Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mengenal Obat Tradisional, Efek Samping, dan Pengetahuan Masyarakat

11 Desember 2020   15:15 Diperbarui: 11 Desember 2020   15:29 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen pribadi 

Pada masa pandemi Covid-19, banyak hal yang berubah dari pola pikir masyarakat. Salah satunya adalah kepedulian terhadap kesehatan yang semakin meningkat. Penggunaan obat tradisional juga meningkat dikarenakan banyak pihak yang mengklaim obat tradisional tertentu dapat menyembuhkan covid-19. Di awal virus Covid-19 masuk Indonesia, harga bahan obat tradisional tersebut meningkat drastis. 

Sumber : cnnindonesia.com
Sumber : cnnindonesia.com

 Banyak masyarakat menganggap obat tradisional lebih baik dari obat sintetis. Maka tak heran banyak obat tradisional yang dijual memiliki klaim yang berlebihan. 

Dalam ilmu farmasi, obat bisa disamakan dengan racun jika dosis yang diminum tidak tepat, khasiat belum jelas, serta efek samping belum diketahui. Begitu juga dengan klaim obat tradisional. Sayangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat tradisional masih sangat rendah.

Apa itu obat tradisional?

 Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019, obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai norma yang berlaku di masyarakat.
 Obat tradisional sendiri terbagi dalam 3 kelompok, yaitu

* Jamu

Sumber : https://klasika.kompas.id
Sumber : https://klasika.kompas.id

   Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang telah digunakan secara turun-temurun oleh nenek moyang berdasarkan klaim empiris. Jamu tidak mengalami tahapan uji praklinik (uji pada hewan percobaan) dan klinik ( uji pada manusia).

  Jamu aman dikonsumsi masyarakat jika memenuhi standar persyaratan yang berlaku dan telah memperoleh nomor izin edar obat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Contoh dari produk jamu adalah tolak angin.

* Obat Herbal Terstandar (OHT)

Sumber : https://klasika.kompas.id/
Sumber : https://klasika.kompas.id/

  Menurut peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 32 Tahun 2019, obat herbal terstandar adalah produk yang mengandung bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, bahan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai norma yang berlaku di masyarakat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.

   Banyak yang mengira OHT adalah obat sintetis karena dikemas dalam sediaan obat seperti sirup, atau kaplet. Faktanya OHT adalah jenis obat tradisional yang khasiatnya sudah diuji coba pada hewan. Contoh OHT adalah Diapet.
   
* Fitofarmaka

Sumber : https://klasika.kompas.id/
Sumber : https://klasika.kompas.id/

 Fitofarmaka adalah obat tradisional yang keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan dengan uji praklinik dan klinik. Selain itu, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Fitofarmaka ini adalah obat tradisional yang sudah naik "kelas" dibandingkan dengan jamu dan OHT. Contoh fitofarmaka adalah Stimuno.

Lantas apa permasalahan penggunaan obat tradisional?

 Sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, tentu penggunaan obat tradisional sangat dianjurkan. Selain bisa memanfaatkan sumber daya alam yang ada, tentu bisa mendongkrak ekonomi negara. Namun, obat tradisional tersebut harus melalui riset yang benar, serta bahan baku dan produknya harus sudah terstandardisasi.

  Jika tidak maka penggunaan obat tradisional akan membahayakan masyarakat sendiri. Contohnya penggunaan bawang putih di masyarakat sebagai anti-kolesterol, anti-hipertensi, penurun demam, dan sebagainya. 

Berbagai penelitian yang telah dikembangkan berkaitan dengan aktivitas farmakologi dari bawang putih antara lain sebagai anti-diabetes, anti-hipertensi, anti-kolesterol, anti-bakteri, anti-oksidan, anti-agregasi sel platelet, anti-virus, dan anti-kanker (Hernawan dan Setyawan, 2003).
 
 Segudang manfaat yang dimiliki oleh bawang putih tentu pasti memiliki kekurangan. Ibarat manusia yang memiliki kekurangan dan kelebihan, begitu juga dengan tumbuhan. 

Penggunaan bawang putih yang berlebihan berpotensi menyebabkan pembengkakan hepatosit. Oleh karena itu, penggunaan bawang putih sebagai obat tradisional harus memiliki dosis yang tepat. Begitu pula dengan bahan lainnya yang digunakan secara turun-temurun.
 
 Pentingnya peran akademisi, praktisi, serta pemerintah dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai obat tradisional. Selain itu, pemerintah dapat mengeluarkan regulasi yang tepat agar obat tradisional lebih berkembang ke depannya.

Referensi :
1. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional.
2. Farmasi UGM.
3. Hernawan, E. U., Dan Setyawan, A.D. 2003. Review : Senyawa Organosulfur Bawang Putih (Allium sativum L.) dan Aktivitas Biologinya. Biofarmasi 1(2) : 65-76.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun