Menurut peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 32 Tahun 2019, obat herbal terstandar adalah produk yang mengandung bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, bahan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai norma yang berlaku di masyarakat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.
  Banyak yang mengira OHT adalah obat sintetis karena dikemas dalam sediaan obat seperti sirup, atau kaplet. Faktanya OHT adalah jenis obat tradisional yang khasiatnya sudah diuji coba pada hewan. Contoh OHT adalah Diapet.
 Â
* Fitofarmaka
 Fitofarmaka adalah obat tradisional yang keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan dengan uji praklinik dan klinik. Selain itu, bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi. Fitofarmaka ini adalah obat tradisional yang sudah naik "kelas" dibandingkan dengan jamu dan OHT. Contoh fitofarmaka adalah Stimuno.
Lantas apa permasalahan penggunaan obat tradisional?
 Sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah, tentu penggunaan obat tradisional sangat dianjurkan. Selain bisa memanfaatkan sumber daya alam yang ada, tentu bisa mendongkrak ekonomi negara. Namun, obat tradisional tersebut harus melalui riset yang benar, serta bahan baku dan produknya harus sudah terstandardisasi.
 Jika tidak maka penggunaan obat tradisional akan membahayakan masyarakat sendiri. Contohnya penggunaan bawang putih di masyarakat sebagai anti-kolesterol, anti-hipertensi, penurun demam, dan sebagainya.Â
Berbagai penelitian yang telah dikembangkan berkaitan dengan aktivitas farmakologi dari bawang putih antara lain sebagai anti-diabetes, anti-hipertensi, anti-kolesterol, anti-bakteri, anti-oksidan, anti-agregasi sel platelet, anti-virus, dan anti-kanker (Hernawan dan Setyawan, 2003).
Â
 Segudang manfaat yang dimiliki oleh bawang putih tentu pasti memiliki kekurangan. Ibarat manusia yang memiliki kekurangan dan kelebihan, begitu juga dengan tumbuhan.Â
Penggunaan bawang putih yang berlebihan berpotensi menyebabkan pembengkakan hepatosit. Oleh karena itu, penggunaan bawang putih sebagai obat tradisional harus memiliki dosis yang tepat. Begitu pula dengan bahan lainnya yang digunakan secara turun-temurun.
Â
 Pentingnya peran akademisi, praktisi, serta pemerintah dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai obat tradisional. Selain itu, pemerintah dapat mengeluarkan regulasi yang tepat agar obat tradisional lebih berkembang ke depannya.
Referensi :
1. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019 tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional.
2. Farmasi UGM.
3. Hernawan, E. U., Dan Setyawan, A.D. 2003. Review : Senyawa Organosulfur Bawang Putih (Allium sativum L.) dan Aktivitas Biologinya. Biofarmasi 1(2) : 65-76.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H