Indonesia dihuni oleh masyarakat multi etnis, budaya dan agama. Masyarakat yang seperti itu dapat disebut masyarakat yang majemuk. Namun, mayoritas penduduk memeluk agama Islam dan terpusat di pulau Jawa. Umumnya perpindahan persebaran penduduk ini akibat industri dan pembangunan banyak dilakukan di pulau ini. Terutama industri yang berada di Jabodetabek meningkatkan jumlah pendatang dari desa di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa terus meningkat. Hal ini menyebabkan kepadatan penduduk terjadi di Jabodetabek dan menyebabkan terjadinya lonjakan arus mudik saat lebaran.
Masyarakat kita mengenal istilah lebaran sebagai peristiwa budaya yang wajib dilakukan, yaitu dengan bermudik. Para pekerja yang berada di Jabodetabek harus berlebaran dengan keluarganya di kampung. Oleh karena itu lebaran juga dianggap sebagai pulang kampung. Biasanya terjadi kemacetan parah yang terjadi saat mudik lebaran.
Sekilas mengingat kembali kemacetan yang terjadi di Brebes Exit (Brexit) pada tahun 2016 yang menimbulkan korban jiwa. Dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ada 17 orang yang meninggal dunia. Korban jiwa diakibatkan kelelahan, stres dan kelaparan. Tragedi tersebut menjadi tamparan untuk pemerintah dalam mengatur persebaran penduduk di Indonesia. Untuk itu pemerintah terus berupaya dalam mencegah kemacetan saat mudik lebaran dengan membangun jalan tol. Namun akar permasalahannya bukanlah pembangunan, akan tetapi persebaran penduduk.
Kemacetan dan kepadatan penduduk terus meningkat karena setiap tahunnya Indonesia mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk di perkotaan. Daerah seperti Jabodetabek masih menjadi mimpi bagi mereka untuk datang dan mencari penghidupan. Pemerintah pun berupaya meningkatkan dan upaya membatasi arus urbanisasi dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.Â
Pemerintah berharap dengan regulasi tersebut mampu meningkatkan kualitas sumber daya di desa untuk mengembangkan keterampilannya dalam meningkatkan perekonomian desa. Permasalahannya muncul ketika birokrasi pemerintahan tingkat desa ikut terlibat dalam korupsi anggaran dana desa.
Seperti dikutip dari regional.kompas.com, Polres Serang menetapkan mantan Kepala Desa (Kades) Kamaruton, Kecamatan Lebak Wangi, Kabupaten Serang, Banten, Kujaeni (54), sebagai tersangka atas dugaan korupsi dana desa Rp 546 juta.
Korupsi di tingkat desa seperti sangat mudah dilakukan karena banyak terjadi. Perlunya pengawasan ketat supaya dana desa dapat tersalurkan dan digunakan untuk pembangunan sumber daya manusia, guna meningkatkan produktivitas dan perekonomian masyarakat desa. Hal ini dibutuhkan untuk menanggulangi permasalahan keinginan untuk urbanisasi.
Masalah yang muncul ketika pemerintah gagal dalam menekan arus urbanisasi adalah kemiskinan di perkotaan, kemacetan, banjir dan kriminalitas. Maka dari itu kemacetan saat lebaran bukan sebuah fenomena kemacetan biasa. Ternyata akar permasalahannya adalah persebaran penduduk yang tidak merata, juga kurangnya pengawasan kepada pemerintah tingkat desa dalam mengawasi dana desa. Dana desa sangat dibutuhkan untuk pengembangan kualitas desa.
Oleh karena itu permasalahan macet saat mudik lebaran merupakan puncak dari masalah urbanisasi yang kompleks. Cara untuk mencegah persebaran penduduk yang tidak merata dan terpusat di kota besar adalah regulasi pembatasan urbanisasi, tata kelola dana desa dan pengawasannya, dan pengembangan sumber daya manusia di masyarakat desa.
Jika itu semua dapat dilakukan, sedikit demi sedikit laju pertumbuhan urbanisasi dapat dicegah dengan baik. Namun masalah muncul ketika pola pikir masyarakat desa mulai terdistraksi dengan gaya hidup perkotaan. Berkat adanya internet itulah segala hal bisa menjadi satu tren.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H