Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ayah

9 Agustus 2019   19:34 Diperbarui: 9 Agustus 2019   19:38 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nak, hari ini kamu menemani ayah berbelanja kebutuhan kita di pasar. Membeli semua kebutuhan kita dengan uang seadanya. Mata kamu tidak pernah lepas dari mainan didepan kamu. Kamu menangis saat ayah berkata tidak ada uang nak. Nak, ketahuilah tiap ayah melihat kamu menangis, ayah merasa gagal nak. Ayah merasa gagal membuat dunia kamu berwarna.

Nak, kamu tumbuh menjadi perempuan yang sangat cantik dimata ayah. Kamu juga sangat keras kepala. Kamu juga jarang memuji ayah lagi seperti dulu. Ayah paham nak. Ayah sering memarahi kamu dan jarang sekali memberi apa yang kamu minta.

Saat kamu sudah memasuki masa remaja. Ayah bekerja keras kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki. Semuanya ayah lakukan agar kamu dapat memakai baju, sepatu, dan tas yang layak. Ayah masih ingat ketika kamu kecil baju kamu menjadi bahan candaan teman-temanmu. Kamu tertawa menanggapinya seakan-akan lelucon yang lucu. Tapi tidak bagi kami, nak. Ayah dan Ibu terpaksa menahan lapar seminggu demi baju kamu.

Waktu berlalu dengan cepat. Kamu kini harus merantau. Melanjutkan pendidikan dan menwujudkan mimpi yang sering kamu ceritakan. Meninggalkan kami ayah dan ibumu. Di perantauan kamu sering menangis menceritakan betapa susahnya bergaul dengan anak-anak kota yang banyak maunya. 

Puncaknya ketika kamu bercerita sering tidak tahu jadwal kuliah karena kamu tidak memiliki gadget. Kamu juga pernah tidak tahu jadwal ujian yang mendadak, beruntungnya dosen kamu baik hati. Pada akhirnya Ayah dan ibu membelikan kamu gadget dari uang panen yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki atap rumah kita yang sudah berlubang.

Saat kamu sudah bekerja seorang laki-laki datang kerumah kita. Bertemu dengan ayah dan ibu. Menyampaikan maksudnya kepada ayah untuk mengajak kamu hidup bersamanya. Ayah melihat wajahmu memerah. Ayah sudah paham, nak. Kamu menyukainya. Akhirnya ayah dan ibu melepaskan kamu untuknya. Ibumu menangis didepanmu, sedangkan ayah menangis dibelakangmu.

******

Lima tahun sudah kamu meninggalkan ayah, nak. Lima tahun kamu tidak memberi kabar. Hari ini tepat 40 hari kematian ibumu, nak. Kamu juga tidak pulang mengantarkannya ke peristirahatan terakhir. 

Pulanglah, nak. Tak usah takut ayah menginginkan barang yang mewah dari kota. Ayah hanya ingin mengetahui kabarmu. Ayah hanya ingin mengetahui apakah kamu bahagia dengan lelaki yang sudah ayah restui. Karena selamanya kamu tetap putri kecil ayah yang selalu ayah lindungi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun