Mohon tunggu...
M. Irham Jauhari
M. Irham Jauhari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pendiri Terapifobia.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kenapa Tidak Boleh Mager?

15 Juni 2023   02:33 Diperbarui: 22 Juni 2023   14:14 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi "Orang yang Sedang Malas Bergerak" oleh Andrea Piacquadio dari Pexels.com

Banyak orang terjebak kebiasaan mager alias malas bergerak. Dan parahnya, kesulitan melepaskan diri.

Mager atau malas gerak menjadi fenomena klasik manusia modern.

Teknologi memanjakan manusia. Sayangnya hal ini justru membuat orang menjadi mager. Semua hal tersedia dalam jentikan jari. Dunia yang dulu dianggap sebagai mitos. Sekarang menjadi kenyataan.

Perubahan zaman memaksa kita menerima kenyataan. Segala hal berubah cepat dan drastis. Hal-hal yang awalnya tidak mungkin menjadi benar-benar nyata.

Bayangkan, jika semua umat manusia mengalami fenomena mager. Gym-gym menjadi sepi. Karena netizen lebih suka olah jari daripada olah raga. 

Ketika semangat mudah habis. Ketika berusaha hingga peras keringat. Mengusahakan pekerjaan berhasil semaksimal mungkin. Terkadang hasilnya tidak memuaskan. Perjuangan penuh peluh keringat terasa tidak berarti apa-apa. Disitulah kita sering merasa mager. Seolah apapun usaha kita, hasilnya tetap tidak memuaskan.

Dalam kondisi mager, saya sering melakukan kilas balik dari apa yang sudah saya kerjakan. Apakah saya melakukan kesalahan. Ataukah ada detail kecil yang terlewat. Sehingga detail kecil itu mempengaruhi hasil yang besar. 

Pertanyaan demi pertanyaan saya ajukan kepada diri saya sendiri, self talks. Sembari mencari jawaban logis atas ketidakberhasilan sebuah usaha.

Seringkali selftalk inilah yang menjadi resolusi buat saya. Untuk menjadi lebih baik, lebih titis dalam bekerja.

Pembaca, kamu pasti punya alasan tersendiri mengapa kamu bisa mager. Jangan bilang, kalau kamu memang hobi mager. Jangan bilang begitu, tetapi katakan di kolom komentar, kenapa kamu mager. Coba cari alasan yang logis, yang masuk akal. Pasti ada alasan.

Manusia adalah hewan yang berpikir, 

Jadi ketika kamu mager, pasti ada alasannya. Temukan alasan itu.

Mager itu boleh.

Asal tahu batasan. Misalnya seminggu penuh mager. Kan alasannya apa dulu, dilihat.

Mager kadang-kadang baik untuk beristirahat. Merefresh pikiran yang sebelumnya penuh sesak dengan problematika kompleks pekerjaan.

Rehat dengan mager dapat menjadi proses kreatif seorang seniman. Mencari inspirasi, mencari hal-hal baru yang tidak bisa didapatkan. Tidak bisa dipikirkan dengan berpikir keras.

Kamu pasti tahu, kebiasaan mager berperan terhadap masa depan.

Menghancurkan? Ngeri.

Waktu akan menjawab setiap doa, dalam kondisi mager. Doa apa yang kamu panjatkan kepada Tuhan. Apakah dalam mager, kamu berdoa supaya kamu dapat mager untuk selama-lamanya? ngeri.

Mager memperlambat untuk mencapai target.

Mager dapat menghambat untuk mencari penyelesaian dari masalah yang kamu hadapi. Tidak ada yang peduli dengan kamu, kalau kamu sendiri tidak peduli dengan dirimu sendiri.

Mager itu normal.

Jika bisa tidak mager, jangan mager.

Begitulah kira-kira.

Kalau terpaksa mager, ya nikmati saja.

Mungkin ada saatnya kamu harus mager untuk mencari inspirasi, ilham, ide brilian.

Jadikan saat-saat mager bermanfaat.

Ancaman kepribadian mager

Kalau terus-terusan mager, Mager akan menjadi kepribadianmu lho.

Hati-hati dengan kebiasaan burukmu, lambat-laun akan menjadi permanen dan sulit untuk dihilangkan.

Hal ini tidak hanya soal mager. 

Hal-hal lain seperti suka menunda-nunda sesuatu, suka mengulur-ulur waktu mengerjakan tugas. Bisa menjadi kebiasaan permanen dan sulit untuk dihilangkan.

Mager secara wajar.

Diulang, diulang, diulang.

Apa yang menjadi latihanmu akan menjadi keahlianmu. Kalau kamu latihan mager ya, ahli mager. Begitulah.

Mager pada hal negatif. 

Mager yang positif adalah ketika kamu mager untuk melakukan hal-hal negatif. "Think the opposite", kata Paul Arden.

Mager pada hal-hal yang bisa menyeretmu dalam kegagalan adalah keharusan. 

Cara mengatasi mager.

Bekerja pada bidang yang paling kamu suka

Orang bilangnya bekerja sesuai passion, tapi jangan mendewa-dewakan passion. Karena bisa jadi suatu pekerjaan yang telah menghidupimu selama ini. 

Meskipun awalnya tidak kamu sukai, atau awalnya bukan passion kamu. Bisa jadi lama-lama menjadi kenikmatan tersendiri buat kamu. Kamu menemukan sisi yang kamu sukai dari pekerjaanmu. Lalu, secara berangsur justru kamu menemukan passion dalam pekerjaanmu.

Lakukan hal yang membuatmu bersemangat

Apapun yang membangkitkan semangat. Sesuatu yang membuat kamu gembira. Kamu lebih tahu apa yang membuatmu bersemangat.

Miliki positive circle

Siapa di dekatmu, siapa orang yang dekat dengan kamu. Sahabat-sahabat kamu, sangat menentukan kebiasaan-kebiasaanmu. Cara kamu menjalani kehidupan sangat dipengaruhi oleh mereka. Pilih dengan hati-hati.

Sebelum menjadi kebiasaan buruk yang menghambatmu mencapai keinginan kamu, alangkah lebih baiknya, jangan menjadikan mager sebagai kebiasaan buruk.

Sehari tanpa sosmed

Sebuah refleksi diperlukan untuk melangkah maju lebih bersemangat.

Manfaatkan momen luring (offline).

Terlalu banyak informasi yang masuk ke dalam otak kadang membuat seseorang susah untuk berpikir jernih. Menjauh dari internet kadang-kadang adalah sebuah keputusan bijak. Untuk menjernihkan pikiran dari informasi yang distraktif.

Epilog: Manusia Butuh Ketenangan 

Mager menjadi sebuah ritual yang membawa kita menjelajahi ketenangan jiwa. Mengistirahatkan tubuh, pikiran dan perasaan dari ambisi. Menjalani ritual wajib untuk berpikir jernih, melawan distraksi media sosial. 

Tak bisa dipungkiri, kadang-kadang menjadi manusia malas gerak adalah solusi meredam amarah, tenangkan jiwa-jiwa yang lelah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun