Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Represi 2090

28 Mei 2020   14:35 Diperbarui: 28 Mei 2020   14:29 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdengar suara ledakan yang begitu besar yang membangunkan pagiku. Aku mengecek keluar jendela apartemen, aku melihat asap tebal hitam yang terlihat dari lokasi pabrik besi yang terus beroprasi. Bisa aku simpulkan bahwa asap itu adalah sumber ledakan yang membangunkan tidurku. 

Aku melihat ke bawah, orang-orang berhenti dijalan karena tabrakan dua mobil besar. Satu mobil truk membawa barang-barang elektronik berbenturan dengan mobil pembawa pasir. Kondisi jalanan sangat kacau. Kemacetan panjang terjadi seketika mobil itu menutupi dua ruas jalan.

Pukul 08.00 WIB. Senin, 25 September 2090.

Namaku Punkski, aku seorang terpelajar. Saat masih SMA aku sudah sering membaca buku sejarah, sampai sekarang aku sudah kuliah semester lima. 

Aku begitu banyak mengenal problematika yang dari dulu ada dan tidak pernah terselesaikan. Di media sekarang sedang gencar-gencarnya ada Revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ingin menyingkirkan manusia dari proses produksi, RUU tersebut mengizinkan semua kegiatan industrial kecuali pengiriman barang akan menggunakan Robot. 

Ini semua terjadi karena Perusahaan Raksasa HongKong baru memasarkan sebuah mesin baru yang digunakan untuk mempercepat produksi tanpa bantuan manusia. 

Saat RUU ini muncul, serikat buruh pun tegas menolak penggunaan seratus persen proses produksi dengan Robot. Berbagai aksi demonstrasi sudah dilakukan oleh para buruh untuk menolak RUU itu disahkan menjadi Undang-Undang. 

Sebagai pelajar yang kritis, aku memikirkan nasib manusia kedepannya yang harus tetap bekerja dan bukannya kita telah menjadi seperti Robot. 

Beberapa manusia saat ini menggunakan tangan, kaki bahkan jantung mereka terbuat dari mesin. Apabila pemerintah memberikan proses produksi secara maksimal kepada robot, bukankah artinya itu telah mengeksploitasi sebagian ras kami. 

Karena kepala kami sejak bayi sudah diisi dengan chip yang membantu kami dalam berpikir lebih mudah dan mengingat lebih kuat. Bukankah sebagian tempat kami penuh dengan limbah besi.

Sudah Pukul 09.00 WIB, aku harus pergi ke kampus. Jarak dari kampus dengan apartemenku lumayan, hanya dua belas kilo meter. Berkat adanya kereta gantung aku jadi lebih cepat sampai ke kampus. Itu semua tujuan teknologi membuat manusia harus kesana kemari dengan cepat. 

Dengan kondisi dunia yang semakin memanas karena dominasi robot diberbagai bidang pekerjaan manusia. Kali ini hujan kecil akan terjadi sepanjang waktu, aku membawa payung hampir setiap hari. 

Hujan sepanjang waktu ini adalah dampak dari hujan buatan yang dilakukan pemerintah sejak 10 tahun terakhir semenjak pembakaran hutan terakhir, setelah itu beberapa dunia mulai membakar limbah karet besi dari robot yang telah rusak. Hal itu menyebabkan polusi udara yang parah, akhirnya selama 2 Tahun hujan selalu dengan air yang hitam.

Setelah melewati lorong kelas yang penuh dengan cahaya sterilisasi dari mikroba, aku memasuki kelas. Di kelas aku membicarakan isu RUU Ketenagakerjaan yang sedang panas-panasnya dibicarakan. Dia adalah Apunk. Seorang anarkis yang tidak percaya pada kesejahteraan yang dibicarakan oleh sains dan ilmu pengetahuan. 

Dia berpikiran kalau penggunaan robot akan melanggar hakikat manusia. Dia masih memakai filsafat dari Karl Marx, sementara cita-citanya masih sama yaitu kehidupan tanpa adanya pertentangan kelas. Apunk melihat manusia setengah robot sudah terlalu diskriminatif dan eksploitatif terhadap yang sepenuhnya robot, manusia merancang sistem yang membuat robot bisa merasakan subjektifitas tapi manusia juga yang mengeksploitasinya. 

Apunk pernah ditangkap dua kali oleh pemerintah karena aksi Vandalismenya. Aku sependapat dengannya. Dan dia menceritakan akan ada aksi massa besar-besaran menolak RUU Ketenagakerjaan besok lusa yang dipimpin oleh Kpunk.

Kpunk sangat suka dengan budaya Korea dan sangat suka dengan perang. Baginya korea adalah salah satu budaya yang bisa menciptakan propaganda politik sampai 100 tahun mendatang. Cukup lama aku berbincang dengan Apunk, Kpunk pun muncul dengan kabar tidak mengenakan.

"Pemerintahan ini sudah dzalim." Nadanya tinggi.

Aku hanya diam saja dan Apunk juga diam melihat Kpunk tiba-tiba datang dan berkata demikian.

"13 orang aktivis yang melakukan aksi minggu lalu dibuat babak belur oleh para aparat karena mereka dianggap tidak beragama." Tambahnya lagi sedikit.

"Siapa aktivis tersebut?" tanyaku.

"Yang dianggap hilang." Jawabnya kesal.

Saat ini membela robot dianggap tidak manusiawi dan selalu diinterpretasikan dengan PKI. Sejak 1965 orang PKI dianggap tidak manusiawi karena PKI masih dianggap tidak percaya Tuhan. Robot itu diciptakan oleh manusia makanya tidak bertuhan. Itulah anggapan negara dan negara menghegemonikan anggapan itu kepada masyarakat melalui berbagai video tron dan iklan layanan masyarakat yang sering muncul di Jalanan kota. Iklan itu sangat lucu, setiap pembukaannya terdapat kata "Awas! Robot PKI".

"Aku akan memimpin aksi besar-besaran dengan Robot penjual roti, Buruh industri, dan Pelajar. Kalian berdua mau ikut" Ajak Kpunk sambil menaruh tas di meja.

Tidak sempat menjawab, dosen datang memberi materi kuliah hari ini. Materi hari ini adalah Sejarah Filsafat. Memang sudah tidak dipakai lagi filsafat tapi masih menjadi ilmu alternatif semenjak proyek mortalitas gagal yang akhirnya membuat manusia kembali menyadari tidak ada yang abadi. Dosenku memulai materi dengan bercerita tentang kejadian yang ia alami kemarin malam.

Malam itu dosenku berkunjung ke Jakarta, untuk mengunjungi saudaranya yang sedang menikah. Setelah mengunjungi saudaranya ia melipir mampir ke bulungan. Disana dia membeli gulai. Daerah itu disebut Gultik. Dia menjelaskan pasar gulai tersebut sudah ada sejak dahulu kala, ini perpaduan antara kota dan tradisional yang menarik. 

Saat malam restoran pun tutup tapi ada satu bentuk inferioritas yang eksis ditengah hingar bingarnya kota. Jakarta metropolitan, semuanya penuh polusi. Daerah tersebut diceritakannya sangat panjangan dengan tenda lipat. 

Berbagai kultur berada disana, mulai dari kaum sub-urban sampai orang rumahan menyatu disana. Asap pembakaran sate pun terlihat dalam terangnya lampu neon disekitarnya. Singkat cerita dia menjelaskan perlunya menjunjung tinggi yang tradisional ditengah kemajuan teknologi. Barulah materi dijelaskan dan dijabarkan.

Pukul  19.00 WIB. Di Kantin

Perbincangan aksi dilaksanakan pada malam hari oleh beberapa mahasiswa, Kpunk memimpin diskusi dikantin malam hari ini. Kepulan asap rokok diterangi lampu neon bertuliskan "Bakso Dynasti" dan beberapa merek kapitalis yang terpampang jelas di kantin mahasiswa mempercantik suasana. 

Diskusi semakin panas dengan datangnya orang-orang yang mendukung pemerintah. Orang-orang itu adalah kelompok Pembela Ilmu Pengetahuan Untuk Kemajuan disingkat PIPUK dan kelompok Penjaga Ideologi  Anti-Komunis disingkat PIAK. PIPUK dan PIAK berdiri di meja bundar kantin yang berisi kurang lebih 500 orang, rata-rata mahasiswa senior dan pimpinan organisasi internal maupun eksternal kampus. Perdebatan panas antara PIPUK, PIAK dan Aliansi Mahasiswa Tolak Superioritas Manusia (AMTSM).

"Jangan kayak Anjing Lo Pada. Semua ini untuk kemajuan umat manusia." Teriak pimpinan PIPUK disusul dengan teriakan pengikutnya.

"Orang-orang mati karena PKI, kalian semua masih menganggap PKI itu tidak bersalah. Bangsat lah lo semua. Ideologi kita harus dijunjung tinggi. Martabat manusia itu diatas segala-galanya, jangan bela robot yang diciptakan manusia. Ini semua untuk kepentingan umat manusia. Dan..." Belum selesai orasi pimpinan PIAK, molotov sudah di depan tempatnya berdiri. Apunk lah yang melemparkan molotov tersebut.

Pertengkaran antara PIPUK, PIAK dengan AMTSM membuat suasana kantin gaduh, api berkobaran dan teriakan pedagang kantin pun tidak bisa melerai semua keributan itu. Jumlah AMTSM lebih banyak dari PIPUK dan PIAK. Akhirnya satpam kampus memnggil Polisi untuk menghentikan keributan. Belum aksi besar-besaran saja sudah kacaunya demikian. Apalagi sudah aksi besar-besaran. Aku berhasil kabur ketika polisi datang.

Sampai di Apartemen aku pukul  23.00 WIB, dan mendapati kabar bahwa Apunk ditangkap karena melakukan provokasi, dan Kpunk juga ditangkap karena memimpin gerakan yang bertentangan dengan kemanusiaan menurut pemerintah. Namun, PIPUK dan PIAK berhasil bebas dari hukum karena melakukan pembelaan dengan alasan bertahan. Setelah ditelusuri PIPUK dan PIAK mendapat backingan dari Polisi.

Sebagaian dari AMTSM sempat dipukul oleh polisi. Setelah mendapat kabar dari Kpunk, bahwa lusa adalah insureksi. Hari yang menyebalkan akan adalagi, sekarang saatnya mandi. Aku mandi dengan disinfektan. Sambil mandi, musik klasik dari Frederic Chopin aku putar agar dapat menghantarkan aku pada kedamaian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun