Dalam surat keputusan Ketua MPKS yang ditandatangani Achmad Sanusi Tambunan, menjelaskan tentang landasan sunat perempuan. Surat itu menyebutkan sunat perempuan merupakan fitroh dan syiar Islam yang diyakini orang-orang para pemeluknya yang dalam tatanan syariat agama sebagai salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan. Keputusan itu juga menjabarkan secara teknis pedoman yang harus dilakukan dalam melakukan praktik sunat perempuan.
Meski demikian, bentuk ini tetap dianggap bentuk kontrol terhadap perempuan. Perbedaan cara sekedar mengurangi resiko terhadap kecelakaan kesehatan. Tapi secara mendasar, cara berpikirnya tidak berubah. "Pembatasan dan juga penundukkan perempuan itu tidak bergeser. Yang bergeser hanya mekaniknya. Medisnya," lanjut perempuan yang akrab disapa Missi.
Pemerintah Tidak Mengedukasi Publik
Ketua Yayasan Kalyanamitra Listyowati ikut menimpali. Ia mengatakan sunat perempuan masih dipertahankan sebagai tradisi lantaran minim edukasi kesehatan terhadap masyarakat.Â
Pemerintah kurang optimal menjalankan fungsi edukasi, padahal perannya cukup strategis. "Bahwa ini sebenarnya ini berbahaya. Kami menduga dampak sunat perempuan terhadap kesehatan tidak disosialisasikan pemerintah," katanya saat ditemui di kantornya di kawasan Cilitan, Jakarta Timur.
Berdasarkan penelitian Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2013, sunat perempuan dengan melukai bisa menyebabkan risiko kemandulan. Risiko kesehatan lainnya adalah infeksi kencing, kista, dan komplikasi dalam melahirkan.
"Kalau hal ini disosialisasikan pemerintah melalui dokter dan bidan pasti masyarakat akan percaya. Dokter atau bidan pun bisa menolak jika ada permintaan masyarakat untuk menyunat anak perempuannya," kata Lilis.
Selain itu, ia menyampaikan sunat perempuan sudah tidak relevan lagi. Sebab, kata dia, di sejumlah Negara yang mayoritas penduduknya Islam sudah melarang sunat perempuan. "Misalnya di Mesir, itu sudah hampir 10 tahun lalu mereka melarang sunat perempuan," katanya.
Tulisan ini pernah ditayangkan di laman Independen.id Pada 27 Maret 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H