Apa yang terlintas diingatan kita ketika mendengar istilah "tiki-taka"?, bagi penggemar sepakbola istilah ini tentunya sangat familiar. Tiki-taka merupakan permainan sepakbola cantik, atraktif dan cepat dengan  memanfaat kerjasama tim yang solid untuk meraih goal, permainan ini identik dengan klub asal spanyol yaitu Barcelona. Lalu siapakah pencipta permainan tiki-taka? Dia adalah legenda sepakbola Belanda dan Barcelona yang bernama Johan Cruyff. Cruyff tidak hanya mengubah Barcelona, tetapi juga mempengaruhi sepakbola dunia.Â
Cruyff menciptakan filosofi baru terhadap sepakbola saat itu, disaat klub-klub lain masih bermain secara "ortodok" layaknya klub Inggris dengan Kick n Rush atau permainan sepakbola membosakan klub Italia dengan gaya Catenacio tetapi Cruyff melakukan transformasi gaya sepakbola modern pada era kepelatihanya di Barcelona, dan gaya permainan tersebut sampai saat ini masih "kekal" bahkan banyak di adopsi para manager sepakbola modern saat ini. Istilah tiki-taka saat ini semakin terkenal, tidak jarang dikonotasikan sebagai makna "cerdas, cepat, taktis dan modern". Jika saat ini kita bisa menyaksikan sepakbola indah pada permainan Barcelona, Ajax atau Manchester City maka itu semua merupakan warisan dari transformasi sepakbola yang dilakukan Cruyff.
Transformasi tiki-taka ala Johan Cruyff di Barcelona dapat kita analogikan dengan transformasi kesehatan yang dilalukan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS), terutama terkait visi, inovatif, integrasi, dan dampak jangka panjangnya. Baik Cruyff di Barcelona maupun BGS di Kementerian Kesehatan melakukan pendekatan revolusioner untuk mengubah cara kerja dan mencapai hasil yang berdampak besar bagi sepakbola dan sektor kesehatan.
Total Football dan Transformasi Kesehatan
Sama seperti Johan Cruyff yang memperkenalkan filosofi "Total Football" yang menggusur konsep-konsep lama, BGS membawa transformasi kesehatan yang berbasis pada digitalisasi dan integrasi data. Filosofi Cruyff menekankan peran pemain yang serba bisa (versatile) dan saling terintegrasi, sementara BGS memperkenalkan pendekatan kolaboratif antar-fasilitas kesehatan, dari Puskesmas hingga rumah sakit pusat seperti halnya konsep pengampuan. Tujuannya sama seperti Cruyf: menciptakan sistem yang lebih fleksibel, responsif, dan terintegrasi.
Cruyff percaya pada penguasaan permainan di lini tengah sebagai pusat otak dari permainan, sama seperti BGS yang  mengedepankan pengelolaan data dan teknologi informasi sebagai fondasi utama dalam pengambilan keputusan. Cruyff membangun Barcelona dengan basis penguasaan bola, BGS membangun sistem kesehatan dengan basis pengusaan data untuk membuat layanan kesehatan lebih efektif dan efisien.
Cruyff membentuk "Dream Team" di Barcelona dengan pemain-pemain berbakat yang mampu menjalankan filosofi Tiki Taka. Hal serupa dilakukan BGS di sektor kesehatan, dengan memperkuat Integrasi antara pemerintah, swasta, akademisi, dan lembaga riset untuk mengembangkan sistem kesehatan yang lebih kuat. Program seperti penguatan dan pengampuan layanan primer dan peningkatan fasilitas Puskesmas adalah upaya menciptakan "Dream Team" di bidang kesehatan. Seperti Cruyff yang menyulap Barcelona menjadi tim tangguh, atraktif dan konsisten, BGS juga bekerja keras memperkuat pondasi kesehatan Indonesia agar lebih siap dan tahap menghadapi pandemi serta tantangan kesehatan kedepannya. Tujuannya : membentuk tim yang tak hanya meraih kemenangan tahun ini saja, tetapi mempertahankan kinerja jangka panjang.
La Masia dan Pengembangan SDM Kesehatan
Siapa yang tidak kenal Lionel Messi, Andre Iniesta, Xavi Hernandes atau seorang pemuda belasan tahun yang baru saja mencuri perhatian dunia lewat penampilan menawannya di Euro 2024 yaitu Lamine Yamal. Nama-nama hebat tersebut adalah legenda dan calon bintang sepakbola dunia alumni La Masia.
Johan Cruyff merintis sekolah akademi La Masia untuk melahirkan pemain-pemain berbakat dan kelas dunia. Hal yang sama seperti yang dilakukan  BGS yang memofokuskan pengembangan SDM kesehatan. Melalui pelatihan, pendidikan, dan penyebaran tenaga kesehatan ke seluruh daerah Indonesia secara merata, BGS memastikan bahwa pelayanan kesehatan tidak hanya berpusat di kota besar, tetapi juga menjangkau wilayah terpencil. Seperti La Masia yang membentuk pemain-pemain yang memahami Filosofi bermain Barcelona, BGS juga membangun SDM kesehatan yang kompeten dan mampu mendukung Transformasi Kesehatan.
Jika Cruyff berhasil membentuk formasi "the winning elevent" yang mampu mengantarkan Barcelona menjuarai gelar domestik maupun internasional, hal yang sama juga dilakukan BGS dalam membentuk Tim Champions Kemenkes yang berasal dari agent of change dan pegawai terbaik dari berbagai UPT di Kementerian Kesehatan, yang tujuannya sama untuk mensukseskan transformasi kesehatan.