Sutejo dalam Berguru pada Keterbiusan Menulis Budi Darma, sastra-indonesia.com
Tanggal 8 Desember 2007 adalah hari pelepasan seorang sastrawan besar Indonesia. Sastrawan itu sering memiliki jargon yang unik, jargon itu diantaranya adalah (i) bahwa dunia sastra adalah dunia jungkir balik, (ii) pada mulanya karya sastra adalah tema, (iii) menulis itu berpikir, (iv) menulis rangkaian dari peristiwa kebetulan, (v) menulis itu seperti naik pesawat terbang (kuatnya imajinasi), (vi) menulis sebagai identitas budaya, karena itu ia hampir menuliskan seluruh tulisannya dalam bahasa Indonesia, (vii) menulis asal menulis dan asal mengikuti mood, tanpa draft, dan tanpa apa pun (sebuah kondisi terbius), (viii) menulis adalah masalah waktu, karena itu menulis akan lancar, manakala suasana menyenangkan untuk menulis tidak terganggu-ganggu, (ix) falsafah “realitas burung” yang mengerakkan, (x) pengarang adalah proses mencari, dan karya sastra adalah rangkaian proses mencari itu, dan (xi) pengarang tidak pernah puas dengan karyanya sendiri.
Jarak Estetis
Jarak yang Membentang antara Fakta dan Fiksi, blog.mizanstore.com
Jarak estetis dijabarkan oleh Budi Darma sebagai jarak yang memisahkan tokoh aku dalam tulisan dengan aku sebagai pribadi sesungguhnya di dunia nyata. Jarak ini diperlukan ketika membuat sebuah karya fiksi untuk memberi batas antara sebuah karya fiksi dengan karya non-fiksi.
Misalnya, begini. Kata orang, hal paling mudah untuk mengawali seseorang membuat tulisan adalah dengan menceritakan kisah pribadi berdasarkan kisah nyata dari sang penulis. Oleh karena itu, biasanya para penulis pemula memulai karya tulis pertamanya dalam sebuah diari. Sebuah tulisan yang bisa dibuat secara konsisten tentang diri dan kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, ketika hendak dipublikasikan dan dibaca oleh khalayak, apakah semua hal dalam diari harus dipaparkan secara utuh menjadi sebuah buku fiksi?
Jati Diri Pengarang
Donny Syofyan dalam Budi Darma dan Sastra Dunia , geotimes.id
Mencermati bahwa sastra berada di bawah bayang-bayang masa lalu, Budi Darma mengingatkan bahwa sastra selalu dalam proses mencari rumah atau akarnya. Menulis sastra adalah proses pencarian diri (individual quest) demi beroleh kepuasan.
George Sand (Lucile-Aurore Dupin), misalnya, menegaskan bahwa dalam kapasitasnya sebagai pengarang, dia hanya seorang wanita yang mengamati hidupnya sendiri dan mengungkapkannya. Dengan menulis dia bernapas sehingga semua tulisannya adalah masalah pribadinya.
Sementara itu, Proust menulis untuk dirinya sendiri dalam kesepiannya.
Gao Xingjian memafhumi sastra sebagai suara individu. Sastra adalah sarana pencarian individu.