Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Fiorentina Kembali Tunjuk Iachini Usai Ditinggal Prandelli, Bukti Serie A Membosankan?

24 Maret 2021   17:05 Diperbarui: 25 Maret 2021   02:52 984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daftar pelatih tim Serie A musim ini. | Tangkapan layar en.wikipedia.org/wiki/2020--21_Serie_A

Kabar mengejutkan datang dari Florence. Setelah baru menangani Fiorentina selama 4 bulan, Cesare Prandelli mengundurkan diri sebagai pelatih. Lebih mengejutkan lagi, La Viola dikabarkan kembali menunjuk Giuseppe Iachini untuk menggantikan Prandelli.

Pada hari Selasa (23/3) kemarin, pihak Fiorentina merilis surat pengunduran diri Cesare Prandelli. Dalam surat tersebut, Prandelli tak cuma pamit, tapi juga mengisyaratkan bakal pensiun sebagai pelatih.

"Saya sadar bahwa karier kepelatihan saya bisa berakhir di sini, tapi saya tidak menyesal dan saya tidak ingin menginginkan apapun. Mungkin, dunia yang di mana telah menjadi bagian dari seluruh hidup saya ini bukan lagi untuk saya dan saya tidak mengenali diri saya di dalamnya lagi,", ucap Prandelli dalam salah satu potongan surat perpisahannya dikutip dari Goal.

Prandelli datang ke Florence pada November lalu untuk menggantikan Giuseppe Iachini. Selama 23 laga menangani Fiorentina di berbagai ajang, Prandelli cuma mampu membawa La Viola meraih 6 kemenangan dan 6 hasil imbang. Akibatnya, Frank Ribery dan kolega hanya mengumpulkan 29 poin dan kini duduk di peringkat 14.

Menurut saya, kejadian berikutnya sangat lucu. Pasalnya, dikutip dari FootballItalia, pada malam harinya, Fiorentina dikabarkan sudah mengontak kembali Giuseppe Iachini untuk jadi pengganti Prandelli. Padahal, tadinya Prandelli datang sebagai penggantikan Iachini.

Sungguh sebuah fenomena mengherankan bin mengecewakan. Banyak pendukung, khususnya dari Indonesia yang menyayangkan penunjukan kembali Iachini. Pasalnya, ini bukan kasus pertama dimana pelatih yang dipecat di awal musim kembali melatih ke tim lamanya di akhir musim.  

Sebelum Iachini-Prandelli ada D'Aversa-Liverani di Parma. Awal musim ini, Parma menunjuk Liverani usai memecat Roberto D'Aversa. Cuma sampai pertengahan musim, Liverani dipecat dan lucunya Roberto D'Aversa ditarik kembali.

Kasus mirip juga terjadi di tim lain. Davide Nicola dipecat Genoa di akhir musim lalu. Sejak Januari kemarin, Nicola kembali ke Serie A di mana Ia ditunjuk sebagai allenatore Torino yang memecat Marco Giampaolo.

Langkah yang mirip juga ditempuh Genoa. Usai memecat Rolando Maran di akhir tahun 2020, Genoa memperkerjakan kembali Davide Ballardini. Ballardini bukan sosok asing, sebab sebelum ini dia sudah menangani Genoa di 3 periode.

Kini, terbaru ada kabar dari Turin. Posisi Andrea Pirlo dikabarkan tak aman di Juventus. Ada rumor ia bakal didepak setelah gagal di Liga Champions dan kesulitan di Serie A. Namun, lucunya, yang dirumorkan bakal jadi pelatih anyar Si Nyonya Tua adalah Gian Piero Gasperini (Atalanta), Simone Inzaghi (Lazio), dan Luciano Spaletti (mantan pelatih Roma dan Inter).

Bagi tifosi Serie A, rumor itu tak ubahnya sebagai kebiasaan tim-tim Serie A. Sebuah lawakan khas dari Lega Calcio di mana perputaran pelatih tak jauh dari nama yang itu-itu saja. Malahan, pergantian pelatih di tiap tim serasa dirotasi.

Posisi Andrea Pirlo di Juventus dikabarkan terancam dipecat. | Foto: juvefc.com
Posisi Andrea Pirlo di Juventus dikabarkan terancam dipecat. | Foto: juvefc.com
Daftar pelatih tim Serie A musim ini. | Tangkapan layar en.wikipedia.org/wiki/2020--21_Serie_A
Daftar pelatih tim Serie A musim ini. | Tangkapan layar en.wikipedia.org/wiki/2020--21_Serie_A
Bila Anda punya waktu luang, sila cek riwayat klub yang dilatih deretan pelatih tim Serie A di atas. Mereka rata-rata saling menyebrang ke tim-tim Serie A lainnya. Sebuah tim memecat pelatihnya, kemudian mereka menunjuk pelatih baru yang juga baru dipecat tim lain. Sebuah praktik yang lazim di Italia.

Contohnya Marco Giampaolo. Setelah memimpin di 7 laga pada musim 2019/2020, dia dipecat Milan. Sempat menganggur, di awal musim ini dia dikontrak Torino sebelum dipecat lagi Januari kemarin. Pelatih Milan saat ini, Stefano Pioli sudah malang melintang di berbagai klub Serie A. Sebelum di Milan, dia menangani Fiorentina, Inter, Lazio, Bologna, dll.

Selain fenomena rotasi pelatih itu, Serie A juga cukup asing dengan pelatih asing. Musim ini saja hanya ada 3 pelatih asing. Sinisa Mihajlovic, Ivan Juric, dan Paulo Fonseca. Jika ditelusuri, Mihajlovic dan Juric tak bisa disebut benar-benar pelatih asing. Mereka sudah mencicipi sepak bola Italia sejak semasa bermain dulu dan sudah bolak-balik melatih beberapa klub Italia juga.  

Hanya Fonseca yang bisa disebut benar-benar pelatih asing. Fonseca berkebangsaan Portugal dan sukses saat menangani Porto dan Braga. Namun, yang membuat Roma merekrutnya adalah kesuksesan Fonseca saat jadi pelatih Shakhtar Donetsk.

Lalu, apakah Italia kekurangan pelatih anyar yang mumpuni?

Dibanding Inggris dan Prancis, pelatih Italia masih jauh lebih baik. Meski pelatih yang melatih ke luar Italia kini tak sebanyak Jerman, tetapi allenatore Italia sudah terkenal berprestasi sejak dulu.

Antonio Conte, Maurizio Sarri, dan Carlo Ancelotti pernah membawa Chelsea juara di berbagai ajang. Ancelotti bahkan kini masih melatih untuk Everton. Sebelumnya, dia sudah pernah membawa Real Madrid dan Bayern Munchen juara. Jangan lupakan juga Claudio Ranieri yang pernah juara Liga Inggris bersama Leicester City dan Copa del Rey bersama Valencia.  

Italia tak pernah kekurangan pelatih hebat. Coverciano masih terus memproduksi pelatih-pelatih berbakat Italia. Ancelotti, Conte, Fabio Capello, Ranieri, Massimiliano Allegri, dan Roberto Mancini adalah beberapa nama lulusan Coverciano. Terbaru, ada coverciano angkatan 2018, yaitu Gabriel Batistuta, Thiago Motta, Alberto Gilardino, Paolo Cannavaro, dan Andrea Pirlo.

Selain Pirlo, musim ini ada pelatih yang seangkatan dengan Pirlo dulu, yaitu Filippo Inzaghi di Benevento, Gennaro Gattuso di Napoli, dan Simone Inzaghi di Lazio. Jika pabrik penghasil pelatih hebat Italia tak berhenti memproduksi pelatih andal, lalu apa masalah utama sepak bola Italia?

Kesempatan. Masih segar dalam ingatan saya bahwa belum lama ini inovasi taktik Pirlo di Juventus dipuji habis-habisan dan dianalisis di mana-mana, tapi kini pujian itu berganti menjadi kritikan dan malah dalam waktu singkat sudah ada yang merundungnya. Posisi yang sama dulu pernah dialami Gattuso dan Inzaghi yang cepat dipecat Milan.

Kesempatan adalah sebuah barang mahal di sepak bola Italia. Tengoklah Jerman yang kini memproduksi pelatih muda berbakat yang hebatnya sudah menangani tim-tim besar baik di Jerman maupun di luar Jerman. Mereka diberi kesempatan dan diberi waktu untuk berkembang dan kini mereka mekar sebagai pelatih yang berprestasi.

Tak usah jauh-jauh. Tengok saja Gian Piero Gasperini bersama Atalanta. Gasperini butuh 3 tahun lebih untuk menyempurnakan idenya di Atalanta. Hasilnya, Atalanta sudah 2 musim ini rutin mentas di Liga Champions dan masih pula menghasilkan pemain hebat di akademinya.

Soal pelatih asing, tim-tim Italia mayoritas dikelola secara tradisional. Kekeluargaan masih sangat kental. Memang, hadirnya pelatih asing tak selalu baik. Lihat saja Inggris yang sekarang didominasi pelatih asing dan membuat regenerasi pelatihnya terhambat.

Akan tetapi, hadirnya pelatih asing yang hebat bisa menaikkan pamor sekaligus menaikkan taraf persaingan. Alhasil, Serie A bakal lebih kompetitif dan berwarna. Dampak positif lainnya, makin banyak revolusi taktik baru yang bermunculan, sehingga ketika tim Serie A mentas ke kompetisi Eropa tak kaget dengan model taktik pelatih asing. Ingat, Italia terakhir juara Liga Champions pada 2010 lalu saat Inter dilatih Jose Mourinho.

Dampak nyata yang pengin dilihat penggemar Serie A tentu saja sajian sepak bolanya yang makin seru, kompetitif, dan bervariatif. Tidak terus begitu-begitu aja karena pelatih-pelatihnya yang itu-itu aja.      

Lalu, apakah Serie A benar membosankan? Bagi saya tidak. Persaingan di dalam Serie A masih seru, sayangnya level tersebut tak cukup untuk berbicara di level kompetisi eropa. Semoga saja Italia mau berbenah dan mengubah kebiasaan rotasi pelatih di liganya.

@IrfanPras

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun