Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Labirin Kehidupan dan Tatanan Anarki

11 Maret 2021   12:32 Diperbarui: 11 Maret 2021   12:48 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam labirin kehidupan, bukankah kita diproyeksi untuk tersesat supaya terus melangkah mencari pintu keluar dari labirin itu. Lalu untuk apa berhenti dan menyalahkan keadaan ini ? dalam keadaan tersesat kau harus bertanya, meminta petunjuk, tidak mengandalkan diri sendiri untuk bisa keluar dari jebakan-jebakan yang ada disetiap petunjuk yang tidak tepat. Untuk mendapatkan jawaban atau petunjuk, kami mencoba terus mencari jawaban semua petunjuk mulai dari keluarga, agama, lingkungan, ilmu pengetahuan sampai kami harus kembali lagi pada agama jika mendapatkan jalan buntu atau jebakan yang menyesatkan. Bentuk labirin penuh lika-liku, banyak kemungkinan dan kesempatan untuk kita jumpai artinya tidak akan ada orang yang mampu melewati labirin hanya dengan satu rute lurus.

Pada tahun 2020, dunia diterpa sebuah wabah yang menjadi pandemi. Virus Corona menjadi sebuah jebakan yang harus dilalui seluruh umat manusia dalam setiap kehidupannya. Sampai pada tahun ini, virus itu masih tetap ada dan bersama walau vaksin sudah banyak di uji dalam laboratorium. Virus Corona menjadi perjalanan hidup umat manusia yang belum dimenangkan oleh ilmu pengetahuan dan agama. Oleh karena itu petunjuk-petunjuk di rumah saja tetap dilanggar karena manusia takut mati karena kelaparan. Itulah yang menjadi ketakutan awal umat manusia saat menghadapi sebuah petaka. Petaka abad 21 ini cukup beragam, menyangkut perihal kesehatan mental dan kecerdasan emosional. Semua ini sudah diproyeksikan oleh suatu bentuk terbaik dari ilmu pengetahuan saat ini yaitu algoritma. Yuval Noah Harari dalam bukunya yang berjudul Homo Deus menegaskan bahwa organisme adalah algoritma. Artinya manusia bisa dimanipulasi, diretas bahkan direkayasa. Proyeksi ini kami gambarkan kehidupan manusia seperti labirin yang tidak satu pun orang, di muka bumi ini yang mengetahui jalan keluarnya.

Individu bukan saling mengarahkan individu lainnya, untuk keluar dari labirin, tapi individu saling menawarkan untuk masuk labirin yang sama dan merasakan jebakan yang sama. Konsekwensinya adalah individu tidak pernah memilih jalan menuju pintu keluar dari labirin kehidupan ini. Individu menjadi makhluk yang direkayasa dan diatur, tapi bersifat destruktif karena semua individu ingin menghancurkan batas-batas yang menjadi penghalang dalam labirin kehidupan. Apabila mereka menjadi satu-kesatuan masyarakat yang merasa bahwa hidup ini harus keluar dan bebas dari batas yang membelenggu, puncak dari destruktif adalah ketiadaan. Karena semua sudah hancur, dihancurkan oleh sifatnya yang tidak dapat diperbaiki.

Dalam keadaan hancur tanpa pembatas yang membatasi, bisa kita sebut tatanan anarki. Sebuah tatanan kehidupan yang diimpikan untuk menjawab realitas atas kontemplasi terhadap labirin kehidupan, yang penuh batas dan absurd. Tatanan yang diimajikan ideal, dalam bentuk kehancuran.

Labirin kehidupan yang hancur masih saja dapat menciptakan kebingungan lantaran setelah pembatas ini hancur, manusia hanya bisa melihat kegelapan disekelilingnya. Kegelapan yang kosong. Perjalanan yang hilang arah dan tujuan. Kematian yang tidak kunjung datang. Sehingga menjadi masyarakat yang sudah mengerti satu sama lain kalau hidup ini tidak lebih dari mengisi kekosongan itu supaya menjadi ada, entah maknanya baik atau buruk mereka tidak dapat melihat setelah semuanya kosong dan hancur. Tanpa agama, tanpa negara, tanpa aturan yang membelenggu tanpa gender semua kosong, hilang dan menjadi data statistik.

Setelah mengetahui bahwa dalam labirin kehidupan seseorang tidak ditemukan suatu jawaban atas pintu keluar. Petunjuk yang hilang, hanya satu rekayasa tentang kebebasan yang ada dalam proyeksi manusia sebagai algoritma. Manusia tidak akan mampu merevolusi dirinya kalau mereka sedang dalam keadaan dimanipulasi. Oleh raksasa pemegang kendali. Dalam jejaknya di labirin kehidupan, pemegang kendali ini mengiming-imingi kebebasan kepada individu, padahal mereka digiring untuk memilih kemudian menciptakan sebuah perilaku yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan akan melekat menjadi candu bagi individu seperti kebiasaan membeli saat diskon hari belanja online nasional. Individu digiring untuk membeli sesuatu yang disediakan, karena telah mendapatkan potongan harga jadi harganya lebih murah sehingga uangnya bisa dibeli untuk benda lainnya yang juga mendapatkan potongan harga. Inilah salah satu jebakan dalam labirin kehidupan itu dengan tiga kata kejayaan "Direkomendasikan Untuk Anda". Individu merasa butuh, padahal kita tidak pernah tau itu baik atau buruk untuk kita. Pilihan-pilihan itu seakan menjadi pilihan kita. Kita merasa memilih padahal itu diproyeksikan untuk kita supaya kita mengkonsumsinya terus-menerus parahnya sampai overdosis.

Mengutip pendapat dari George Orwell dalam Animal Farm yang menjelaskan bahwa manusia cuma makhluk konsumen. Manusia sebagai konsumen bukan produsen artinya sebagai yang tidak bisa memproduksi apa-apa, tapi manusia mengkonsumi sumber daya alam dan makhluk lainnya dengan cara mengeksploitasinya tanpa memikirkannya. Manusia membutuhkan alat untuk memproduksi, manusia tidak mampu memproduksinya sendiri. Karena manusia makhluk yang memiliki akal, manusia bisa mempunyai kontrol terhadap manusia lain. Dan manusia lain bisa memberi kontrol terhadap manusia lainnya. Dengan alat produksi yang diperoleh dari hasil mengeksploitasi semesta. Individu yang mempunyai alat produksi mampu memberi petunjuk kepada individu lainnya secara masif. Dengan perkembangan zaman yang semakin canggih ini, manusia mampu mengeksploitasi manusia lainnya dan menjadikan manusia sebagai produk atau barang hasil olahan. Produk berupa manusia ini sudah termanipulasi dan terpolarisasi, produk ini diciptakan secara global dalam bentuk labirin kehidupan.

Manusia adalah individu yang selalu mengkonsumsi segala hal termasuk baik dan buruk, benar dan salah yang pada kenyataannya semua hal itu tidak pernah ditemukan kebenarannya sehingga pada akhirnya individu merasa benar sendiri. Kemudian, individu bergabung menjadi masyarakat yang kuat serta merasa bebas padahal telah terkonstruksi. Diakhir pintu labirin yang ditemukan manusia masih terdapat ruang kosong. Sebelum menuju ruang kosong itu manusia dijebak oleh kehancuran massal yang diinisiasi oleh manusia itu sendiri. Tatanan yang imajinatif yang kontras antara pengekangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun