Dengan memposisikan dalang yang memainkan wayang berada di depan kelir, penonton mungkin akan lebih mengenali karakter yang ditampilkan. Misalnya dalam segi pewarnaan wajah wayang seperti tokoh wayang dengan wajah merah atau merah muda mencerminkan sifat yang tegas, kurang sabar, cepat marah, berani, dan agresif; wajah hitam mencerminkan sifat yang tenang, bijaksana, teguh, mulia, dan bertanggung jawab; wajah putih melambangkan kebersihan dan kesucian; wajah perana (warna kuning emas) menggambarkan sifat yang seimbang; dan wajah biru atau hijau mencerminkan sifat yang sempit, takut, dan kurang bertanggung jawab (Sujatmono: 1922). Â
Kesimpulan dari teks di atas adalah, wayang kulit merupakan seni pertunjukan tradisional Indonesia yang menggunakan bayangan wayang yang diproyeksikan pada layar atau kelir.Â
Dalam pertunjukan wayang kulit di Museum Wayang di Kota Tua Jakarta, kelir digunakan sebagai media proyeksi, dan dalang dengan wayangnya ditempatkan di depan kelir agar penonton dapat melihat secara langsung proses pertunjukan.Â
Tujuan utama dari penempatan dalang di depan kelir ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada penonton, terutama yang belum pernah melihat proses di balik layar, untuk memahami cara dalang mengendalikan wayang. Selain itu, penempatan ini juga merupakan bagian dari upaya pelestarian kebudayaan wayang, khususnya bagi masyarakat yang belum familiar dengan seni pertunjukan ini.Â
Penonton juga diharapkan dapat lebih mengenali karakter-karakter dalam wayang, terutama melalui pewarnaan wajah wayang yang mencerminkan sifat dan kepribadian masing-masing tokoh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H