Tetapi pada kenyataannya berbeda. Otak manusia membutuhkan alasan untuk merasakan sebuah perasaan. Termasuk perasaan bahagia.Â
Setiap hari kita banyak memikirkan kebahagiaan yang muluk-muluk. Ingin ini, ingin itu, banyak sekali keinginan. Seolah tidak ada habisnya keinginan kita.
Nonton YouTube, skrol sosial media, Instagram, Twitter, Tiktok. Lanjut Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Shopee, Alibaba, dan kawan-kawannya. Semakin menambah jumlah keinginan kita.
Semakin lama menatap layar gawai. Menambah gejolak keinginan meluap-luap. Semakin kita merasa tidak punya apa-apa. Rumput tetangga semakin terlihat lebih rindang.
Sayangnya internet mendukung penuh keinginan kita.
Kita mulai merasa iri, dengki dan merasa tersaingi. Sebagai manusia normal kita tidak mau dicap kuno dan ketinggalan zaman.
Kita mulai merencanakan untuk memenuhi semua keinginan kita. Meskipun terkadang membuat kita lupa kebutuhan hakiki yang sebenarnya.
Oh rasa iri, kenapa engkau begitu menggoda iman. Tidak bisakah engkau pergi jauh-jauh. Aku ingin hidup tenang tanpa bayang-bayang keinginan macam-macam.
Hidup ini memang bagaikan surga. Penuh dengan kenikmatan, hayalan dan harapan tanpa batasan.