Pada awalnya saya berniat untuk rehat sejenak dari kompasiana. Namun, pemberitaan European Super League kelewat panas hingga membuat gatal jari-jari saya untuk menulis artikel bola lagi di kompasiana.
Sayangnya, keputusan mendadak itu kini telah menyakiti diri saya sendiri. Bukan soal kecewanya, melainkan kesal. Saya kesal karena usaha saya menyisikan waktu di pagi hari di bulan puasa untuk menulis artikel bola berujung karantina kompasiana.
Ini bukan kali pertama saya menerima surat cinta laknat dari admin kompasiana. Saya tak tahu pesan singkat itu datang langsung dari admin atau dari robot. Yang jelas pesan tersebut saya yakini ditulis tanpa belas kasihan.
Kenapa saya tulis laknat? Karena ini kali kedua saya mendapat pesan bahwa konten yang saya unggah di kompasiana akan ditinjau ulang sebelum ditayangkan. Alasannya pasti Anda sudah tahu, "untuk sekadar memastikan tidak menimbulkan dampak yang kurang baik bagi interaksi di Kompasiana".
Ini saya 1000% tak terima. Dua artikel terbaru yang saya tulis dan tayangkan di K adalah artikel olahraga. 12 April 2021, saya unggah artikel tentang bola basket yang mengupas kabar terbaru soal kompetisi IBL. Lalu, hari ini, 21 April 2021, saya unggah artikel bola yang membahas soal European Super League.
Dua artikel yang masuk kanal bola itu sama-sama telat tayang karena dijegal sistem baru dari K. Saya tak paham, di mana letak kesalahan tulisan saya? Kata terlarang apa yang saya pakai dan di sisi mana saya pakai diksi atau kalimat yang berpotensi menimbulkan prahara di rumah tangga K?
Tulisan pertama yang dijegal berjudul "IBL Musim Reguler Berakhir, 6 Tim Lolos ke Babak Play-off". Isinya 100% membahas update kompetisi IBL 2021. Tak ada bahasan politik, SARA, atau hal-hal yang berpotensi menyinggung lainnya. Bayangkan, apa sih yang bisa berita basket perbuat sampai menimbulkan dampak kurang baik?
Saat artikel tersebut saya berikan kepada kenalan saya yang merupakan mantan pelatih basket di sebuah universitas ternama di Jogja, beliau juga tak menemukan masalah, bahkan beliau memuji artikel tersebut. Lalu, atas dasar apa admin K menunda waktu tayang artikel tersebut untuk ditinjau ulang?
Itu yang pertama. Saya masih bisa menahan diri karena lucu juga soalnya. 15 menit pasca notifikasi karantina itu, artikel saya lolos tinjauan dan diizinkan tayang. Cuma satu hal yang bikin panas. Peristiwa itu terjadi tepat sebelum hari pertama puasa ramadan.
Kemudian, tulisan kedua saya yang dijegal berjudul "Nanti Kita Cerita Tentang European Super League Ini". Kontennya kurang lebih sama, ya bahas sepak bola dan gak merembet ke hal-hal negatif. Lagian, kalau ada yang tersinggung dengan artikel tersebut, ya harusnya orang-orang Eropa, khususnya UEFA karena yang saya bahas mereka.
Kali ini waktu peninjauannya lebih lama, yakni 1 jam. Namun, artikel tersebut akhirnya layu sebelum mekar. Artikel tersebut sudah kehilangan momen saat tayang. Sudah banyak pihak lain yang menulis artikel serupa. Saya, jelas merugi!
Secara kebetulan, beberapa hari ini, khususnya tadi, pikiran saya memang sedang kencang-kencangnya. Jadi ya sudah pasti, saya tak terima konten yang saya buat dicurigai oleh K. Saya bilang dicurigai, karena kalau tak dicurigai ya harusnya tak perlu ditinjau.
Saya juga minta maaf dengan kompasianer yang coba menghibur di twitter saat saya bilang ingin pamit karena kesal dengan kejadian itu. Saya minta maaf tak bisa menanggapi maksud baik itu karena memang situasinya saya sedang kesal, benar-benar kesal.
Sebetulnya, saya memang berencana rehat selama bulan puasa ini. Saya baru akan menulis di K saat mood saya bagus atau saat nemu topik yang menarik dan sayang kalau dilewatkan. Salah satu contohnya ya topik soal European Super League. Sayangnya usaha saya menulis topik tersebut justru bertepuk sebelah tangan.
Karena 2 kejadian tersebut saya justru mempertimbangkan untuk sekalian pamit saja dari K. Saya tak buat keputusan ini secara mendadak. Jauh sebelum itu saya sudah merasa tak kerasan di K.
Sebulan belakangan ini, meski artikel saya selalu hampir pasti dilabeli Artikel Utama, tapi jumlah penilaiannya terus turun. Jumlah komentar apalagi. Sangat memprihatinkan. Meski berbagai daya dan upaya sudah saya kerahkan, tetapi feedback yang saya dapat bahkan tak mendekati sepadan.
Saya lelah blogwalking di K. Berkunjung dari satu artikel ke artikel lain. Meninggalkan nilai dan makin sering berkomentar. Namun, saya merasa sendirian sebagai pihak yang berusaha.
Saya paham tak sepatutnya mengharap balasan saat kita berinteraksi di K. Nulis ya nulis aja. Namun, saya sangat penasaran dan terus berintrospeksi diri. Kenapa saat saya sudah memakai cara yang sama seperti yang lain saat blogwalking, tetapi hasil yang didapat selalu tidak maksimal?
Saya lelah! Hanya itu. Belakangan saya juga merasa, tak seharusnya artikel-artikel bola yang saya unggah di K hanya dihargai segitu. Saya yakin dan percaya, kalau artikel bola yang saya buat layak untuk berada di tempat yang lebih baik.
Itulah kenapa saya mengurangi interaksi saya di K akhir-akhir ini. Makin sedikit pula artikel yang saya unggah dalam waktu sebulan. Saya sangat percaya dengan tulisan saya, sebab kalau saya sendiri ragu, siapa lagi yang mau mengapresiasinya dengan layak?
Secara kebetulan, dua kejadian karantina artikel yang saya terima seolah jadi pemicu saya untuk memberanikan diri menyampaikan uneg-uneg ini langsung di K. Tak ada maksud saya merendahkan siapapun atau menyalahkan kompasianer lain. Sungguh saya minta maaf kalau ada kompasianer yang merasa tersinggung.
Lewat tulisan ini saya sekalian ingin mengucapkan terima kasih kepada kawan-kawan yang telah setia berkunjung dan memberi apresiasi kepada artikel-artikel yang saya unggah. Saya bahagia kok, meskipun yang komentar sedikit, tapi mereka paham dengan apa yang saya tulis dan tidak sekadar mengucapkan salam hangat.
Sebetulnya, tadinya saya cuma berniat rehat sejenak. Intensitas menulis di K dikurangi, khususnya tulisan soal bola. Karena saya punya rencana menjadikan K sebagai sarana latihan saya untuk menulis fiksi, genre yang hingga kini masih saya sulit kuasai. Sudah ada beberapa cerpen, tapi saya malu untuk mengunggahnya, hehe.
Akan tetapi, karena satu dua hal yang sudah saya singgung di atas, saya jadi kepikiran juga untuk pamit sekalian dari K. Khususnya dengan sistem karantina dari K yang tak jelas dasar operasionalnya. Robot itu sudah benar-benar bikin saya kesal dan tak nyaman. Namun, keputusan akhir soal rehat atau pamit tentu belum final. Sebab saya masih ingin merenungkannya.
Bagaimanapun, kompasiana sudah berjasa kepada karier kepenulisan saya. Beragam tawaran sudah masuk email dan dm akun media sosial saya. Jadi, kalau saya datang baik-baik, ya harusnya pergi dengan cara yang baik pula. Harusnya lo ya, tapi saya tak janji.
Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H