Saya punya teman yang berprofesi sebagai konsultan. Lalu saya ajukan pertanyaan, "bagaimana caranya cepat kaya?"
Teman saya menjawab, "Di dunia yang super sibuk ini ada sebuah profesi yang bernama motivator. Meskipun apa yang mereka katakan sudah kamu tahu. Kamu tetap butuh motivator. Karena motivasi itu bisa basi. Semangat bisa layu. Maka profesi yang abadi itu bernama motivator."
Jangan begitu, bro!
Itulah jawaban saya. Karena ide itu terlalu hayal.Â
Teman saya satu lagi nyeletuk, "Kalau ingin sukses dan cepat kaya itu syaratnya jangan kebanyakan makan motivasi. Itu hanya manusia cengeng yang apa-apa perlu dimotivasi."
Saya mengangguk-angguk.
Menggebu-gebu ia melanjutkan ceramahnya, "Jadi orang itu jangan kenyang motivasi. Bisa bikin malas kerja. Bawaannya pengen memotivasi orang lain."
Masih ada lanjutannya. Makin semangat ia berkhotbah.
"Setelah kamu lulus dari seminar motivasi, kamu akan jadi motivator. Bayangkan kalau semua orang jadi motivator?"
Terdengar masuk akal, meskipun mustahil.
"Para penggemar motivasi biasanya idealis yang suka segalanya serba sempurna. Selalu menunggu waktu yang paling tepat untuk melakukan sesuatu. Mereka sejatinya adalah sang penggemar momentum."
"Ya, kan segala sesuatu memang ada waktunya, Bro. Tidak boleh asal." Sanggah saya.
Perdebatan itu pun tidak mencapai kata sepakat. Karena semua orang sibuk membela argumen. Tidak ada yang mengalah. Akhirnya perdebatan itu pun usai dengan sendirinya dalam keheningan.
"Mari kita tidur, besok kerja."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H