Sebetulnya aku ragu dan agak malas untuk menuliskan nota protes ini. Sebentar, kalau dibilang protes agaknya kurang sopan. Jadi, anggap saja ini adalah surat cintaku kepada admin/editor Kompasiana.Â
Kenapa saya ragu? Kenapa pula saya membuat surat cinta ini?
Begini diari, kemarin aku menerbitkan sebuah artikel. Biasalah, artikel bola, kan hanya itu yang benar-benar kukuasai tanpa mikir 100 kali. Nah, artikel yang aku terbitkan pagi itu ternyata mendapat label "Artikel Utama" di malam harinya.
Loh, bukannya senang kok malah mau protes? Banyak yang pengin dapat label itu lo, eh malah gak bersyukur...Â
Baiklah, sebelum menjabarkan keresahan, aku mau berterima kasih dulu kepada admin Kompasiana yang sudah mengangkat artikel berjudul, "Menyoal Pengaruh Mesut Ozil terhadap Pamor dan Prestasi Super Lig Turki" menjadi headline. Terima kasih ya. Namun, jujur saja, aku justru tidak senang ketika mendapati ada perubahan pada artikel tersebut.Â
Ada dua keresahan yang aku rasakan diari dan itu semua disebabkan oleh perubahan yang dilakukan admin atau editor di Kompasiana. Ini bukan pertama kalinya artikelku kena sunting admin. Namun, saat itu tidak masalah dan aku justru berterima kasih karena tahu di mana letak salahku. Nah, yang masalah ini nih kurang paham. Maka, langsung aku jelaskan satu-satu saja ya.
Pertama, judul yang diubah. Awalnya artikel tersebut berlabel pilihan, lalu mendapat label Artikel Utama saat malam hari. Sayangnya admin mengubah judul artikel tersebut menjadi begini, "Menyoal Pengaruh Mesut Ozil terhadap Pamor dan Prestasi Liga Turki".
Sekilas tidak nampak perbedaan kan, diari? Tapi coba perhatikan dua kata terakhir pada judul. Admin mengubah kata "Super Lig Turki" menjadi "Liga Turki". Bagi sebagian orang mungkin tak masalah, tapi bagiku ini rancu.Â
Aku paham maksud admin, tapi aku yakin admin belum tentu paham maksudku. Aku menuliskan "Super Lig" karena memang nama liga sepak bola kasta tertinggi di Turki namanya adalah Super Lig. Di sini aku mencoba menghormati penamaan sebuah liga, karena setauku nama itu tidak bisa dialih bahasakan.Â
Menurutku kalau cuma ditulis Liga Turki akan menjadi rancu, karena arahnya mau kemana nih? Liga yang mana? Di Turki liga sepak bola tak cuma satu, ada kastanya, ada divisinya, dan kasta tertinggi atau divisi satunya bernama Super Lig. Nah, di bawahnya ada 1. Lig (First League), 2. Lig (Second League), 3. Lig (Third League), dan seterunya.Â
Itu kenapa aku memilih menulis Super Lig bukan Liga Turki. Tujuannya tentu agar lebih spesifik dan jelas arah dan tujuannya. Contoh lainnya ada pada penyebutan Liga Indonesia. Liga yang mana nih, Galatama, ISL, atau Liga 1? Nah, terlalu luas kan, diari?Â