Awalnya, saya ogah menganggit tulisan soal "ghosting", meski kata tersebut oleh admin Kompasiana dijadikan topik pilihan. Tetapi, belakangan saya merasa jika saya sendiri pernah kena "ghosting", jadi kenapa tidak berbagi pengalaman saja.
Sebelum sampai ke pembahasan, pembaca pasti menyadari kalau saya menggunakan kata narablog di judul. Sebuah kata yang saya yakin masih ada saja yang merasa asing. Tahukah anda, narablog adalah padanan kata dari "blogger".
Nah, ditemukannya dan disepakatinya narablog sebagai padanan bahasa Indonesianya "blogger" adalah hal yang sepertinya ingin segera diraih para pejuang bahasa Indonesia agar takada lagi penggunaan kata "ghosting" dengan mengajukan beberapa padanan kata. Di kompasiana sendiri, menurut Engkong Felix, ada 3 kompasianer yang adu bacot soal padanan kata "ghosting" ini.
Saya pribadi tak mau ikut campur. Lha wong sampai detik ini masih belum disepakati kok, masih adu bacot. Bahkan jumlah peserta adu bacot itu sepertinya bertambah deh. Ah sudahlah, saya kan mau berbagai pengalaman soal raib, eh "ghosting" maksudnya.
Pengalaman yang hendak saya bagi ini bukan soal percintaan. Jinjay. Cinta kok main "ghosting", enggak banget. Heran saya, kata itu kok bisa mendadak viral dan dipakai milenial, bahkan belakangan boomer juga pakai. Jangan-jangan pengalihan isu?
Ketimbang memakai istilah raib atau hilang yang (masih) belum disepakati, saya lebih nyaman memadankan "ghosting" dengan istilah "ninggal tatu". Kan itu bahasa Jawa? Lha njuk ngopo cuk? Menurut saya bahasa daerah makin hilang karena tidak dilestarikan. Orang diwajibkan berbahasa Indonesia yang baku, berbahasa asing yang fasih, tapi tidak diajarkan bahasa daerah yang baik dan benar.
Alasan saya lebih nyaman dengan istilah ninggal tatu, karena efek atau dampak "ghosting" sendiri membuat sakit kan? Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Gitu kalau dalam konteks cinta. Siapa yang enggak sakit coba? Pun sama halnya dalam konteks pekerjaan. Ditinggal kabur usai diberi harapan palsu.
Begitulah gambaran singkat pengalaman yang hendak saya bagi. Sebagai narablog, terkena "ghosting" oleh calon klien yang ninggal tatu itu wajar dan biasa. Saya bisa bilang biasa, karena bukan sekali ini saja saya merasakannya.
Dulu, saya pernah ikut sebuah lomba blog, temanya finansial. Alhamdulillah masuk babak final yang diisi 7 narablog. Di babak tersebut, finalis diminta panitia untuk menulis lagi dengan tema baru yang sudah ditentukan. Saya pribadi nothing to lose, sebab saya satu-satunya finalis yang memakai blog gratisan, yang lain sudah TLD haha.
Tak disangka, tiba-tiba saya dihubungi panitia via WA jelang pengumuman juara. Dia menawari saya untuk jadi kontributor di website-nya. Wah, baik sekali. Pastinya senang dong karena hitung-hitung semisal gagal mendapat predikat juara, ada hal lain yang bisa mengisi kantong saya.
Hari pengumuman tiba dan seingat saya, saya jadi satu-satunya yang gagal. 6 finalis dapat predikat juara 1 hingga harapan 3. Hanya saya yang "ditendang". Sadiss... La njuk ngopo ndadak milih 7 finalis malihh!!! Hal itu juga membuat saya yakin, ah pasti tawaran kemarin batal.