Kemudian ada yang tanya, apa bedanya zaman Soeharto dengan zaman Jokowi seperti sekarang ini?
Bedanya katanya seperti bumi dengan langit.
Di zaman Soeharto katanya perasaan malu dan takut-takut di kalangan pejabat biarpun hanya sedikit tetapi masih tetap ada.
Pak Harto dulu katanya masih perlu menimbang-nimbang untuk mengangkat Tutut jadi menteri. Sekitar tahun 1993 saat Soeharto masih sangat powerfull dorongan untuk mengangkat Tutut jadi menteri sangat kuat, tapi Pak Harto tidak mau karena harus menimbang-nimbang malu dan kepatutan, sehingga baru tahun 1998 Tutut diangkat jadi Mensos.
Nah, barangkali ini bisa dijadikan contoh oleh para tokoh yang menjadi pendukung utama dalam menaikkan Jokowi jadi presiden.
Menimbang-nimbang rasa malu dan kepatutan itu bukan saja perlu tetapi juga penting. Supaya tokoh-tokoh tersebut self correction, tidak keterlaluan dalam mengenyampingkan rasa malu, sehingga ngono ya ngono mbok ya ojo ngono.
Jokowi sendiri oleh banyak kalangan sekarang suka dilukiskan seperti anak Kanguru di dalam kantong perut sang induk. Lucu dan selalu kelihatan di depan, tetapi sebenarnya banyak diatur oleh sang induk. Sulit berdiri dan berjalan dengan kakinya sendiri, sehingga katanya kalau benar-benar ingin disukai dan benar-benar ingin mendapatkan simpati publik dan ingin membangun perubahan, maka anak Kanguru harus berani melompat keluar dari kantong perut sang induk. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H