Mohon tunggu...
Irfan Toni H
Irfan Toni H Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar

Peminat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Kampanye Perubahan Sosial. Bekerja di lembaga nirlaba. Menyukai dunia digital. Mencintai kesederhanaan. http://about.me/irfant

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kampanye "Dungu" dan Kampanye "Tolol"

23 November 2012   09:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:47 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang membuat sebuah kampanye diterima oleh publik? Ada banyak sebab. Salah satunya, adalah pilihan kata yang tepat. Mari kita simak dua iklan layanan masyarakat dengan tema keselamatan di jalan raya ini. Kampanye pertama berasal dari Australia, berjudul "Cara-cara Dungu untuk Mati" - "Dumb Ways to Die". Kampanye dengan menggunakan tiga menit animasi ini, diluncurkan oleh pengelola Metro Trains, sebagai upaya mengurangi kecelakaan pengguna kereta api di Melbourne. Tujuannya adalah untuk mengaet publik yang tak mau mendengar pesan yang berat dan menggurui. Link ke Youtube Video animasi yang ditulis oleh John Mescall dari McCann itu menampilkan pesan bahwa banyak cara untuk mati, dan ditabrak kereta adalah sesuatu yang sebenarnya bisa dihindari. Dengan menggunakan tokoh yang imut dan grafis yang bersih, kampanye ini juga menggunakan musik yang "easy listening" dari musisi setempat, Tangerine Kitty. Laman Tumblr, yang berisi potongan gambar video kampanye juga tersedia disini. Kampanye berikutnya datang dari negeri sendiri, Indonesia. DILARANG TOLOL. Itulah slogan utama yang menjadi sorotan kampante ini. Dikutip dari website mereka: "Dilarang Tolol adalah kampanye untuk mewujudkan jalanan yang aman di Indonesia. Kampanye ini bagian dari dukungan kami untuk Decade of Action for Road Safety yang diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Semua data yang disampaikan dalam situs ini dikompilasi dari informasi yang ada pada The United Nations Road Safety Collaboration (UNRSC)."

13536650001910677106
13536650001910677106
.

Kampanye yang didukung oleh Tunas Cendekia ini memakai kata yang--saya gunakan kata yang halus--provokatif. Kata "TOLOL" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Kateglo berarti "sangat bodoh" atau "bebal". Bisa jadi, pengagas yang ada di belakang kampanye ini, sangat bersemangat dalam memilih kata. Mereka menggunakan diksi "kasar" dan superlatif untuk menyasar target dan sasaran kampanye. Tidak cukup dengan menggunakan "bodoh", kata TOLOL yang merupakan bentuk superlatif dari bodoh dijadikan pesan utama dan menjadi merek akun di media sosial. Makna peyoratif yang ditimbulkan oleh kedua kata itu berbeda, dan memiliki nilai rasa bahasa yang tak sama. Kampanye pertama menggunakan kalimat yang dapat dimasukkan dalam komunikasi persuasif. Sementara, pilihan kata yang dipakai kampanye kedua, koersif. Koersif dapat berarti ancaman, paksaan, dan punya relasi erat dengan kekerasan. Manakah yang lebih tepat digunakan untuk kampanye perubahan sosial? Tak ada jawaban mujarab untuk semua ini. Sebab kampanye perubahan perilaku, adalah sesuatu yang melibatkan banyak hal. Namun, jika boleh saya menilai,semuanya akan tergantung pada siapa target yang dijadikan sasaran kampanye. Lapisan masyarakat yang mana yang akan menjadi fokus dan sorotan, dan menjadi publik penerima pesan-pesan kampanye, itulah salah satu kunci yang harus dipahami oleh seorang perencana komunikasi perubahan perilaku. Identifikasi detil mengenai gaya berbahasa, pilihan kata dan corak grafis akan menentukan dan mendefinisikan khalayak yang menjadi target. Merancang sebuah pesan dalam kampanye komunikasi sosial, membutuhkan serangkaian pemahaman tentang target masyarakat yang dipilih. Aplikasi dari pemahaman itu, pada akhirnya akan menentukan ragam pesan yang diambil. Kedua kampanye diatas, punya target yang berbeda. Oleh karenanya, punya pilihan kata yang berlainan pula. Menurut Anda, diantara dua kampanye diatas, mana yang lebih dapat diterima?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun