilustrasi Berdebat, Foto oleh Yan Krukov dari Pexels

Di dunia nyata saya juga sering menemui orang-orang yang mengalami Dunning-Kruger Effect. Contohnya ketika saya menjelaskan bahwa amoksisilin adalah antibiotik bukan obat demam dan harus dikonsumsi sampai habis, ada beberapa orang yang tetap keras kepala mengatakan bahwa amoksisilin adalah obat demam. Biasanya saya hanya diam saja ketika sedang di posisi tersebut karena bagi saya berdebat dengan orang bodoh itu buang-buang waktu. 

Lantas bagaimana agar Dunning-Kruger Effect ini tidak terjadi di kita? 

Menurut saya, semua orang berpeluang untuk mengalami fenomena ini. Hal tersebut dikarenakan tantangan terbesar ketika kita belajar dan mengetahui banyak ilmu pengetahuan adalah sifat merasa "lebih" pintar dibandingkan orang lain. Saya sendiri pun mungkin pernah merasa diri paling pintar dibandingkan lain. Ada beberapa cara supaya Dunning-Kruger Effect ini tidak terjadi pada kita, yaitu : 

1. Banyak membaca buku dan terus belajar. 

Membaca buku membuat saya tahu bahwa ternyata ada banyak hal yang tidak saya tahu. Sering membaca buku juga membuat saya tahu bahwa ilmu pengetahuan berkembang setiap tahunnya. Sehingga, kita harus terus belajar dan belajar. 

Tak ada orang yang pintar selamanya jika ia tidak terus belajar. Hp Nokia saja yang pernah jaya pada masanya bisa hancur karena tidak belajar dan melakukan inovasi produk. 

2. Terbuka terhadap pendapat orang lain. 

Kritik yang membangun itu perlu karena salah satu cara kita untuk lebih maju adalah adanya kritik dari orang lain. Selain kritik, kita juga harus terbuka dengan pendapat orang lain. Mendengar pendapat orang lain dapat memberikan sudut pandang yang berbeda yang tak pernah kita pikirkan. 

3. Menyadari bahwa setiap orang memiliki kepintarannya masing-masing. 

Setiap orang memiliki kepintarannya di bidang masing-masing. Menyadari hal ini membuat kita seharusnya sadar untuk tidak terlalu merasa pintar terhadap bidang yang telah dikuasai. 

Bersikap seolah-olah kita lebih pintar atau lebih benar dari orang lain tentu saja tidak benar. Semoga tulisan ini bermanfaat dan salam hangat. 

referensi : satu 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun