Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ceritaku Melawan Stereotip yang Melekat pada Perempuan

15 Maret 2021   15:41 Diperbarui: 15 Maret 2021   15:44 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh RF._.studio dari Pexels.com

Ana (nama samaran) adalah sepupuku yang tahun ini berusia 25 tahun. Bedanya Ana telah menikah dan memiliki dua orang anak, sedangkan aku masih sibuk berjuang mewujudkan mimpi. Ana menikah muda di umur 20 tahun. 

Sayangnya karena pernikahan itu, ia berhenti kuliah karena kesibukannya mengurus anak. Padahal ia sangat pintar dan kuliahnya juga mendapatkan beasiswa. Jangan bayangkan hidupnya sekarang bahagia. Terakhir kali bertemu, ia berkeluh kesah tentang bisnis suami yang terdampak pandemi sehingga ia harus berhutang untuk makan sehari-hari. Mencari pekerjaan pun tak mungkin karena anak tak ada yang merawat dan ijazah SMA sudah hilang entah kemana. 

Lantas apa alasannya menikah? Karena ia takut jika menolak akan kesulitan mendapatkan jodoh kedepannya. Selain itu adanya stereotip yang melekat pada perempuan untuk tidak perlu sekolah tinggi-tinggi memutuskan ia berhenti kuliah dan mengurus anak. 

Kasus Ana bukanlah satu-satunya, masih banyak kasus serupa di nusantara. Banyak stereotip yang melekat pada perempuan. Kalimat yang paling aku sering dengar adalah "perempuan itu tugasnya hanya di dapur, kamar, dan sumur jadi gak usah kuliah tinggi-tinggi".

Aku berusaha melawan stereotip melalui tulisan dan juga pendidikan. Melalui tulisan ku lakukan dengan harapan tak ada lagi stereotip yang melekat pada wanita. Dengan pendidikan aku berharap banyak orang yang sadar bahwa perempuan adalah guru pertama bagi seorang anak. Tentu guru tak akan bisa mengajar jika belum belajar terlebih dahulu. 

Omongan orang tentang aku yang belum juga menikah di usia 25 tahun memang terdengar menyakitkan. Aku selalu menganggap aku adalah kapal dan omongan orang adalah air. Kapal perlu air untuk berlayar namun, jika air yang datang berlebihan tentu ia akan tenggelam. 

Setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, begitu juga dengan perempuan. Perempuan berhak untuk sekolah setinggi mungkin. Di tahun 2020 ketika menyandang status pengangguran, stereotip itu kian sering terdengar. Buat apa capek-capek cari kerja mending perempuan menikah saja toh juga dapat uang dari suami, begitu katanya. 

Berusaha melawan stereotip di tahun 2021 aku memutuskan merintis bisnis. Memulai bisnis perawatan kulit yang formulatornya adalah aku berserta seorang teman. Bagiku menikah bukanlah solusi dari permasalahan hidup. Bisnis perawatan kulit yang sedang kurintis memanfaatkan pinang sebagai zat aktifnya. Selain itu, harapannya aku dapat meningkatkan perekonomian ibu-ibu rumah tangga di sini yang pekerjaan utamanya sebagai petani pinang. 

Contoh sampel lipscrub, sumber: dokumen pribadi
Contoh sampel lipscrub, sumber: dokumen pribadi

Aku percaya masih banyak perempuan-perempuan di luar sana yang melawan stereotip yang ada dengan cara yang berbeda. Apapun caranya aku dan mereka adalah #Ladiesianatangguh. Hari perempuan internasional memang sudah berlalu namun, perjuangan untuk mewujudkan kesetaraan gender masih terus berlanjut. 

Di tahun 2021 aku masih terus berjuang mewujudkan mimpi yang telah kutulis. Melawan stereotip yang ada terhadap perempuan, salah satunya. Aku ingat sekali seorang dosen pernah berkata saat revolusi komunisme di Rusia, agama Islam dilarang keberadaannya. 

Ibu-ibu yang memeluk agama Islam di Rusia memegang peranan penting agar Islam tetap ada. Mereka mengajarkan pondasi Islam di rumah namun, di luar rumah identitas Islam dihilangkan. Sehingga, agama Islam tetap ada dan kini menjadi agama nomor dua dengan jumlah pengikut terbanyak di Rusia. Oleh karena itu, mari bertumbuh bersama melawan stereotip yang ada. Perempuan yang cerdas kunci bangsa yang hebat. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun