Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yang Terlihat, Tidak Pernah Setia Melihat

21 April 2021   14:25 Diperbarui: 21 April 2021   14:48 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia tidak pernah mau tahu tentang kegundahanku. Jadi, izinkan aku bercerita mengenai kisah yang paling sedih yang pernah dialami manusia. Semua berawal dari ayahku yang kepergok oleh polisi saat menjual heroin kepada kerabatnya untuk biaya melahirkan selingkuhannya, sementara ibuku sedang menjual nasi uduk di depan terminal ditabrak oleh mobil polisi yang sedang mengawal mobil presiden. Sejak saat itulah aku tidak mempercayai apa yang diimajinasikan oleh manusia mengenai negara, keadilan, bahkan Tuhan. Semua itu datang bersamaan ketika senja di depan rumah mulai tenggelam dan menyisakan kebiruan yang pilu dan gelap menemani kabar buruk dan tangis seorang anak manusia.

Kemudian adikku datang setelah solat maghrib dan dia datang dengan wajah gembira karena baru menyelesaikan hafalan solatnya dan bercerita mengenai baju koko yang dibeli ibu dicoret oleh anaknya Pak John. Dengan cepat aku mengusap air mata yang sudah terlanjur membasahi pipi yang terkena debu kotor jalanan dan bekas oli di tangan untuk menutupi semua kabar tentang yang terjadi dengan kedua orang tua kami. Aku langsung memeluknya sangat erat namun semua yang ditutupi telah sia-sia karena dia menangis lebih dulu mungkin karena aku jarang dirumah dan tidak pernah memeluknya. Dan kala itu dalam tangisan aku berkata dalam hati bahwa aku akan menghajar siapa saja yang mencoba menyakiti adikku.

Datanglah polisi kerumah dengan undangan untuk datang di pengadilan. Kemudian adikku bertanya, siapa dan ada apa, kemudian polisi menjawab kejadian itu dan membuat adikku kembali menangis. Setalah itu datanglah jenazah ibuku, dan adikku langsung meghampirinya. Mengapa semua ini terjadi begitu dramatis, apakah ini perangkap atau suatu garis yang sudah Tuhan rencanakan. Oh iya aku lupa, aku tidak percaya Tuhan. Tapi aku membutuhkannya untuk berharap supaya adikku tidak menangis terlalu sedih karena itu akan menyakitkan hatiku. Saat semuanya sudah berkumpul ; polisi, warga, kerabat dan sodaraku, mayat ibuku aku masih menatap adikku dengan coretan di bajunya. Aku teringat ayahku menyimpan LSD di lemarinya, aku ajak adikku ke kamar orangtua kami.

Aku mengambil selembar LSD dan menaruhnya di lidah. Adikku melihat yang ku lakukan. Aku memandangnya dengan penuh harapan supaya nanti dia bisa kuat dan tidak lemah seperti orang yang mengalami ditinggalkan orang yang dicintainya. Dengan mata yang berair dia berkata

"Ayah tidak akan kerumah lagi?"

"Iya." Jawabku pelan.

"Ibu juga ?". Tanyanya dengan mewek.

"Kita akan menemui mereka dengan cara yang berbeda. Ayah di penjara sementara kita akan bertemu ibu dipejaman mata kita dan setiap sujudmu." Jawabku dengan nada lembut. Adikku masih kecil dia lemah dan hanya mengerti meminta dan berharap.

Orang-orang dirumah sudah ramai, dan mereka semua memberikan bela sungkawa atas kematian ibu kami dan tertangkapnya ayah kami. Mungkin ada yang mencemooh atas perbuatan ayah tapi itu bukanlah kebohongan. Ayah memang sesuatu yang brengsek dan brengseknya lagi ada yang mewajarkan karena ayah seorang lelaki. Aku lelaki dan berjanji tidak akan sejahat ayah terhadap ibu. Aku hanya teringat bagaimana aku mengantarkan ibuku ke toko busana muslim kemarin setiap aku melihat baju yang dikenakan adikku. Semua itu iya dapatkan dari hasilnya berjualan nasi uduk.

Berita mengenai ibuku sudah tayang di TV. Dan presiden hanya mengucapkan belasungkawa dan memberikan ganti rugi kepada keluarga kami. Aku menonton dengan penglihatan yang lebih cerah dan bergelombang. Ini mungkin efek LSD, tapi tolong aku. TV seperti ingin menariku masuk dan mencoba ingin membunuh seorang polisi yang menabrak ibuku. Namun adikku kembali menangis, dia menangis dengan terisak-isak, baju kokonya dicoret-coret dengan tulisan "nasi buduk". Aku marah, sangat marah.

Semua orang sudah pergi, tinggal orang terdekat saja yang tinggal. Sementara adikku diurusi bibiku. Aku ke dapur membuat bom molotov. Sudah jadi aku langsung keluar lewat pintu belakang dan bergesa-gesa ke rumah Pak John dan berniat melempar bom molotov ini ke rumahnya karena anaknya mencoret dengan tulisan yang menyakitkan. Sesampainya di depan rumah yang bertuliskan Ketua RT. Pak John adalah seorang polisi yang tugasnya kelayaban setiap malam di tempat karaoke Pak Royan. Itu tidak membuatku takut, pandanganku semakin berwarna dan bergoyang. Aku membakar sumbu dan melemparkan bom molotov ini di depan pintu Pak John. Dan beshhh, terbakarlah. Aku langsung lari dan meninggalkan jejak dengan aman. Aku sudah berjanji akan menjaga adikku dan inilah buktinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun