Seni bukanlah melulu soal lukisan yang menawan. Bukan campur bawur warna yang semrawut. Orang menyebutnya lukisan abstrak.
Saya pikir bukan itu.Â
Rasa adalah sesuatu yang membuat seni itu dibayar mahal. Rasa yang tidak bisa digantikan oleh kata-kata. Kolektor seni bukan semata-mata mengoleksi benda. Ia sejatinya sedang mengoleksi rasa.Â
Rasa yang timbul dari sebuah kerja kreatif. Rasa yang dihasilkan dari berkesenian. Untuk itulah penciptanya disebut seniman. Karena merekalah yang bisa menempelkan rasa pada gambar. Menempelkan rasa pada warna. Mengumpulkan energi cinta dalam setiap gerakan, tarian, drama, puisi, novel, film. Dan tak terhitung jumlahnya.
Seniman ialah manusia yang ditugaskan untuk membuat suasana menjadi hening sekaligus gempita. Hening dalam bisingnya dunia. Gempita dalam sunyinya kesepian.
Karena, keindahan hanya bisa dirasakan oleh hati. Dan, setiap hati tidak bisa merasakan getaran yang berbeda. Vibrasi yang berbeda dengan yang diharapkan, bisa menimbulkan perasaan yang tidak tentu.
Seperti membaca sebuah tulisan. Tidak peduli siapa penulisnya, kalau memang tulisannya bagus, akan tetap bisa dinikmati. Tetapi, jika penulisnya seterkenal apapun, kalau memang tulisannya jelek, tetap tidak akan ada yang baca.
Menulis adalah hobi bagi saya. Karena menulis dapat menjadi stress healing bagi saya. Daripada melakukan hal-hal yang merugikan. Lebih baik menuangkan dalam bentuk tulisan. Saya menikmati setiap detik menulis.
Karena menulis bisa menjadi pelepas beban. Meringankan pikiran, menjernihkan hati yang keruh. Meluruskan logika yang melenceng.
Apapun beban pikiranmu, lakukan sesuatu yang kamu sukai. Atau, diam sampai perasaan yang lelah itu pulih dengan sendirinya. Jangan memaksakan perasaanmu. Ketika firasat berkata tidak, jangan memaksakan diri.Â
Perasaanmu lebih peka daripada yang kamu kira.Â