Sementara itu, "Pelangi" sebagai simbol kelompok minoritas LGBT berawal dari festival Gay Pride yang diselenggarakan di Amerika Serikat pada tanggal 25 Juni 1978. Bendera pelangi ini dirancang oleh seniman bernama Gilbert Baker, yang juga merupakan aktivis hak-hak LGBT. Pada awalnya bendera pelangi digantikan untuk mengganti simbol NAZI.
Seperti dikutip dari, Tirto.id Sebelum bendera pelangi rancangan Baker digunakan sebagai ikon LGBT, komunitas ini dilambangkan dengan simbol segitiga merah muda.Â
Awalnya, simbol ini digunakan oleh NAZI pimpinan Adolf Hitler yang berpusat di Jerman untuk mengidentifikasi kaum homoseksual selama Perang Dunia Kedua (1939-1945). Baker rupanya kurang cocok dengan lambang tersebut dan memang berniat menggantinya. Menurut Baker, simbol bikinan NAZI itu mengandung makna yang sangat gelap. Dan baginya, seksualitas sangat lebih berwarna layaknya pelangi.
Baker berhasil memperjuangkan gagasannya itu kepada dunia, dengan menjadikan pelangi sebagai simbol utama kelompok LGBT. Sekarang bendera pelangi diakui sebagai dari perjuangan kelompok LGBT. Kelompok ini terus memperjuangkan hak-haknya dan setiap bulan Juni menjadi kebanggaan kelompok ini dalam pencapaiannya memperjuangkan hak-haknya. Bulan Juni selalu diperingati sebagai perjuangan mereka terhadap serangan yang terjadi di Stonewall.
Dikutip dari Forbes, Pada pagi hari tanggal 28 Juni 1969, delapan petugas dari Divisi Moral Publik Kota New York, sebuah unit dari departemen kepolisian, menggerebek Stonewall Inn, sebuah bar gay di Greenwich Village, New York City. Serangan ini tidak biasa di New York (atau banyak kota lain). Saat itu, Divisi Moral Publik memberlakukan semua hukum untuk kejahatan dan perjudian, termasuk prostitusi, narkotika, dan homoseksualitas. Polisi bisa menangkap dan bahkan memaksa rawat inap orang gay.
Maka pada setiap tahun di bulan Juni selalu diperingati sebagai Pride Month. Sebuah kebanggaan bagi mereka yang pada hari itu melawan dari kebrutalan otoritas dengan memanfaatkan moral sebagai tameng. Demikianlah momen tersebut mereka rawat dan semangat perjuangan atas hak-hak kelompok ini tetap mereka jaga. Setelah diakui sebagai sebuah kelompok yang hadir dalam masyarakat yang heterogen, mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka tanpa takut mendapatkan perlakuan tidak mengenakan. Akan tetapi, tidak seluruh masyarakat mau menerimanya. Perjuangan mereka masih terus panjang dan harus terus diperjuangkan.
Pada momen bulan kebanggaan, bendera pelangi bertebaran dimana-mana. Di sosial media umumnya paling banyak ditemui. Instagram membuat stiker khusus Pride Month. Berbagai macam aplikasi lainnya juga turut serta mengkampanyekan Pride Month. Seakan kelompok LGBT menjadi sebuah komoditas yang dikendalikan oleh suatu korporasi untuk menciptakan sebuah pasar yang lebih luas. Supaya pengguna aktif meningkat dalam bulan tersebut dengan banyak menggunakan atribut yang disediakan perusahaan.
Sosial media merupakan alat pendorong gerakan nomor satu saat ini. Kampanye yang dilakukan media sosial mampu membawa dampak perubahan yang begitu nyata dan berpengaruh di dunia nyata. Seperti pada tahun lalu, kasus yang terjadi pada George Floyd menimbulkan kemarahan massal dunia. Sosial media mampu menentukan kemana manusia akan bertindak, termasuk melakukan pemberontakan.
Dalam kutipan film dokumenter berjudul "Social Dilema" yang diunggah Netflix, menjelaskan bahwa perusahaan menjadikan pengguna sebagai produk. Yaitu dengan mengolah data pribadi mereka, termasuk data biometrik. Problematika yang disebutkan oleh dokumenter tersebut adalah tidak ada yang dapat membendung arus informasi yang masuk dan keluar.
Perayaan Pride Month menjadi keuntungan sendiri bagi setiap perusahaan yang mengakomodasi kampanye Pride Month. Karena menjadi sebuah komoditas dalam dunia digital. Konsumennya adalah para korporasi besar yang menguasai pasar oligopoli. Presentase pengguna aktif yang dihasilkan oleh Pride Month, kemungkinan dijual oleh perusahaan kepada perusahaan pembuat barang, misalnya sepatu. Akhirnya mereka membuat sepatu dengan simbol-simbol LGBT dengan diskon selama periode Pride Month.
Selama ini kita tidak pernah merasakan dampaknya secara sadar. Namun, ketika perilaku konsumtif kita semakin tidak karuan. Disitulah kita harus menyadari bahwa kita sudah masuk ke dalam perangkap unik yang menyenangkan dan membanggakan. Bukan hanya kelompok LGBT, kelompok minoritas lainnya bisa menjadi suatu komoditas bagi perusahaan atau individu yang memiliki kepentingan. Seperti masuk ke dalam ranah politik identitas yang populis misalnya. Untuk itu marilah bijak menyikapi ata segala fenomena yang ada di dunia ini dengan meningkatkan kesadaran diri.