Mohon tunggu...
Irhamna Atqia Irhamn Atqia
Irhamna Atqia Irhamn Atqia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan

Mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Ahmad Dahlan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengalaman Hidup di Nunukan, Beranda Terdepan NKRI!

16 Januari 2022   08:52 Diperbarui: 16 Januari 2022   10:32 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mungkin dari kebanyakan orang masih banyak yang beranggapan bahwa indonesia hanya sebatas pulau jawa saja, tapi pernahkah kalian mengetahui bagaimana kehidupan orang-orang yang tinggal di tapal batas negeri yang bahkan jauh dari kemegahan dan gemerlap cahaya seperti yang ada di kota-kota besar di indonesia?. Dan bila mendengar kata kalimantan, apa yang langsung terlintas dipikiran kalian? 

Hutan rimba yang lebat di kelilingi pohon-pohon besar, Orangutan dan bekantan yang berkeliaran dengan liar, memanjat dari satu pohon ke pohon lain, atau suatu tempat yang jauh dari peradaban manusia?. Tenang, kalimantan tak se-primitif itu kok. Ada banyak juga kota-kota besar yang ada di pulau kalimantan. Seperti yang ada di kalimantan utara.

Kalimantan utara sendiri merupakan provinsi yang baru berusia 8 tahun. Kabupaten/ kota yang tergabung di dalam provinsi kalimantan utara antara lain Nunukan, Tarakan, Kabupaten Tana Tidung (KTT), Malinau, dan Bulungan sebagai ibukota Provinsi dari kalimantan utara. 

Namun, Pada kesempatan kali ini aku mau bercerita tentang kota kelahiranku, sekaligus kota yang menjadi beranda dan garis terdepan yang di miliki oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nunukan.

Nunukan, merupakan salah satu kabupaten/ kota yang berada di ujung utara pulau kalimantan dan merupakan salah satu dari kabupaten yang tergabung di dalam provinsi kalimantan utara, indonesia. Dan juga berbatasan langsung dengan negara Malaysia tepatnya ibu kota Distrik Tawau di Sabah , Malaysia.

Perjalanan menuju pulau nunukan hanya dapat di tempuh menggunakan dua jalur yaitu jalur udara dan jalur laut. Dari kota tarakan yang merupakan kota terbesar dan tersibuk yang ada di provinsi kalimantan utara, perjalanan menggunakan jalur laut dengan menggunakan speedboat dapat di tempuh dalam waktu 2 jam, dan bila melalui jalur udara menggunakan pesawat dapat di tempuh dalam waktu 20 menit. 

Meskipun menggunakan jalur udara lebih efektif dan lebih hemat waktu, masyarakat nunukan lebih sering menggunakan speedboat karena biayanya yang lebih murah walaupun harus mengorbankan waktu yang cukup lama.

Karena letaknya yang sangat dekat dengan negara malaysia, menjadikan pulau dengan motto "Penekindi Debaya" berasal dari bahasa tidung yang memiliki arti "Membangun Daerah" ini, Menjadi pintu keluar-masuk dan juga sebagai tempat persinggahan internasional. 

Hal ini dapat di lihat dengan di bangunnya fasilitas dan infrastruktur yang memadai untuk menunjangnya. Misalnya seperti pelabuhan internasional yang diberi nama "Tunon Taka" yang juga berasal dari bahasa tidung yang memiliki arti " Selamat Datang" yang merupakan pelabuhan lintas dengan kota Tawau, Malaysia. 

Bagi penduduk kota Nunukan yang hendak pergi ke Tawau diperlukan dokumen PLB (Pas Lintas Batas). Setiap hari rata-rata sekitar 8 unit kapal cepat dengan kapasitas kurang lebih 100 orang mondar-mandir antar Nunukan dengan Tawau, Malaysia.

Perjalanan menuju Tawau, Malaysia memakan waktu yang lebih singkat daripada perjalanan menuju pulau Tarakan, yakni hanya memakan waktu sekitar 30-45 menit dari pelabuhan tunon taka di kabupaten Nunukan. Tak jarang di nunukan kita bahkan lebih banyak menjumpai produk dengan lebel "Buatan Malaysia" khususnya untuk produk bahan pokok seperti beras, susu,minyak makan, dan lain sebagainya. 

Hal ini disebabkan karena produk buatan luar negeri tersebut lebih mudah untuk masuk dan tak terlalu memakan biaya yang terlalu banyak untuk mendapatkannya. Tak heran bila ada yang mengatakan "garuda di dadaku, harimau di perutku" ungkapan tersebut tak lain karena lebih seringnya masyarakat di sana mengonsumsi makanan buatan malaysia daripada makanan buatan indonesia. Meskipun banyak juga produk makanan buatan dalam negeri yang di jual di sana.

Sangking dekatnya dengan negara malaysia, bahkan di nunukan tepatnya di pulau sebatik yang masih menjadi bagian dari kecamatan nunukan terdapat salah satu rumah warga yang unik. Mengapa di katakan unik ? karena rumah tersebut di bangun diatas dua wilayah negara yang berbeda. 

Teras rumah dan ruang tamunya yang berada di wilayah indonesia, sedangkan kamar mandi dan dapurnya berada di wilayah malaysia. Karena keunikannya tersebut menjadikan banyak orang yang penasaran untuk melihatnya secara langsung dan menjadi salah satu obyek wisata yang ada di nunukan. 

Bahkan beberapa pasar yang ada di kabupatem nunukan ini berlaku pecahan dua mata uang yang berbeda pula yakni, mata uang ringgit dan rupiah. Salah satu pasar yang menerima kedua pecahan mata uang tersebut adalah pasar yang berada di jalan lingkar atau masyarakat nunukan biasa menyebutnya dengan pasar "Lingkar".

Nunukan juga memiliki keberagaman suku dan budaya. Penduduk asli nunukan sendiri berasal dari suku-suku asli yang ada di kalimantan seperti Dayak, Tidung, dan Banjar. Karena semenjak dahulu nunukan telah menjadi tempat persinggahan dan menjadi jalur perdagangan nasional dan internasional, banyak pedagang dan suku-suku yang berasal dari daerah lain tinggal dan menetap di pulau nunukan. 

Contohnya seperti suku jawa,bugis,toraja, dan suku-suku yang berasal dari indonesia bagian timur. Karena keberagaman itulah akhirnya menciptakan sebuah akulturasi budaya yang baru. 

Salah satunya yang bisa dilihat dengan jelas adalah di bidang kuliner. Walaupun masyarakat yang tinggal di kabupaten nunukan pada dasarnya adalah suku-suku asli yang ada di kalimantan, namun karena masuknya budaya-budaya dari luar tersebut menjadikan akulturasi budaya yang baru. Salah satu contohnya karena nunukan yang juga sudah di dominasi oleh suku bugis yang bersal dari sulawesi, bila ada perayaan hari besar seperti lebaran, resepsi pernikahan atau hari besar yang lain, selalu menyediakan makanan buras atau "Burassa" yaitu makan yang terbuat dari beras yang di campurkan dengan santan lalu di ikat dan dimasak menggunakan daun pisang lalu di makan dengan lauk ikan teri balado, serundeng, opor ayam, ataupun daging rendang. 

Makanan tersebut sebenarnya asli budaya dari suku bugis namun karena akulturasi budaya itu tadi menjadikan makanan ini menjadi makanan yang wajib ada di setiap perayaan hari besar yang terjadi. saya sendiri apabila ada perayaan hari besar contohnya seperti lebaran dan tidak ada makanan ini saya merasa ada yang kurang. Karena saya sendiri yang juga merupakan keturunan dari suku bugis.

Itulah mungkin sedikit cerita tentang gambaran bagaimana kehidupan masyarakat yang hidup dan tinggal di pelosok-pelosok negeri khususnya dari tempat kelahiranku di Nunukan, beranda terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun