Di hari yang sama setelah berkonsultasi dengan narablog senior kenalan saya dan juga Romo Bobby yang sudah kenyang pengalaman artikelnya dicuri orang lain, saya pun mengirim surel kepada pemilik akun YouTube yang memakai artikel saya tanpa izin itu. Intinya, bertabayyun dulu, siapa tahu tuduhan saya salah.
Sehari setelah surel tersebut dikirim, saya mendapat balasan langsung dari si pemilik akun. Ternyata benar, artikel saya mereka pakai dan si pemilik akun meminta maaf dan menawarkan 2 opsi kepada saya, yaitu menghapus konten plagiat tersebut di seluruh media sosial milik mereka atau menyertakan kredit kepada tulisan saya.
Pagi hari ini saya mendapat balasan surel lagi dari mereka. Walau saya sudah memaafkan dan memilih opsi kedua, ternyata mereka lebih memilih opsi pertama. Per hari ini konten video mereka yang berjudul, "Bagaimana Klub Sepak Bola Menghasilkan Uang?" sudah tidak ada lagi.
O ya, artikel yang mereka pakai tanpa izin itu adalah artikel yang saya terbitkan bulan Oktober 2020. Ini artikelnya: "Dari Uang Tiket Sampai Hadiah, Inilah Sumber Pendapatan Klub Sepak Bola Eropa".
Pengalaman ini saya bagikan kepada pembaca, khususnya kepada kompasianer yang kerap mengisi kategori bola. Di luar sana masih banyak orang yang belum melek hak cipta, asal ambil saja tanpa izin dan parahnya tanpa disunting. Pengalaman pahit ini juga mengajarkan saya pentingnya koneksi antarpenulis.
Sayangnya, koneksi tersebut tidak saya dapatkan dengan rekan kompasianer bola. Bagaimana bisa menjalin koneksi yang baik, solidaritas para kompasianer bola saja sangat memprihatinkan. Khususnya para kompasianer baru.
Jangan bandingkan dengan kompasianer fiksi yang sangat solid dan rajin mengunjungi satu sama lain, situasi di kategori bola sangat individualis, padahal yang dibahas sepak bola, olahraga yang menjunjung tinggi sportivitas.Â
Apakah mereka tidak belajar dari nama-nama beken seperti Hendro Santoso, Hadi Santoso, David Abdullah, hingga Deddy HS (maaf yang tidak tersebut)? Mereka bisa jadi besar tak sekadar nulis, lalu main kabur saja tanpa say hi kepada kompasianer lain.
Selama seminggu ini, saya beberapa kali mengunjungi artikel para kompasianer baru di kategori bola. Miris, kawan! Timbal baliknya minim! Untuk perkara ini saya harus sepakat dengan riset Poltak Center, bahwa kompasiana hanya digerakkan minoritas.
Bila situasi menyedihkan ini terus berlanjut, maka saya sangsi akan ada kompasianer baru yang melejit namanya. Efeknya, kamu lagi, kamu lagi. Bila tujuannya belajar dan ingin eksis sebagai penulis bola ya harus mau interaksi, jangan malas vote, jangan malas berkomentar. Kalau tak mau, menulis saja di tempat lain, bung!
Ah, sudahlah, bila diteruskan nanti malah saya dituduh galak dan dijauhi, haha. Semoga pengalaman singkat menulis saya ini bisa diambil hikmahnya ya. Mohon maaf bila ada yang tersinggung.
Sekian.