Saya muak dengan senja.Â
Senja selalu datang untuk menghadirkan inspirasi yang tidak ada akhirnya. Senja membanjiri perasaan dan ingatan tentang kata-kata indah yang entah apa gunanya. Lalu aku menulis kata-kata mutiara yang terdengar penuh makna. Meskipun pada satu waktu sebelum aku terlelap. Kata-kata itu telah lenyap dihapus kesedihan hidup yang tidak bisa diobati hanya dengan kata-kata.
Orang bilang cerpen harus punya cerita. Cerpen ini belum tentu ada ceritanya. Belum tentu bercerita cinta, asmara dan kata-kata indah tentang senja. Belum tentu tentang orang-orang yang mendapatkan pencerahan ketika senja.
Kata orang, senja adalah tentang kenangan. Omong kosong. Kata-kata indah tentang senja hanyalah bualan. Mereka yang berkoar soal senja dan kata-kata indah. Belum tentu hidupnya indah. Bisa jadi sengsara, lalu menyerah begitu saja pada kenyataan dan berlindung dari kata-kata senja.
Saya bingung, kenapa ada orang yang sebegitu fanatiknya pada senja. Pada malam yang indah. Pada purnama yang cuma peristiwa alam yang terjadi sebulan sekali.Â
Kenapa orang-orang begitu terkesima pada senja. Karena bagi saya, senja hanyalah senja. Hanyalah sebuah waktu dimana siang berganti malam, di tengah-tengah itu ada senja. Itu saja.
Hidup ini tidak melulu tentang senja. Lebih banyak, hidup itu tentang bangun pagi, bekerja menghasilkan uang untuk biaya hidup. Hidup itu tidak melulu tentang senja. Jangan lari dari kenyataan dan berlindung pada buaian kata-kata indah tentang senja. Hidup tidak semudah itu.Â
Bangun dari mimpi indah dan bekerjalah. Karena hanya dengan bekerja, segala kata-kata indah tentang cinta bisa diwujudkan. Berdiam diri memandangi senja sambil memupuk harapan, hayalan dan angan-angan. Pada saat tertentu, akan kamu sesali. Kenapa hidupmu terlalu banyak mimpi dan terlalu sedikit mimpi yang menjadi nyata.
Hidup ini tidak cuma tentang senja. Hidup ini tentang bergegas menyelesaikan pekerjaan. Larut dalam kesibukan. Berpeluh untuk memperjuangkan hidup. Bertarung melawan tantangan nyata. Bukan bertengkar dengan angan-angan hampa.
"Lihat itu Si Budi, hidupnya sekarang sudah enak. Sudah berkeluarga. Mapan. Bahagia." Kata Ibuk kepada Wawan.