"Wah udah umur 25 tahun kamu kok masih sendiri aja? Gak takut jadi perawan tua?Â
"Pernikahan udah mau setahun, belum hamil juga? Kok lama sekali ?"Â
"Duh, orang umur 25 tahun udah hebat aja ya "Â
"Umur 23 tahun baru kuliah semester 4?
Perkataan-perkataan di atas sangat familiar bukan di kalangan masyarakat kita? Entah apa tujuannya.Â
Bagi aku pertanyaan untuk segera menikah adalah hal yang sangat kubenci karena prioritas sekarang adalah membahagiakan orang tua terlebih dahulu. Â
- Tradisi Masyarakat yang Tidak SehatÂ
Tradisi? Iya tradisi masyarakat yang telah dilakukan turun temurun. Tradisi ini semakin menjadi-jadi saat hajatan atau saat kumpul keluarga pada momen lebaran. Tak heran banyak yang kehilangan semangat untuk hadir pada momen tersebut.Â
Entah apa makna dari memburu hidup. Rasanya hidup yang sempurna di mata masyarakat kita adalah sukses di umur 20an. Begitu pula dengan menikah, menikah di umur yang "tepat" adalah umur 23-25.Â
Hidup yang terus "diburu" ini membuat kebanyakan orang mengalami depresi. Terlebih ketika membuka sosial media menjadi lebih sering membandingkan diri sendiri dengan apa yang ada di sosial media. Tak heran terlebih di masa pandemi banyak yang mengakses sosial media. Data yang diperoleh dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDKJI), selama pandemi angka penderita gangguan jiwa meningkat menjadi 57,6 persen.Â
Hidup yang terfokus mengejar "deadline" membuat lupa untuk menikmati proses yang ada. Padahal hidup adalah misteri yang tak pernah kita tahu sampai kapan perlangkahan di dunia ini. Bisa jadi karena terlena dengan deadline umur, kita lupa bahwa kematian bisa datang kapan saja tanpa memberi aba duluan.Â
Jika umur muda adalah patokan untuk harus sukses maka KFC tak akan berdiri hingga saat ini. Harland David Sanders justru baru sukses mendirikan KFC di umur 70 tahun. Umur yang sangat tua untuk sukses.Â
- Hidup adalah perjalanan yang tak pernah ada habisnya.Â
Memasuki universitas kehidupan, aku belajar banyak hal yang tak kuperoleh di bangku kuliah. Sejatinya hidup adalah perjalanan yang tak pernah ada habisnya. Ketika sedang kuliah, aku selalu ditanyai " kapan siap kuliah?". Ketika telah menyelesaikan kuliah maka pertanyaan beralih "kapan nikah?". Sepertinya hidup di tengah-tengah kepo society tak pernah ada habisnya. Jika umur dianggap sudah telat untuk menikah maka pertanyaan menyakitkan pun muncul " udah umur 25 masih betah aja menyendiri?"Â
Di dalam perjalanan maka nikmati saja prosesnya. Karena banyak sekali pembelajaran yang didapat dari proses bukan hasil. Menikmati proses berarti sudah siap dengan baik atau buruk takdir yang Tuhan beri. Jika tidak dinikmati maka mudah sekali untuk terkena depresi.Â
-Ada kalanya tutup kupingÂ
Sebagai seorang yang overthinking awalnya sangat susah untuk tutup kuping dengan perkataan orang. Terlebih katanya jika telat menikah maka akan susah untuk memperoleh keturunan. Padahal keturunan yang memberikan adalah tuhan bukan manusia. Jadi memang ada kalanya untuk tutup kuping dengan perkataan manusia. Memang seni untuk bersikap bodoh amat perlu sekali.Â
-Let it go dan jalanin sesuai kata hatiÂ
Kita adalah pemimpin untuk diri sendiri termasuk hidup. Terkadang yang tahu apa yang terbaik buat hidup adalah diri sendiri bukan orang lain. Jadi, seperti film Frozen, lepaskan dan biarkan diri sendiri menjalani hidup sesuai dengan kata hati.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H