Selain lama tak lolos ke Piala Dunia, Turki juga punya catatan unik di turnamen Internasional. Usai juara 3 Piala Dunia 2002, Turki tak lolos ke Euro 2004 dan Piala Dunia 2006. Setelah itu, Turki selalu gagal lolos ke Piala Dunia usai mentas di Piala Eropa. Â Â
Peristiwa itu terjadi dalam 2 kesempatan. Usai jadi semifinalis Euro 2008, Turki gagal lolos ke Piala Dunia 2010. Lalu, usai kandas di babak grup Euro 2016, mereka kembali gagal lolos ke Piala Dunia 2018. Puncaknya, Turki juga gagal naik kelas di UEFA Nations League 2018/2019.
Rentetan hasil itulah yang membuat federasi mantap menunjuk kembali Senol Gunes. Lewat perpaduan pemain senior dan muda yang sudah disinggung di awal, Turki memetik hasil bagus di UEFA Nations League 2020/2021 dan memastikan tempat di Euro 2020 yang rencananya digelar pertengahan tahun ini.
Di bawah komando Gunes, Turki tak lagi menaruh seluruh beban ke pundak para pemain senior. Bisa dibilang kalau timnas Turki di periode kedua Gunes terlihat segar dan potensial. Walau tak lagi sama seperti dulu, tetapi mereka masih menggunakan cara lama untuk mengisi amunisi timnasnya.
Komposisi timnas Turki sekarang terdiri dari 2 inti. Pertama, pemain lokal Turki yang tengah naik daun dan tampil impresif bersama klub, tak peduli umurnya. Kedua, pemain berdarah Turki yang lahir di luar Turki dan bersedia membela tim nasional.
Untuk memperkuat tim nasionalnya, Turki sudah lama menggunakan pemain keturunan. Budaya itu masih berlanjut hingga sekarang. Dari daftar pemain yang dipanggil bulan ini, ada Hakan Calhanoglu, Kaan Ayhan, Kenan Karaman, Mert Muldur, Orkun Kokcu, dan Cenk Tosun yang memenuhi kriteria itu.
Hakan, Ayhan, Karaman, dan Tosun adalah pemain berdarah Turki yang lahir di Jerman. Mert Muldur lahir di Austria, dan Orkun Kokcu berasal dari Belanda. Kokcu dan Ayhan bahkan lebih dulu membela timnas muda negara kelahirannya sebelum memutuskan membela timnas senior Turki. Cara seperti ini sudah lama dipakai Turki dan sepertinya bakal langgeng karena memang banyak imigran Turki yang tersebar hampir di seluruh Eropa.
Sebetulnya, Indonesia punya kemiripan dengan Turki. Oleh karenanya, kita bisa mencontoh mereka. Soal banyaknya pemain keturunan di luar negeri, kita juga punya. Banyak malahan dan mayoritas berasal dari Belanda. Sementara itu, pasokan bakat sepak bola Turki kebanyakan berasal dari imigran di Jerman. Bedanya, Turki memanfaatkan dengan baik para 'keturunannya', sementara Indonesia justru melakukan naturalisasi untuk memenuhi kuota pemain asing di liga.
Soal suporter, Indonesia dan Turki juga mirip. Keduanya dikenal sebagai negara sepak bola. Suporter kedua negara dikenal sebagai salah satu suporter paling fanatik di dunia. Mungkin hanya Argentina yang ada di atasnya.
Suporter Galatasaray, peserta Liga Turki bahkan pernah mencetak rekor sebagai suporter paling berisik di stadion. Selain fanatismenya, suporter Indonesia dan Turki juga dijamin bersatu saat mendukung timnas meski berasal dari banyak kelompok suporter. Baik Indonesia dan Turki juga punya kebanggan khusus dengan timnasnya.Â