Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian -Pramoedya Ananta Toer-.Â
Tulisan ini adalah artikel saya yang ke-100 dan kilas balik perjalanan saya dalam menulis. Saya suka menulis sudah sejak lama, lebih tepatnya saat masih SD. Saya suka menulis diari dan tulisan dalam bahasa Inggris.Â
Di bangku SMA saya pernah beberapa kali mengikuti lomba menulis. Sayangnya tidak pernah berhasil dan itu yang membuat saya malas menulis. Kini saat membaca ulang  tulisan di masa lalu, saya langsung berpikir betapa jeleknya tulisan saya dan wajar saja tidak pernah menang.Â
Di bangku kuliah sebenarnya saya menulis hanya saja tidak pernah serius. Saya juga sempat menjabat sebagai sekretaris bidang komunikasi dan informasi. Tentu saja tugas saya berhubungan dengan dunia tulis menulis.Â
Setelah tamat kuliah di awal tahun 2019, saya tidak pernah menulis lagi. Alasannya karena kesibukan pekerjaan dan terlena dengan zona nyaman.Â
Di bulan Juli 2019, saya melihat  kompasiana dan tertarik untuk menulis di sini. Tulisan pertama yang saya tulis adalah cerpen dan yang membacanya hanya sedikit kurang lebih 10 orang saat itu. Setelah itu saya jarang menulis lagi, mungkin dalam sebulan hanya sekali.Â
Lantas mengapa di tahun 2021 memutuskan untuk kembali menulis lagi di kompasiana?Â
Akhir tahun 2020 adalah saat-saat terberat dalam hidup saya. Saya mengalami quarter life crisis di usia 24 tahun akhir. Saat itu saya dilanda masalah yang membuat depresi dan terus mempertanyakan kenapa ini terjadi dalam hidup.Â
Saya juga kehilangan pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan. Sehari-hari saya hanya bermain media sosial dan itu memperburuk keadaan. Bermain media sosial membuat saya membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Padahal setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing.Â