Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perlukah Ideologi dalam RUU HIP?

18 Juni 2020   14:59 Diperbarui: 18 Juni 2020   14:58 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Ideologi penting buat hidup kamu ? Apa agama saja tidak cukup untuk menjamin kehidupan kamu ? Dalam bernegera, kenapa kamu perlu berideologi. Tapi tunggu dulu, buat apa ada ideologi kalau saja tafsiran kita terhadap ideologi itu berbeda-beda. Tentunya yang dari tadi saya jelaskan tentang ideologi ada kaitannya dengan RUU HIP. Untungnya RUU HIP itu jadi proglegnas adalah agar bisa dibahas dan kita semua tau apa itu ideologi.

Ideologi adalah sebuah rangkaian sistem berpikir, bernalar dan praktiknya dalam kehidupan bersosial sangat aplikatif. KBBI menjelaskan ideologi adalah kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan bagi kelangsungan hidup. Artinya, Ideologi sudah pasti menjadi kebutuhan bagi setiap individu karena mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Apakah Pancasila bisa disebut sebagai Ideologi ? Tentunya, pembicaraan ini harus dilakukan dengan serius.

Pancasila ialah dasar negara atau groundslag. Dalam bahasa Inggris ditemukan kata Ideology, apakah pengertian Ideologi dan Ideology di Inggris dan Indonesia sama. Ini harus dijelaskan oleh para ahli bahasa, agar bisa menempatkan Pancasila ini berada diposisi mana. Tapi yang jelas, Pancaila adalah dasar negara yang menjadi sumber hukum negara.

Kemunculan RUU HIP ini banyak menimbulkan penolakan dari berbagai kalangan. Ada yang menyebutkan kalau RUU HIP ini disusupi paham komunisme ada pula yang menganggap bahwa RUU HIP ini hanya untuk menguatakan organisasi tertentu. Membawa Pancasila masuk dalam diskursus "Ideologi" pernah terjadi perdebatan antara Budiman Sudjatmiko dan Rocky Gerung di Kupas Tuntas, CNN. Dipublikasikan di YouTube tanggal 6 Desember 2019.

Penilaian yang beragam jika Pancasila disematkan dengan kata Ideologi membuat saya berpikir. Bahwa pada dasarnya Pancasila dibentuk untuk menentukan dasar negara, namun problematika muncul ketika dasar negara ini menjadi Ideologi. Sebenernya yang jadi pertanyaannya, siapa yang empunya Pancasila ini ? Kalau ada yang sangat ahli dengan Pancasila pasti hanya ahli dalam sejarahnya saja. Beliau pasti tahu kroniknya Pancasila sampai ada Hari Pancasila, Hari Kesaktian Pancasila dan sekaran adanya RUU HIP.

Kita semua pahamlah bagaimana di eropa pada abad lalu pertarungan pikiran antara Sosialisme dan Liberalisme mempengaruhi politik negara-negara eropa. Seperti Revolusi Boshelvik dan pidato dengan unsur sosialisme dihegemonikan oleh Hitler menjadi Nasionalisme-Sosialisme. Tentunya para pendiri bangsa Indonesia mengenal itu semua, Sosialisme apalagi.

Puncak dari sosialisme itu komunisme, kiri; dan pemikiran pendiri bangsa juga dekat dengan itu. Pancasila tidak jauh dari nilai-nilai sosialisme, tapi bukan berarti Pancasila berasal dari sana. Prinsip-prinsip kehidupan budaya bangsa lah yang paling mempengaruhi Pancasila, tapi Pancasila terang-terangan dilarang oleh Soekarno bahwa Pancasila tidak bisa dijadikan agama.

Memahami sejarah bisa membuat kita semakin paham bahwa dasar negara dibentuk oleh pemikiran yang beda dan pandangan hidup yang beda kemudian memiliki satu kesamaan yang tersirat di dalamnya. RUU HIP muncul sebagai PROLEGNAS malah menjadi perseteruan pikiran di masyarakat. Hukum di Indonesia ini sangat erat kaitannya dengan Politik. Sebagai dasar negara Pancasila jangan dicampurkan dengan kepentingan politik karena kedudukan pancasila melebihi itu, karena Pancasila sebagai filsafat politik.

Lahir dari pikiran yang beragam itulah yang membuat Pancasila menjadi kaya akan makna dan oleh sebab itu menjadi Dasar Negara. Kebebasan berpikir sudah dijamin oleh kontitusi kita UUD 1945 NRI. Menghapal Pancasila saja bukan berarti dia memahami konteks demi konteks yang dimaksud oleh Pancasila. Apalagi menjadi duta Pancasila, belum berart menjadi orang yang ahli dalam memaknai pancasila.

Pancasila itu lahir karena Indonesia ingin bebas, ingin merdeka, ingin keluar dari belenggu kolonialisme. Walaupun Romusha melanda bukan tidak mungkin kita berterimakasih pada Nippon karena dengan semangat anti-kolonialismenya membuahkan satu lembaga yang bernama Dokuritsu Junbi Chosakai yang didirikan oleh Kumakichi Harada -- yang waktu itu diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat. Kontemplasi oleh para pemikir Dasar Negara, Soekarno berpidato pada 1 Juni 1945. Hari itu ditetapkan sebagai Hari Lahirnya Pancasila.

Dengan semangat pembebasan itulah Pancasila dipahami beragam, karena keragamannya itulah membuat Pancasila jangan dikomandani oleh agama, ras atau kelompok manapun. Pada hakikatnya Pancasila lahir untuk sebuah kemerdekaan suatu bangsa, maka dari itu Pancasila harus menjadi benteng kemerdekaan setiap individu. Mulai dari kemerdekan berpikir sampai kemerdekaan mengemukakan pendapat. Jangan sampai ada agenda jahat yang menjadikan Pancasila sebagai benteng untuk membredel kebebasan itu apalagi untuk membentengi rasisme.

Kita bisa tengoklah ke tahun 2019, bagaimana orang begitu sentimentil terhadap orang Papua hanya karena bendera Indonesia jatuh di depan Asrama Papua. Sentimentil terhadap Identitas ini menjadi-jadi ketika banyak orang mengaku paling nasionalis dan paling menegerti pancasila. Mereka yang begitu biasanya menganggap bahwa orang Indonesia itu harus setia dan patuh walau pengerukan terjadi besar-besaran.

Menjadi Prolegnas ditengah pandemik begini, RUU HIP menjadi alasan bagi sebagaian orang untuk menentangnya. PKI jadi kambing hitam oleh sebagian orang karena munculnya RUU HIP ini. Pancasila lahir karena Indonesia ingin merdeka oleh karena itu, jangan sampai ada yang membatasi kemerdekaan berpikir. Orang hakimi dan didiskriminasi karena ingin merdeka. Sentimentil spektakuler memunculkan suatu pandangan hiperbola terhadap mereka yang mengaku paling nasionalis dan paling pancasilais.

Pikiran merdeka harus diperjuangkan. Menurut Pramoedya Ananta Toer, seorang pelajar harus bisa adil sejak dalam pemikiran. Jadi, siapa yang tidak bisa adil pikirannya sudah dipastikan bahwa dia menindas pikirannya sendiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun